6 Chapter 5

---

Happy reading ....

***

Selepas Ara berkata ingin meminta nomor teleponnya, dilihatnya Abe hanya terdiam, setelah itu siapa sangka jika ternyata laki-laki itu benar-benar memberikan nomor ponselnya.

Ara menampilkan raut wajah terkejut, siapa yang tidak terkejut coba, karena jujur saja, ia terkejut dengan tindakan spontannya tadi dan respon Abe yang secepat ini.

Abe mengeluarkan bolpen yang kebetulan ada di sakunya dan langsung menuliskan nomor kartu-nya di lengan kanan Ara.

"I-ini?" ini terlalu mudah, Ara masih mengerjap-ngerjap tak percaya.

Terlihat Abe sedang menuliskan beberapa deretan angka yang berbeda disana.

Selesai, ia memasukkan kembali bolpennya, laki-laki itu tersenyum singkat.

"Aku tunggu telfonnya." setelah itu ia berlalu dari sana, meninggalkan Ara yang masih melongo.

Astaga jantung!

Masih hening beberapa saat, Ara masih harus mengumpulkan seluruh sukmanya. Tetapi tak lama dari itu, tiba-tiba dengan spontan gosokan kasar di lengannya membuyarkan alam sadarnya.

"Ih Gibran apaan sih lo!" protesnya seraya memelototkan mata.

Kaget, jelas saja. Karena Gibran tiba-tiba menggosok keras lengannya. Ara berusaha menarik tangannya sekuat mungkin—tetapi tenaga Gibran jelas lebih kuat.

"GIBRAN SAKIT!! LO GILA?!"

Gibran masih saja tak mendengarkan, ia seakan tuli dengan lingkungan.

"GIBRAN!!!"

Akibat terlalu kesal, dengan satu kali sentakan keras akhirnya tangannya bisa terlepas dari cengkraman tangan Gibran.

Gibran pun seakan tersadar, lalu raut wajahnya yang tadinya terlihat garang berubah pias seketika.

"A-ara"

"Lo kesurupan ha? Apaan sih lo, gak lucu tau gak!"

"Bu-bukannya gitu"

Ara masih diam, ia butuh penjelasan.

Melihat itu Gibran menghela nafas kasar.

"Gue cuma gak mau lo punya hubungan sama dia!"

Ara mengernyit tidak suka,

"Gue gak bakalan mati meskipun gue deket sama dia, gak usah berle-"

"Gue gak suka." Gibran cepat memotong ucapan Ara.

Ara kembali terdiam, selanjutnya ia mengucapkan sebuah kalimat yang Ara tahu pasti itu akan benar-benar membuat hati Gibran mencelos ketika mendengar ucapannya.

"Gue gak peduli, emang lo siapa? . " finish, Ara berkata final lalu pergi berlalu dari sana.

punggungnya mulai tertelan jarak, sedangkan tubuh Gibran masih terpaku ditempat.

Gibran masih berusaha mencerna apa yang dikatan Ara barusan.

Ya benar, ia siapa.

Ara hanyalah adik kelasnya, sedangkan ia hanyalah kakak kelas yang selalu mendamba hatinya. Tetapi apakah selama ini perempuan itu tidak menyadari perasaannya? atau mungkin dirinya yang terlalu pengecut untuk mengungkapkan semuanya padanya.

Ya, mungkin saja, mungkin saja semuanya akan berbeda jika perempuan itu tau perasaannya.

Tapi bukan ini, bukan ini masalahnya, bukan ini yang ingin dia jelaskan. Sungguh Gibran tak pernah mempermasalahkan apa pun itu tentang perasaannya, hanya saja ... entah mengapa ia cukup kacau akhir-akhir ini.

***

"Anjing, gue kesurupannn gilaa!" Ara berteriak sembari berlari menghampiri tuyul-tuyulnya.

"Apaannn ada apaan anjimm!!" teriak Galon juga yang langsung mengguncang-guncang bahu Ara.

"Cih, liat-liat, mereka emang sudah seharusnya masuk rumah sakit jiwa tau gak." bisik Momo pada Roby dan Didot yang terlihat juga sedang berkumpul disana.

Didot dan Roby pun hanya bergidik ngeri melihat itu, lalu mereka berdua beralih meneruskan mabar permainan subway di HP nya masing-masing.

"Lo tau gak Lon... Gue dapet nomor Hp kak Abe kamprett!!!" seru Ara yang lagi-lagi ia harus berteriak. Tetapi entah mengapa kali ini Momo juga ikut antusias.

