webnovel

Menuju Halal

"ALTA!" Alta yang baru saja pulang dengan raut wajah yang kacau pada akhirnya membuat emosi dari sang papa tersulut dengan sangat hebatnya. 

"Ada apa sih, Pa?! Belum puas juga kalian buat hidup aku menderita seperti saat ini, hah?" Apa yang baru saja Alta lontarkan itu sudah lebih cukup untuk membuat Sony Dermawan Permana mengambil tindakan yang di luar nalarnya untuk saja Alta cukup sigap dalam membaca tanda-tandanya. 

"Mau tampar, Pa? Tampar aja, tapi  aku akan pastikan papa menjadi malu. Hanya papa? Oh tentu saja tidak calon besan papa akan jauh lebih malu  dari apa yang papa rasakan." Dan benar saja apa yang menjadi dugaan dari Alta kini papanya itu urung untuk mendaratkan sebelah telapak tangannya di sebelah pipi sang putra. 

"Kamu dari mana sih, Ta?!" Intonasi suara Sony turun lebih rendah dari yang sebelumnya. Tapi tentu saja itu tidak lebih cukup untuk membuat kondisi Alta menjadi baik-baik saja. 

"Nggak dari mana-mana. Abis dari ama teman saja." 

Sony tentu saja tidak serta merta menaruh kepercayaan dengan putra bungsunya itu. Ya entah kenapa selalu ada saja keraguan yang terbesit dalam diri Sony jika yang menjadi lawan bicaranya itu adalah Alta. 

"Kamu serius, Ta?!" tanya Sony dengan menghunuskan tatapan yang penuh selidik pada polisi berpangkat IPDA tersebut. 

"Kapan juga sih aku ini mendapatkan kepercayaan papa? Setiap kata yang aku ucapkan selalu saja papa katakan itu adalah dusta. Jujurku saja sulit untuk papa percaya apalagi bohongku, hah?" Tanpa  mau menunggu  respons lebih lama lagi Alta pun segera meninggalkan sang papa. 

KREK!

Pintu kamar Alta terbuka, di sana sudah ada beskap pengantin yang akan dia gunakan saat pernikahannya bersama dengan wanita yang tidak pernah dia harapkan sama sekali di dalam hidupnya. Sosok yang dulunya hanya dia anggap hanya sebagai adik kini akan duduk di tahta paling tinggi di hidupnya, Dima Aurellia Hermawan. 

Terlepas dari papa dan ayahnya Dima yang bersahabat di masa lalu, jangan lupakan kalau Dima sendiri adalah keponakan dari Atlas Pranata Atmadja, orang yang paling disegani di circle Bimasena. Sebuah geng motor tempat Alta bernaung dan memiliki peranan penting di dalam hidupnya dulu. 

"Lo memang bisa menjadi istri gue, Dima. Tapi hati gue, tetap milik kakak lo, Vishaka Raina Rianto." Rahang bawah milik Alta tampak mengeras dan ada urat-urat hijau yang menyembul di balik pelipisnya. 

Empat jam kemudian ....

Pernikahan antara Alta dan Dima diselenggarakan di salah satu ballroom hotel bintang lima yang mana hotel itu sendiri adalah milik Angkasa Corp. Perusahaan yang kini berada di bawah kendali istri Atlas, Damayanti Vega Rianto. Sedangkan Atlas sendiri memilih untuk melanjutkan apa yang papinya pilihkan untuknya, menjadi seorang pengacara. 

"Bunda ... apa aku nggak usah jadi saksi saja di pernikahan Dima?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh Atlas membuat Vega sedang menyusui baby twins mereka mengalihkan atensinya dengan sangat cepat. 

"Kamu itu kalau ngomong nggak pernah berubah, ya? Selalu saja ngadi-ngadi." Atlas hanya tersenyum masam mendengar apa yang dikatakan oleh sang istri. 

"Aku hanya kasihan dengan kamu, Sayang," ucap Atlas memberikan pembelaan atas apa yang dia katakan sebelumnya . 

"Apanya yang harus kamu kasihani dari aku sih, Yah? Aku baik aja kok," kata Vega meyakinkan dirinya. 

"Kamu harus urus Sena dan Dana belum lagi ngandung triple." Intonasi suara Atlas memang melemah, tapi karena hanya ada mereka berdua, jadi bukan hal yang berat untuk Vega mengerti dengan apa yang dikatakan oleh sang suami. 

