webnovel

37. "I am jealous"

"Damn, it" erang Ben, sepeninggal Magdalena dan Elisabeth ia segera masuk ke kamar mengenakan kaos santainya bertekad akan melakukan kunjungan tengah malam ke tetangga sebelah. Sekilas bayangan tatapan, tuduhan, kecurigaan yang dibalut dengan perkataan lemah lembut May membuat dia gelisah akibat pertemuan sederhana di lorong barusan membuat ia was - was dan memacu kecepatan detakan jantungnya.

Oh... hello Mrs. Bramantyo, ia mengingat senyumannya disertai tatapan seperti laser yang mampu menembus gunung batu saat May memindai ke arah stroller Elisabeth,

"Bodohnya aku seru Ben"! ia tidak mengenakan baju, rambut masih basah, lilitan tangan Magdalena di pinggangnya, kemudian dia memuji Magdalena, dengan maksud tertentu. Oh, Mrs. Bramantyo kemeja yang Anda kenakan terlihat menarik di tubuh Anda!!!,

"Damn it, damn it, damn it", ucapnya dengan geram!

Langkah kakinya terlihat seperti orang yang siap maju ke medan perang, dengan tidak sabar ia menekan bel dan mengetuk pintu yang seolah - olah berabad - abad baru dibuka.

"Mana dia? saya ingin bicara! "

"Shit! "Shit!? " geram Roaman, sesaat ia berpikir akan segera tidur dan menikmati istirahatnya karena lelah mengingat kejadian hari ini Cintya yang begitu rapuh, hancur dan membawa dampak untuknya sehingga malam ini ia minta May menemani tidurnya karena merasa tidak mampu melewati malam ini sendiri,

"Apa maumu Bramantyo?, apakah kamu tidak berpikir mengganggu jam tidur kami?!"

Ben menangkap nada yang tidak bersahabat dari jawaban pria yang berdiri di depannya tetapi tidak mempersoalkannya yang penting ia bertemu dengan May!

Ben merasa ada cubitan dalam hatinya saat mendengar "jam tidur kami", ia was - was apakah benar wanitanya tidur dengan pria itu tanpa keberatan mengingat ia juga tidur disebelah apartemen ini dan jarak antara kami berdua hanya di batasi tembok terlihat dengan serius ia menahan gertakan giginya.

"Saya tidak ada urusan dengan kamu pria pesolek! mana May, saya ingin bicara sekarang?! "

"Katakan saja yg ingin kamu sampaikan Tn. Benaya, nanti saya akan sampaikan ke dia"! dengan nada yang tidak sabar akibat gangguan tetangganya.

Tanpa aba - aba dan tidak mempersoalkan tata krama Benaya menerobos dan masuk ke dalam sambil memanggil nama wanita itu,

"May please kamu dimana saya ingin bicara!".

"Apa yang kamu pikirkan Benaya, jam berapa ini kamu menerobos kediaman orang lain dimana etika kamu sebagai pemimpin perusahaan ternama?" Cecar May.

"May please ikut aku kita harus bicara malam ini".

"Hahahahah apa kamu pikir kamu pusat hidup saya Ben sehingga kamu bisa mengatur apa yang harus dan tidak saya lakukan, berhentilah berbuat semaumu kamu dan bersikap dewasalah"!

"Ingat May saya tidak akan mundur apalagi malam ini, apa yang kamu lakukan di sini Maya Belinda Sharon dengan mengenakan bathrobe pria itu?". Segera alur pembicaraan diantara mereka berdua mengarah ke seputar kecemburuan.

"Saya yakin bukan urusan Anda kalau May mengenakan bathrobe bahkan tidak berbusana sekalipun malam ini! " pekik Roaman. Tiba - tiba si pemilik apartemen merasa ia harus ikut campur karena situasi malam ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi dia dan May dan dijawab dengan nada tinggi.

"May adalah wanita saya!"

"Setau saya May dia bukan milik siapa - siapa sejak 6 bulan lalu, kalau malam ini dia ada di sini berarti dia dengan rela mengikatkan dirinya dengan saya pemilik apartemen ini!" jawab Roaman dengan nada dingin.

