14 E M P A T B E L A S

Meja makan sekarang sudah penuh dengan berbagai macam lauk yang dengan senang hati Nobani sajikan untuk semua keluarganya, Jenniepun sudah duduk dengan tenang disana, kata dokter dia sudah boleh sedikit bergerak, namun masih harus menggunakan kursi roda.

Tak ada Sheno disana, dan itu sukses menjadi pertanyaan untuknya, biasanya anak itu akan tidak hadir dalam makan malam jika dia marah dengan salah satu diantara mereka.

"Shan?"

"Iya Bun?"

"Kamu berantem sama adek?"

"Gak Bun, kenapa?"

"Kok adek gak makan malam?"

"Aku panggilin dulu"

Setelah itu tatapan Jennie terpaku pada pergelangan tangan dan buku-buku jari darivsuaminya, memar dan merah persis seperti tangan yang di genggam kuat dan terluka saat mencoba untuk melepaskan.

"Tangan ayah kenapa?"

Dengan sigap Nobani menurunkan tangannya, mengalihkan fokus istrinya ke beberapa makanan di atas meja saat ini.

Namun bukan Jennie namanya jika menerima pengalihan topik pembicaraan ini, dengan cepat wanita itu menarik tangan suaminya itu.

"Kamu gak berantem ama adek kan yah?"

"Ya gak lah Bun"

"Ini kenapa?"

"Gak papa mending bunda makan dulu"

"Aku tanya kenapa yah?"

"Bunda makan...

"Kamu gak akan ngalihin topik kalau gak ada yang kamu sembunyiin"

"Sayang"

Namun teriakan demi teriakan dari kedua anaknya atas sana membuat suasana menjadi riuh, ada apa lagi malam ini.

"Bunda mau ke Sheno yah"

"Bun...

"Yaudah bisa sendi...

"Oke... Ayah anter"

Dengan cepat lelaki itu mengendong Jennie menuju kamar anaknya itu, dan betapa kagetnya Jennie melihat kamar yang tak lagi beraturan, Jennie hafal betul dengan sifat anaknya itu, Sheno yang dingin dan penuh dengan emosi, namun yang jadi pertanyaan ada apa dengan anak bungsunya itu.

"Yang lain keluar dulu, biar Bunda yang ngomong"

Tak ada yang berani membantah, Jennie selalu mengintimidasi siapapun jika sedang diliputi emosi, dan lihat lah sekarang Sheno yang garang berubah menjadi kelinci yang lemah tak berdaya jika berada di hadapan ibu 4 anak itu.

"Ada yang adek mau ceritain ke Bunda?"

Namun diamnya Sheno membuatnya merasa memang ada yang salah dengan Sheno nya, sorot mata tajam dan nafas tersenggal menandakan ada emosi di dalam sana.

"Gak ada Bun"

"Bunda gak maksa adek buat cerita, kalo adek sesak banget rasanya bunda siap dengerin"

Tak ada jawaban dari lelaki itu, Sheno tak ingin menambah lagi masalah untuk kakak sulungnya, dia tau betapa sulitnya Lisa menjalani hidupnya selama ini.

"Kalau adek punya masalah sama siapapun itu, jangan di pendem ya nak, ada bunda"

"Jangan pergi bun"

"Bunda disini sama kamu"

Selepas itu hanya pelukan dan derai air mata yang menemani mereka berdua, Jennie paham betul isakan itu begitu menyakitkan, Sheno hanya menangis jika dirinya dan Lisa terluka, jika saat ini dia tidak apa-apa, pasti kesedihan anak bungsunya ini untuk Lisa, anak pertamanya.

"Kakak sayang banget sama adek, jagain kakak ya dek, bantuin Bunda"

"Pasti Bunda"

🔺🔻🔺

Malam ini masih sendu, hujan sedari tadi siang belum juga reda, Lelaki paruh baya itu memandangi rintik hujan yang dengan ramai jatuh ke tanah, menghisap batang demi batang rokok untuk menghilangkan pusing di kepalanya.

Jennie memperhatikannya, lelaki itu akan kembali menghisap benda sialan itu kalau mengalami banyak masalah, sementara dia tau restoran milik lelaki itu bahkan sedang jaya-jayanya, dia yakin ini semua bukan masalah bisnis melainkan jauh lenih buruk dari itu semua.

"Aku hamil dan kamu masih ngerokok"

Dengaj secepat kilat Noban membuang puntung rokok itu keluar jendela, menunduk sedemikian rupa, menghilangkan gugupnya disana.