"Hei ... aku nggak apa-apa kok."

"Karena kamu memang terbiasa untuk bilang tidak apa-apa 'kan?" Vega tidak tahu apakah harus menganggap perkataan suaminya itu sebagai bentuk pujian atau justru sebuah sindiran. 

"Mas ... aku kalau nggak bisa pasti akan minta tolong kok ama kamu," ucap Vega dengan nada yang terdengar sangat lembut. 

"Maaf ya, Sayang!" Sebelah alis milik Vega terangkat naik saat mendengar apa yang dikatakan oleh sang suami. Sejak dulu, Atlas memang terlalu abu-abu untuk Vega yang penuh dengan warna. 

"Maaf? Untuk apa?" tanya Vega yang pada akhirnya memilih untuk menyerah dalam memahami pola pikir milik suaminya.

"Kamu pasti menderitakan nikah ama aku?" Demi plankton yang lebih memilih untuk menikah dengan Karen, sangat ingin rasanya untuk Vega mendaratkan satu saja tamparan di pipi Atlas. 

"Apakah aku pernah mengatakan kalau menyesal menikah dengan kamu, Yah?" tanya Vega dengan nada yang terdengar penuh tuntutan. 

"Tapi kamu—"

"Aku bahagia ama kamu. Kamu jadikan aku salah satu wanita di muka bumi ini. Hidupku sempurna dengan adanya kamu, Sena, dan, ketiga adik mereka nantinya," ucap Vega dengan sebelah tangannya yang terulur untuk mengelus pipi milik suaminya itu. 

"Jangan menggodaku, Ga! Kamu mau aku terkam, hah?" Kedua manik mata milik Vega seperti ingin rontok saat ini juga kala mendengar apa yang dikatakan oleh Atlas barusan. 

"Bisa-bisa pas aku lahiran nanti, yang keluar bukannya tiga malah lima," omel Vega sambil merotasikan kedua manik matanya malas. Vega telah mengenal Atlas sudah sangat lama, jadi untuk sifat suaminya yang seperti ini Vega sudah sangat terbiasa.

"Bagus dong, jadi cita-cita aku untuk buat kesebelasan akan segera tercapai." Pada akhirnya Vega lebih memilih untuk tidak menaruh peduli lebih tinggi atas kata demi kata yang Atlas ucapkan. 

Tiga tahun yang lalu, Atlas Pranata Atmadja dan juga Damayanti Vega Rianto telah mengikat cinta mereka dalam janji suci pernikahan. Setahun berlalu, mereka pun dikarunia dua anak kembar Nawasena Satria Atmadja dan Nandana Satria Atmadja. Empat bulan berlalu keduanya kembali dipercaya untuk menjadi orang tua bagi ketiga anak yang dikandung oleh Vega. Perjalanan mereka pun untuk sampai ke titik ini sungguh tidak mudah. Dan kebahagiaan yang sedang mereka rasakan saat ini adalah ganjaran yang sepadan untuk pasang surut mereka di masa lalu. 

"Kita ke ballroom yuk, Yah! Acaranya sudah hampir dimulai loh, sisa 10 menit lagi." Atlas hanya mengangguk atas apa yang dikatakan oleh Vega. 

"Sena dan Dana aku masukkan dulu ke stroller, ya?" Vega hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. 

Setelah memastikan keadaan Double N aman kini Atlas membantu Vega untuk berdiri. "Makasih, Yah!" ucap Vega saat kini dia bisa berdiri. 

"Berat, ya? Maaf?" cicit Atlas lagi. 

"Tapi aku bahagia kok hamil anak kamu. Berhenti merasa bersalah. Ayo kita ke ballroom!" titah Vega dengan nada tegas pada sang suami. Dan Atlas tentu saja tidak bisa menolak apa yang menjadi ingin istrinya.

"Kamu mau duduk di mana? Di antara Bimasena atau mama?" tanya Atlas saat mereka telah tiba di ballroom. 

"Ama mama aja. Itu ada Riana juga. Lumayan bisa bantu aku untuk jaga Sena dan Dana," ucap Vega dengan disertai kekehan di akhirnya. 

"Cara kerja semesta memang selalu di luar nalar kita ya, Bun? Dulu aku pikir jodoh Alta adalah Raina, tapi ternyata Dima."

"Dan om Dirka ternyata telah menjodohkan Riana dengan Wira," sambung Vega atas apa yang suaminya katakan sebelumnya.