webnovel

62. Rindu yang berpendar

"Howooooooo, calm down baby boy, pertanyaannya satu - satu".

"Apa? bagaimana bisa saya tenang pria pesolek, photo ini bukan hasil editan kamu kan?, saya tahu kamu tidak begitu mendukung antara saya dengan May hingga melakukan hal - hal yang aneh begini!" harap Ben dari hatinya yang terdalam semoga photo itu editan Roaman yang sangat ahli dengan segala macam teknologi canggih.

"Cih, gak penting benar harus mengerjakan hal demikian, apa kamu pikir sepupuku kurang mempesona? untuk mendapatkan lirikan pria mempesona bahkan sepuluh kali lipat dari kamu sangat mudah baby boy" sinis Ro.

"Hehehe, saya tahu kamu sangat berharap ini photo editan Ben. Tapi maaf, photo itu asli dan tidak usah diragukan keasliannya" kecam Roaman sekali lagi.

"Dimana dia sekarang?" bentak Ben tidak sabar.

" Biarkanlah dia Ben, kalau kamu tidak sanggup membahagiakannya. Semoga mantannya mampu!"

"Bajingan kamu Ro, saya sudah tunangan dengan dia dan akhir bulan ini kami menikah"

"Bukannya kamu ingin mengulangi sejarah berakhirnya hubungan percintaanmu dengan May seperti kisah masa lalu dengan Magdalena mendekati hari pernikahan?"

"Apa maksudmu? melibatkan Magdalena dalam hal ini!" cecar Ben.

"Seharusnya kamu lebih tahu maksud saya Ben, sejak kamu mulai membangun perdebatan dengan May hingga membuatnya pergi dari kamu!"

"Argkhhhhhhhhhhh" jerit Ben dengan frustasi

"Tolong beritahu aku Ro, dimana May berada sekarang?"

"Nope!" tegas Ro

"Ben biarkan ia menikmati waktu dengan mantan yang bertemu dengannya dan kalau memang ada peluang untuk mereka bersama maka biarkanlah, toh juga kamu bisa seperti dia kembali ke mantan. Malah setelah dipikir - pikir, tidak masalah karena ada istilah berkata mantan terindah, berarti ada sesuatu yang sulit dilupakan dari seorang mantan bukan?" senyum Ro dengan mata mendelik.

"Gila... a, jerit Ben dengan frustasi" kenapa jadi runyam begini batinnya.

Lalu dia mengulang kesekian kalinya menghubungi May. Sesekali dia berbisik "May please babe angkat teleponnya!"

Setelah menit kesekian...

"Hallo?"

"Mana May, kenapa teleponnya diangkat orang lain. Siapa kamu!" cecarnya membombardir.

Hening....

"Ada perlu apa mencari May, dia lagi mandi. Saya bicara dengan siapa?"

"Apa? mandi, dimana? hallo tolong beritahu May ada dimana? kamu siapa? jangan buat saya marah, cepat jawab? ada hubungan apa kamu dengan May?"

"Hahahaa... Anda ini lucu, apa urusan Anda kalau saya dimana dengan siapa dan sedang berbuat apa? saya Leon! Anda siapa?"

Demi siapapun, amarahnya bagai lahar gunung merapi menguasai hati dan pikiran Ben. Dia frustasi mengapa May mengabaikannya lalu bersama pria yang mata keranjang itu. Dia marah, benar - benar marah lebih tepatnya cemburu menguasai batinnya hingga ia merasa untuk bernafas saja ia tak mampu. Damn it babe, aku marah sekaligus merindukanmu" pikirnya sambil sesekali mengusap pelipisnya.

Tiba - tiba ia dengar percakapan diantara Leon dan suara wanita yang ia yakin suara May.

"Leon siapa yang telepon?"

"Saya juga gak tahu, tertulis My everything. Siapa May?"

"Oh... gak penting!" sahutnya bersikap cuek

Seseorang yang mendengar kata - kata gak penting serasa mendapat serangan godam dari Thor, dan lebih parah seakan - akan mendapat sengatan kalajengking beracun.

"Leon, pulanglah saya lelah mau istirahat".

