webnovel

44. Sowing in the wind. Reap in a storm 2

"Ingat baik - baik perhatikan tingkah laku kalian semua saat tamu papa nanti sudah tiba. Papa tidak akan bersikap toleran jika kalian mengungkit - ungkit masa lalunya dengan Ben, yang lalu biarlah berlalu kita hanya fokus ke masa yang akan datang"

"Tapi pap masa sekarang ataupun masa yang akan datang tidak ada nama Magdalena dalam hidup Ben" balas Ben mengingatkan papanya.

"Well... kamu bebas berkata apa tapi ada Elisabeth yang dipertaruhkan untuk masa depan kamu" tangkis Tn. Angga tidak kalah kerasnya.

Sedangkan Will, Di' dan Ny. Siska hanya bisa menghela nafas saja, tidak tahu harus bicara dan mengambil sikap apa menghadapi sikap keras Tn. Angga dan Ben.

"Selamat malam semuanya" sapa Magdalena kepada orang - orang yang ada di ruang keluarga saat ia dituntun masuk oleh asisten rumah tangga keluarga Bramantyo".

"Magdalena silahkan bergabung saya rasa om tidak perlu perkenalkan kamu dengan anggota keluarga Bramantyo kecuali Diana dia calon isteri Will" sambut Tn. Angga

"kenalkan saya Magdalena"

"Diana"

Magdalena memindai wajah Ny. Siska, Will dan Ben yang tidak begitu hangat penyambutannya. Tapi tidak masalah pikirnya selama Tn. Angga antusias seperti saat ini karena ia tahu yang menjadi penentu keputusan akhir adalah Tn. Angga hingga ia tidak gentar sedikitpun.

"Hei, Elis sapa opa dan oma serta om, papa dan tante itu!" Magdalena mendorong anaknya untuk bersikap memukau saat ini.

"Halo opa, oma, papa, om dan ante. Nama aku Elis" sapa gadis kecil itu sambil mengulurkan tangan mungilnya ke arah orang - orang dewasa yang duduk di ruangan tersebut.

Setelah Elis selesai berjabat tangan kepada semua orang, Tn. Angga menepuk jok sofa disebelah kanannya.

"Halo Elis duduk sebelah opa sini, anak pintar" sambungnya setelah Elis menghampirinya pada saat ia berusaha naik ke atas sofa Tn. Angga tidak segan - segan mengangkat elis yang kesulitan untuk duduk di sofa tersebut.

"Magdalena apa kabar kamu?" tanya Ny. Siska

"Baik tante"

"Baik bagaimana! selama 5 tahun kamu sendirian mulai dari mengandung, melahirkan dan membesarkan seorang putri" ujar Tn. Angga

"Maaf om, itu semua salah saya. Saya gak berhak marah atau menuntut siapapun" jawabnya.

"Iya dong Len masa iya mau marah ke kak Ben" sambar Will yang dihadiahi sorot mata tajam oleh Tn. Angga.

"Magdalena apakah kamu bawa semua hal yang diminta papa?" tanya Ben

Setelah Magdalena mengeluarkan semua pesanan Tn. Angga, maka setiap orang sibuk memandangi photo - photo Magdalena mulai dari saat perutnya membengkak, hingga photo Elisabet mulai dari bayi hingga ulang tahun ke 5 nya.

Mereka juga terpesona menyaksikan video - video yang diputar di home theater ruang keluarga Bramantyo. Jauh di relung hati Diana, ia membenci Magdalena yang merebut Ben dari sahabatnya tetapi ia tidak berdaya dan terpikat kepada gadis kecil itu. Ia merasa bersalah kepada sahabatnya. Respon berbeda dirasakan oleh seseorang yang ada diruangan itu meskipun ia berusaha untuk ramah tapi dalam hatinya ia bergemuruh dan tak sabar untuk menunjukkan amarah kepada Magdalena.

"Magdalena sebentar lagi Elisabeth akan masuk preschol, sekedar mengingatkan kamu tentang peraturan di kota Water tidak menerima siswa jika tidak punya kartu keluarga" ujar Tn. Angga

"Maaf om sejak saya memutuskan pindah ke kota Water, saya sudah masukkan nama Elis di kartu keluarga saya"

"Tidak menggunakan nama keluarga Bramantyo? karena statusmu hingga hari ini single bukan?"