"Kayaknya berat ya yah, ada apa?"

"Bunda seharusnya di kamar aja ngapain jalan keluar"

"Bunda sangat amat sehat hari ini, lagian disuruh bedrest nya juga seminggu aja"

"Tapi tetep aja Bun..

"Jangan ngalihin pembicaraan"

Jennie mendekat, mencium bau alkohol yang sedikit mengganggu indera penciumannya, suaminya kembali meneguk minuman haram itu ternyata.

"Ginjal kamu cuma satu dan kamu minum minuman sialan ini lagi Ban"

"Sa... yang"

"Kamu apain lagi anak aku?"

"Maksud kamu? Aku gak apa-apain Sheno"

"Bukan Sheno"

"Lisa ngadu?"

Tepat sasaran, Jennie sudah menduga masalah ini pasti ada kaitannya dengan anak sulung mereka.

"Bahkan aku gak bilang Lisa"

"Ya pasti kamu ngarah ke dia lah"

"Berhenti Ban"

"Kenapa kau harus berhenti? Aku dan kamu hampir kehilangan anak kita gara-gara dia"

"Bukan salah dia"

"Ini salahnya, kenapa dia nolak nemuin kamu, dan sampe bikin kamu sakit kayak gi...

"Dia cuma gak pengen Shani tambah benci sama dia kalau dia masih temuin aku Noban, kamu ngerti gak sih"

Tak ingin berdebat lelaki itu meninggalkan Jennie dengan sejuta amarah di dirinya, bahkan untuk mendengar saja dia tak punya waktu, apa lagi untuk berubah.

Jennie terdiam, meluruh dilantai, apa yang harus dia lakukan untuk keluarganya, dia terlalu takut ini akan semakin hancur, hubungan Lisa dengan Nobani pasti lebih buruk lagi ke depannya.

"Andai kamu tau Ban, aku nyesel punya anak dari kamu"

🔻🔺🔻

Lantunan lagu SAM KIM menggema di telinganya, lirik yang begitu menggambarkan keadaanya saat ini, masih malam yang sama dengan cerita yang sama, dia sendiri memeluk rasa kecewa, bahkan untuk membuat dirinya jauh lebih baikpun dia tak mampu.

Luka itu sudah diobati, namun rasa sakitnya masih sama, Lisa sesekali tersenyum mengingat betapa mengerikannya kejadian tadi pagi, tapi tak apa toh dia masih selamat kan, tuhan masih mencintainya.

Keluarga ini hangat, Rose dari tak hentinya memeluki tubuhnya, begitupun Ali yang sudah terlelap di kakinya, jangan lupakan Salsa yang dengan tenang ikut mendengkan lantunan lagu dari playlist seorang Aleesha, dirinya bersyukur mempunyai satu keluarga lain yang benar-benar peduli padanya.

"Ca..

"Hmmm? Lo udah lapar lagi?"

"Suujon banget lo ama perut gue"

"Ya kan kali aja, gue laper lagi masalahnya tapi gue males masak lagi, capek Jessica jung"

"Cih, muka ama keset musala samaan sok sok mau mirip Jessica jung lagi lu, lagu lu pera"

"Eh gini-gini gue tu paling cantik di keluarga gue, kalo gak ada Jennie"

"Jangan ngimpi ketinggian lo, ntar ketemu tuhan, mak gue lebih cantik dibanding lo burik gini"

"Bener-bener ni ya anak si Jennie ni, gak ada sopan-sopannya sama gadis anak satu kayak gue ni"

"Mama diem"

Itu Ali dan Rosé, ya Salsa begitu mengganggu sekarang.

"Pffffttt berisik sih lo"

Lisa menyukai bibir manyun pertanda kesal itu, Salsa wanita yang dingin di luar namun hangat di dalam, siapavyang menyangka perempuan irit bicara ini begitu cerewet kepada semua anggota keluarganya, bahkan kalau di ceritakan tentang dirinya tidak akan ada yang percaya dengan itu semua.

"Jangan coba pergi dari gue ya Lis"

"Hmmm...

"Seburuk apapun keluarga lo, mereka tetap keluarga lo, seenggak nyamannya lo sama mereka lo masih punya rumah yang lain untuk pulang, lo ngerti kan maksud gue?"

"Bahkan kalian satu-satunya rumah tempat kemana gue harus pulang"

Setiap mulai pasti ada selesai, tidak mungkin seseorang akan berlama-lama dalam cerita yang mereka sendiri sudah tau akhirnya akan seperti apa.

avataravatar
Next chapter