"May kenapa kamu tidak pulang ke rumah, menikmati kesendirian di apartemen sepupumu? saya dengar - dengar... "

Ben, langsung tertarik untuk segera ke apartemen Ro. Sialan pria itu jelas - jelas ia tinggal di apartemennya kenapa tidak mau memberitahukannya. Lalu ia pun merasa bodoh tidak terpikirkan kalau May pergi kesana.

Tok ... tok... tok

Siapa lagi sih malam - malam pikir May. Hari ini ia sudah lelah menghadapi Leon dan barusan ia meletakkan kepala dan memejamkan mata, tidurnya terusik dengan bunyi bel dan ketukan di pintu seperti terjangan badai.

"Ohhhhh" suaranya terkejut karena serangan beringas dari tamunya.

Mula - mula ia acuh tetapi tanpa ia sadari sejak dirinya mendapat serangan itu ia merasakan ngilu dan nyeri di sekujur tubuhnya. Ia berharap ini hanya mimpi tetapi bisikan dan seringai kejam itu membuatnya mengerti bahwa serangan bertubi - tubi ini adalah sebuah kejadian nyata. Hingga ia hampir kehabisan oksigen dan akhirnya si penyerang melepaskannya dan berbisik

"Hei, look at me babe, betapa aku seperti orang gila merindukanmu. Aroma tubuhmu, seperti oksigen bagi dadaku".

"I'm so sorry love, kalau aku tidak jujur padamu. Tidak - tidak, bukan karena aku tidak mencintaimu. Tapi karena cinta bodohku, aku tidak mau melihat kamu sedih. Biarkan segala kesedihan urusan ku sedangkan kamu nikmatilah euforia kegembiraan kita"

"May sedih demi melihat ekspresi kekasihnya lalu dengan ego yang sudah meleleh ia memeluk, mencium bibir kekasihnya yang sudah membengkak karena serangan kerinduan mereka berdua".

Suasana kerinduan seperti film pertempuran merebut kemerdekaan hingga tak ada satu pihak pun yang mengalah, tanpa mereka sadari semua pakaian sudah berserakan di sekeliling mereka berdua, tarian jemari Ben tiada henti menggoda bagian sensitif wanitanya, disusul dengan suara lirih, desah bahkan erangan yang menggoda siapapun yang menarikan jemarinya bersemangat untuk menarikan gerak maju dan mundur sambil sesekali menangkup daging yang ada disekitarnya dengan penuh kesenangan. Semangat itu saling berbalas, Ben merasakan hangat tangan May menyelubungi dirinya sesekali ia melepaskan pagutannya dan berdesis menikmati tangan hangat yang melingkupi tubuhnya. Tangannya tidak mau melepaskan gundukan gunung yang pas dalam gengamannya sesekali puncak gunung itu dipijat, lalu dicicip dengan semangat. Suasana panas semakin menguar dari kedua tubuh tanpa penyatuan sempurna keduanya melepaskan pekik desah kemenangan, lalu keduanya merasakan ada percikan bintang - bintang disekitar kepala dan cubitan rasa bahagia dalam hati, hingga mereka bernafas secara teratur, lalu keduanya larut dalam pelukan hingga tidak rela terpisah diantaranya.

"Sorry love!" bisik Ben sambil merebahkan tubuh polos May di ranjang lalu menutupi dengan selimut. Tanpa rasa malu ia dengan tubuh polosnya bergabung tidur disebelahnya lalu membawa tubuh May dalam dekapannya.

Tak ada sepatah kata keluar dari mulut May, ia hanya merasa bahwa "disisi inilah, dirangkulan inilah, tubuh itulah tempatnya lalu ia tidak mempersoalkan apapun lagi ia hanya tertarik untuk mengikuti godaan mimpi lalu tertidur dengan nyenyak, sesekali ada senyum di bibirnya". Sedangkan pria itu tak mau tidur tatapannya intens menelanjangi wajah lalu mencari sesuatu yang ingin ia temukan dari sikap wanitanya tapi tak ditemukan".

Ia mencari rasa benci, pengkhianatan, diwajah May tapi ia hanya menemukan kepolosan cinta dan ada kepuasaan asmara, lalu kerinduan akan dirinya hingga ia sadar May menyurukkan kepalanya di bawah dagunya dan tangannyan memegang pinggagnya dengan erat.

Hehehhe...

aku milikmu dan kamu milikku

tak ada yang berubah. Ujarnya sambil mencium kening May tanpa rasa bosan.

Next chapter