"Beneran lo anjir?" tanyanya.

"Iya lah."

"Dan lo lo semua pada tau gak?"

Ara menggantung ucapannya,

"Gue di kasih langsung kadalll!!" saking senangnya Ara melompat melingkarkan tangannya di bahu Momo. Sedangkan Galon yang tadinya Antusias berubah malas seketika.

"Gue kira lo dapet lotre!" ungkap Galon.

"Dih"

"Uuuuuu gue ikut seneng, sikat aja langsung !!" seru Momo.

"Oooo kalo itu mah udah pasti kali Mo. Gue chat ni ya sekarang."

Perempuan itu sangat senang sekali hari ini, walau lengannya masih merah dengan tulisan bolpen Abe yang sudah sedikit samar, tetapi tak dapat di pungkiri suasana hatinya terus berbunga-bunga sampai sekarang.

Ara hendak merogoh ponselnya jika saja suara Momo tidak mengistruksinya untuk berhenti.

"E-eh ya jangan agresif juga kali, udah ah nanti malam aja."

Ekspresi Ara yang tadinya bersemangat langsung atep seketika.

"Yah... Udah gatel ni Mo."

Refleks Momo menjitak kepala Ara.

"Nape gatel? Kenak ulet lo? Abis main di pisang pisangan lo?." celetuk Didot.

Ara hanya menatap tajam Didot setelah itu ia membuang muka malas.

"Iri aja lo!"

"Kenapa tangan lo Ra?"

"Abis digigit Anjing"

Ctalk!

"Aw sakit bego!"

Ara hanya meringis, ia mengelus-ngelus jidatnya, terkadang Roby memang bisa se kurang ajar ini, padahal umur mereka hanya terpaut beberapa bulan saja.

Oke abaikan , Roby serius mode on.

"Jadi gini... "

"Si Gibran ya?!" celetuk Didot tiba-tiba.

Ara melotot horor, bagaimana bisa bocah ini tau.

"Kok lo bisa ta—"

"Tai? iya lah," potong Didot lagi. Sebenarnya saat itu, Didot tak sengaja melihat adegan mereka bertiga kala ia terburu-buru di suruh Bu Susi untuk mengembalikan buku ke perpustakaan sekolah. Seharusnya Didot menampar Gibran saat itu, tetapi ia sadar, Ara juga butuh prifasi. Perempuan itu pasti akan bercerita jika dia menganggap mereka semua adalah temannya.

"What? Gibran?." Momo terperanjat kaget.

"Eh? Beneran?" kali ini Galon juga ikut terkejut.

Ara memutar bola matanya malas.

"Tau ah, males gue cerita. Tu orang kayak syirik gitu gue deket sama kak Abe. " Ara menggerutu kesal.

Lainnya hanya bisa diam melongo.

"Dih mulut lo, dia pasti punya alasan kali Ra, apalagi dia satu kelas kan sama Abe" celetuk Roby membuyarkan keheningan.

"Dih, apaan. Sejak kapan dia bisa ngatur-ngatur gue"

Ctalk!

"Aw... Lu mah suka banget dah mukul pala gue, kalo gue jadi bego gimana?!"

Ara semakil kesal, entah mengapa Roby suka sekali menyentil kepalanya.

"Lu mah emang udah bego!"

"Dengerin ya Ra, Gibran tu suka sama elo. Lagian Gue tu lebih setuju lo sama dia kali, dari pada lo terus terusan sama cowok gak jelas di luar sana. " lanjut Roby.

"Emang lo kakek gue, gue juga gak butuh kali ya, restu dari lo."

Ara menghela nafas pasrah. Roby akan memulai lagi halunya.

"Udah-udah, ih apaan sih Rob! Suka suka Ara dong mau deket sama siapa." Momo berusaha melerai mereka berdua, ketika dilihatnya Roby hendak melontarkan pembelaan dirinya lagi.

"Iya ih, mentang-mentang lo Cs-an sama Gibran kan." kali ini Galon juga bersuara, dari caranya bicara ia seperti punya dendam tersendiri pada Roby.

"Bukannya gitu, gue rasa Abe muka-muka bajingan tu orang."

"Astaga naga, akang Roby kalo saya bilang diem, diem ya." sanggah Galon.

Mendengar itu, Roby hanya diam berdecak, rasanya, ia ingin sekali memutar mulut Galon.

"Udah-udah, apaan sih." Lerai Didot menyudahi.