"Iya om"

"Tidak bisa. Saya tidak bisa membiarkan cucu saya terdaftar di sekolah tanpa nama keluarganya, bagaimana menurutmu Ben!"

"Saya akan memasukkan nama Elis di kartu keluarga saya pap kalau nanti saya sudah menikah!"

Mendengar kata pernikahan membuat hati Magdalena berbunga - bunga karena ia yakin pasti Ben berniat menikahinya demi status Elis hal itu tidak luput dari perhatian orang yang menahan amarah tadi.

"Kapan kamu menikah Ben" cecar Tn. Angga

"Setelah saya memenangkan hati calon istri saya pap, May Belinda Sharon" jawabnya.

Jawaban Ben membangkitkan amarah dalam hati Magdalena, sampai saat ini Ben tidak melupakan May walaupun ia membawa kehadiran Elisabeth, sabar - sabar pikirnya!

"Sampai kapan Ben, bukankah hari ini batas terakhir perjanjianmu dengan May. Kalau sampai hari ini kamu tidak bisa memenangkan kepercayaan dari Tn. Tony bukankah May segera dinikahkan dengan Tn. Roaman. Papa harap kamu segera mengambil keputusan menikahi perempuan lain demi masa depan puterimu, Oh iya sekedar mengingatkan bukankah Magdalena dan kamu berstatus single tidak ada masalah jika kalian menikah demi masa depan Elisabeth" ujar Tn. Angga dengan ketus.

"Papa bisakah tidak menyakiti hati putera kita" isak Ny. Siska

Melihat situasi Tn. Angga membela, bahkan mendorong pernikahan atas dirinya dan Ben membuat hati Magdalena diliputi kegembiraan.

"Iya sudah diputuskan hal ini yang terbaik bagi Elisabeth" tambah Tn. Angga

Ny. Siska terisak - isak tidak sanggup mendengar keputusan suaminya, Will dan Diana terperangah serta terkejut sedangkan Ben langsung berdiri dan menatap wajah papanya dengan penuh amarah "Bukankah saat di rumah sakit papa berkata tidak akan mendorong saya menikah dengan Lena? kenapa sekarang perkataan papa tidak konsisten?"

"Itu 2 minggu lalu saat papa belum bertemu dengan Elisabeth, sekarang papa berubah pikiran. Pikirkan puterimu Ben jangan egois"

"Saya bertanggung jawab atas Elis pap, tapi tidak ingin terikat dengan Magdalena" balasnya dengan suara tinggi lalu bergegas keluar meninggalkan pertemuan keluarga yang lebih mirip sebagai pembacaan putusan bunuh diri untuknya.

Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, tidak perduli dengan keselamatannya. Ia berteriak, menjerit, memukul dashboard mobilnya dengan penuh amarah.

Sedangkan Magdalena dan Tn. Angga tinggal duduk berdua di ruang keluarga setelah Ny. Siska berkelebat dari ruangan itu melihat adu debat antara Ben dengan suaminya. Will dan Diana juga undur diri karena muak dengan keputusan papanya.

"Om, maaf situasi rumah jadi kacau gara - gara saya dan Elis" ucapnya setelah Elis diserahkan untuk menikmati cookies di ruang makan ditemani oleh salah satu asisten rumah tangga.

"Hmm, bagaimana pendapatmu tentang menikah dengan Ben" tanya Tn. Angga

"Kalau om berkenan maka saya tidak masalah" jawab Magdalena disertai senyuman.

Tak berapa lama, terdengar bunyi ponsel Tn. Angga, lalu ia menjawab "Ya, lakukanlah Abi"

"Magdalena apakah kamu mencintai Ben?"

"Iya om" jawabnya malu - malu

"Kenapa dulu kamu berselingkuh dibelakangnya hingga pernikahan kalian berdua hancur"

Wajah Magdalena memerah tapi ia bertekad bahwa ia tak boleh mundur saat ini. Saat ini kesempatan baik baginya oleh karena itu ia memilih menjawab "tidak om, saya tidak selingkuh. Saya dengan Leon hanya partner kerja di judul film yang sama saat itu sedangkan photo - photo yang dikirim seseorang ke Ben itu hanya photo untuk keperluan syuting om" jawab Magdalena dengan ekpresi sungguh - sungguh.