"Hidupilah mimpi indahmu, Roaman kenyataannya May selalu akan terikat dengan saya!" balas Ben.

"Saya tidak terikat dengan kamu Benaya!" terdengar suara lantang May.

"Stop membuat masalah malam ini saya lelah butuh istirahat, kamu bebas melibatkan Magdalena dan gadis kecilnya dalam hidupmu tetapi bukan saya, silahkan kamu keluar!".

Dengan mulut terperangah dan mata melotot Ben tidak percaya apa yang barusan di dengarnya, bukannya dia mengambil langkah mundur malah perkataan May membuat emosinya menggelegak, langkah kakinya maju berderap dan tanpa di duga oleh siapapun Ben mengangkat tubuh May ala bridal dan setengah berlari membawa masuk ke apartemennya.

"Turunkan saya!" teriak May sepanjang lorong antara pintu apartemen Roaman hingga ia sadar sudah berada di dalam kamar apartemen Ben.

Terdengar ketukan Roaman lebih tepatnya gedoran keras di pintu apartemen Ben, dia tidak percaya ulah menjengkelkan yang dilakukan Benaya, berulang kali ia memaki bahkan berkata tidak senonoh tetapi karena teguran dari tetangga lainnya ia dengan kesal meninggalkan pintu itu lalu masuk ke apartemennya.

Sementara di kamar yang satunya seolah - olah akan terjadi perang besar antar jenderal di medan perang tetapi dimenangkan oleh jenderak wanita itu.

Sambil melototkan kedua bola matanya dan tangan terkepal lalu nada suara yang penuh amarah ia berteriak "Benaya apakah kamu sudah tidak waras, apakah kamu perlu berbuat sejauh ini, tahukah kamu kalau situasi ini membuat saya dan Roaman tidak nyaman, apa sebenarnya tujuan kamu? ".

Cukup lama situasi hening diantara mereka berdua, kemudian Ben duduk di ujung tempat tidur dan meraih telapak tangan May, berusaha mengajak duduk disebelahnya. Berkali - kali ajakan Ben dihempaskan oleh May hingga rasa lelah itu datang benar - benar menguras energinya ia memutuskan untuk duduk, rasa lelah itu membuat dia tidak bisa berpikir dengan baik, tidak bisa menguasai situasi.

"Aku lelah Ben" tanpa sadar air mata mengalir dengan deras dari bola matanya tatapannya semakin nanar tidak jelas melihat wajah Ben.

Melihat situasi itu Ben terkejut dan merasa bersalah ia menyesal mengapa dia tidak bisa menguasai diri, mengapa dia memaksa harus malam ini, mengapa seolah - olah ia menindas May, mengapa dan mengapa bergumul dalam pikirannya.

Jawabannya hanya satu

"Aku cemburu May, aku marah, aku tidak rela berbagi kamu dengan orang lain, aku tidak siap kamu tinggalkan, aku ingin kamu seutuhnya, aku butuh kamu, aku ingin kamu May hanya kamu!"

"Come on, let's behave as a grown man how you might be jealous, you have Magdalena!"

isak May air mata itu semakin deras alirannya membuka luka - luka lama, membuat patahan - patahan baru bagi sayapnya yang sudah mulai pulih. Ia seperti burung dalam kondisi sayap yang patah saat ia harus menerima kenyataan Ben lebih memilih melepasnya, saat patahan sayap itu mulai pulih dan ia belajar untuk terbang kembali ia harus mundur dan mengalami hambatan bagi kebebasannya.

Ben, merangkul May mengusahakan ketemangan bagi jiwa wanita itu dengan pelukannya "Maafkan aku love, maafkan aku sweet heart, maafkan aku bisiknya" tidak ada perkataan lain selain kata "maaf".

Untuk beberapa lama tangisan wanitanya membuat dadanya menjadi sesak, kemudian karena kelelahan akhirnya ia tertidur.

Ia membaringkan dan menyelimutinya lalu tak henti - hentinya dia menatap wajah wanita itu, mencium keningnya dan memeluknya dengan penuh kasih.

"tidurlah sayang, besok kebahagiaan pasti akan menjelang!" ucapnya.

Next chapter