"Apa perlu kita keroyok juga tu Abe?" lanjutnya yang langsung di hadiahi geplakan oleh Ara.

"mulut lo jahanam banget sih?"

Didot hanya menyengir.

***

Di depan cermin Ara sendirian mondar mandir tak jelas sedari tadi, tangannya begitu gugup menekan tombol send di layar HP nya. padahal ini bukanlah pertama kali ia menggunakan benda pipih itu, tetapi entah mengapa rasa-rasanya saja ia seperti akan mendapatkan surat drop out dari sekolah.

Hai kak, aku Ara ☺

Bodo amat, oke terkirim dan ... online.

Jantung Ara sudah menggedor-gedor ingin keluar dari sangkarnya. ini Abe mahesa bukan? kenapa reaksinya harus lebay banget sih jantung, please deh ya dia bukan bu Susi guru BK.

Sekitar kurang lebih lima menit sudah berlalu, tapi ceklis dua masih saja tak ada perubahan. Jika untuk Abe, Ara memang berusaha untuk sadar diri, mungkin saja stok wanitanya bukan cuma Ara satu-satunya perempuan good looking yang mengirimnya pesan bukan? apalagi mereka baru saja beberapa kali bertemu.

Berbicara tentang perempuan, kira-kira apakah Abe tidak mempunyai seorang kekasih, jika visualnya saja sudah seperti itu, tak bohong, pasti akan ada banyak perempuan yang dengan senang hati akan mengantri dirinya. Atau mungkin saja ... dia seorang gay? , ngaco! ya ga mungkin lah.

Sepuluh menit, dan tanda online tadi sudah tak lagi terlihat disana, what?!, diabaikankah?. Ingin rasanya ia menyepam umpatan pada Abe jika saja di detik kemudian tidak ada ceklis biru yang tiba-tiba terlihat di pesannya. Matanya melotot kaget, jantungnya tiba-tiba bermaraton sekarang, entah mengapa keringat dingin tiba-tiba juga dengan senang hati mengucuri dahinya.

Ara masih setia cemas-cemas menunggu jawaban, tetapi centang biru tetap saja masih terlihat di sana, seakan-akan menunjukkan lawan bicara yang tak berselera merespon pesannya.

ha gak selera? hellooo gue Ara asal lo tau jantan!

Ara mengetik pesan lagi.

yakin read doang nih kak?

Dan lihat sekarang, tanda itu sudah menjadi ceklis satu dan waktu terakhir dilihat sudah terukir bangsat di atas room chat.

Untuk kali ini saja tuhan, tolong ampuni aku.

helloo

Hai

Apa kabar

Helloooo

astagfirullahaladzim

kak!!

anjing banget gak sih

Bajingan

Ara dongkol sendiri, baru kali ini ada orang yang secara terang-terangan mengabaikan pesannya. Dia pikir dia siapa.

kamu ini benar-benar berdosa banget

kadal

bajingan

bangsat

astagfirullahaldazim

anjing!

Dan masih banyak umpatan-umpatan lain yang Ara lontarkan disana, lihat saja lelaki itu pasti akan menyesal setelah ini, Ara yakin itu, dan satu lagi, ia bodo amat meskipun ketiga temannya akan mengeroyok laki-laki ini, Ara sudah tidak mau peduli lagi, jujur saja ini sangat melukai harga dirinya.

Ara melempar HP nya sembarangan, lantas mengikat surainya yang acak-acakan dan langsung keluar berlalu dari kamarnya seraya membanting pintu dan menghentak-hentakkan kakinya kesal.

Di tangga Ara sedikit mempercepat langkahnya ketika suara ketokan pintu dan teriakan suara cempreng Momo terdengar nyaring di luar sana. ya, dia memang sekurang ajar itu suaranya.

"Iya... iya tunggu bentar bangsat! gue jambak juga lo lama-lama" seru Ara kesal seraya sedikit berlari.

Ara meraih kenop pintu dengan kasar, hendak mengumpati Momo lagi jika saja wajah seseorang yang sedang berdiri di belakang Momo tidak mengingatkannya pada kejadian dosa dikamarnya tadi.

Ara melotot kaget, sedangkan laki-laki itu hanya berdiri diam disana, bahkan dapat ia pastikan, sepertinya mulutnya itu tidak akan pernah mengeluarkan suara lagi kecuali makian untuk dirinya.

"K-k-ak Abe?"

SIALAN TAKDIR.

***

Tbc

Terimakasih sudah membaca

jangan lupa vote dan komen ya :)

avataravatar