"Oh ya? bagaimana kamu bisa menjelaskan ini kata Tn. Angga sambil mengulurkan lembar kertas akte kelahiran Elisabeth yang menyandang nama Bramantyo"

"Iya om karena Elisabeth puteri Ben maka Lena pikir tidak masalahkan ia punya hak menyandang nama Bramantyo" apakah om keberatan tanya Lena dengan gugup.

Hahahhajahahhhhhahhhhhhahhhhhhaaaaaaa

Tn. Angga Wijaya Bramantyo tertawa lepas selama beberapa detik. Membuat Magdalena gelisah, "kenapa om tertawa, Lena rasa tidak ada yang lucu?"

Hahhahahahhhaahahhahhhhhahhahajahaah

"Lena... Lena" jawabnya disertai sorot mata tajam, aura wajah dipenuhi amarah, bahkan terlihat berniat membunuh perempuan di hadapannya.

"Apa kamu bilang? anakmu berhak menyandang nama Bramantyo? kamu pikir darah kotor puterimu layak menyandang nama keluargaku?"

"Om.. m... m" suara Lena terdengar gugup dan terbata - bata

"Kenapa om, berkata begitu? Elis puteri Ben! jadi kenapa om tega bilang puteri saya memiliki darah kotor?"

"Lena jangan lupa rumah sakit tempat kamu melakukan test DNA itu warisan dari orangtua isteri saya, otomatis saya selaku suami pemilik resmi rumah sakit tersebut tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan copyan berkas apapun yang terjadi disana?" teriak Tn. Angga

"Kamu sudah tidak waras perempuan jika ingin menipu puteraku apalagi penipuan itu kamu kerjakan didepan hidungku" teriaknya lebih lagi.

"5 tahun lalu saya melepaskanmu karena saya tidak tertarik dengan dramamu, saya pikir Ben mampu menyelesaikan masalah kalian berdua hingga ke akar - akarnya tetapi sekarang kamu berani menancapkan ekormu dipunggung puteraku, How dare you!" tegasnya dengan intonasi suara mematikan.

Magdalena merasakan tetesan keringat membasahi punggungnya, ia tidak menyangka sandiwaranya dengan mudah dibongkar oleh pria tua itu. Tubuhnya bergetar dengan hebat lalu ia merosot ke bawah dan berlutut dengan kedua lututnya, memohon ampunan karena ia takut dengan ancaman Tn. Angga yang terlihat serius ditambah aura wajahnya yang dingin.

"How dare you, Lena" berulang - ulang diteriakkan Tn. Angga,

"How dare you!"

"sekarang... g... g... g accept your destiny, Lena"

"Sowing in the wind. Reap in a storm" teriaknya menggelegar.

"Pap, kendalikan dirimu!" bisik isterinya sambil memeluk dan menenangkan suaminya, Ny. Siska bangga dengan rencana suaminya. Tadinya ia ingin mendamprat suaminya karena mendengar suara tertawanya, ia menyangka suaminya bahagia dengan kehadiran dan merencanakan pernikahan Ben dan Magdalena.

Sebelumnya bahkan ia berencana ingin unjuk rasa dengan meninggalkan rumahnya kalau suaminya tetap dengan rencana menikahkan Ben dengan magdalena.

"Thanks God, bisiknya disela - sela ia menenangkan suaminya, ia menciumi wajah suaminya berterimakasih atas kebijaksaannya mampu membongkar siasat perempuan iblis itu"

"Pergi kamu dan bawa anakmu keluar dari rumah kami" raung Ny. Siska

Sebelum Lena mencapai pintu keluar, Tn. Angga berkata "Lena jangan lupa menyaksikan siaran langsung televisi nasional kota Water dan Moon itu hadiah terakhirku untukmu. Lihatlah akting siapa yang lebih memukau saya atau kamu" ucapnya dengan sinis.

*////'/''' Di sudut kota Water terdengar suara menggelegar "Brakkkkkkk"

Next chapter