13 WARNA GAIB

~Claude pov~

seperti biasanya, sore hari ini pun ku habiskan dengan bersepeda(jika tidak ada jadwal lain). sudah sebulan berlalu sejak kemah waktu itu. bahkan sampai saat ini aku belum melihat wajah Satu. aku hanya sesekali melakukan obrolan di Line. bagaimana caranya agar aku bisa lebih berani untuk menghubunginya? aku sangat merindukannya, arrgghhh.

"Claude!!" aku mendengar suara yang tak asing itu. dan menghentikan laju sepedaku. lalu mencari objek yang menjadi sumber suara tersebut. itu Satu, aku tersenyum lebar dan agak terkejut.

"wah, kebetulan banget!" Satu berlari ke arahku.

"kebeneran yang ada, hahaa." aku tersenyum melihat wajah satu yang di penuhi peluh, pipinya memerah.

"lu sepedaan di sini? kok gw nggak pernah lihat lu?" Satu mengernyitkan dahinya. sepertinya dia sering jogging sore disini.

"ya, setiap hari. kalo nggak ada jadwal sih gw sepedaan. gw pun nggak pernah lihat lu tuh." seperti katanya, aku pun tidak pernah melihatnya disini.

"udah lama banget ya." Satu tersenyum kepadaku.

"iya, udah lama lumayan." aku pun tersenyum dalam dalam.

"hmm, duduk dulu yuk. lu nggak buru buru kan?" tanya Satu. matanya agak memerah.

"gw nggak buru buru kok." aku pun ikut dengannya.

"mata lu kenapa tu?" tanyaku sambil mengamati mata Satu.

"nggak tau nih, beberapa hari ini mata gw perih. dan sering sakit kepala juga gw." jawab Satu sambil mengucek matanya.

"jangan dikucek, ntar makin merah loh." aku menepis tangannya.

"udah ke dokter?" tambahku.

"udah, katanya sih cuma kecapean sama terlalu sering lihat layar gadget." Satu memalingkan wajahnya ke arah langit.

"tapi gw ngerasa aneh aja akhir akhir ini." Satu melanjutkan.

"aneh gimana maksud lu?" tanyaku tak paham.

"aku ngerasa lain gitu sama penglihatanku." jawab Satu.

"mmmm, maaf nih. tapi apa karena mata lu nggak? itu efek sampingnya." aku menebaknya, kalian tahu kan? mata satu memiliki keistimewaan sendiri.

"gw mikir juga gitu. tapi baru pertama kali sih begini mata gw. kalo gw liat orang orang, ada warna gitu." ucapnya lagi.

"warna maksudnya?". aku makin tidak paham apa yang di katakan Satu.

"gw pun belum ngerti, setiap orang bisa berganti warna. semakin hari, semakin jelas warna yang gw lihat." jelas Satu.

"lu punya indra ke 6 nggak?" aku belum pernah mendengar hal seperti ini sebelumnya.

"lah iya kalo gw indra ke 6 lihat warna warni. indra ke 6 tuh lihatnya setan kali. hahaahaa." Satu tertawa kecil.

"kalo lu bisa lihat warna gaib, warna gw sekarang apa dong?" aku mencoba mengetes Satu.

"pink, warna lu pink sekarang Claude." katanya sambil menepuk nepuk bahuku.

"lah iya warna pink. gw suka warna biru. kok jadi pink sih?" aku menolak warna yang di tujukan Satu kepadaku.

"kayaknya, warna ini bukan suka atau nggak nya seseorang ke warna itu deh." Satu terdiam sesaat. dia belum tahu pasti apa maksud dari warna gaib yang di lihatnya itu sendiri.

"gw juga nggak paham." Satu menambahkan dengan nada datar.

"hebat lu Satu, ini kemampuan yang nggak di miliki banyak orang. mungkin ini semacam kemampuan telepati atau hal lain. dan nggak di miliki oleh orang lain. lu beruntung tu. pasti dalam waktu dekat lu tau maksud warna warna itu." aku menyemangati Satu. wajah Satu nampak lebih bersemangat dari sebelumnya.

"mmmm, kalo boleh tau. lu udah berapa lama bisa lihat warna gaib itu?"

"dari 8 hari yang lalu. pas waktu bangun pagi, mama gw teriak dari dapur nyuruh cepet² sarapan. pas gw udah di dapur. gw lihat warna merah gitu di belakang mama gw. gw kaget, teriak teriak ke mama gw, ada hantu merah gitu. mama gw malah makin marah, itu warna merahnya makin jelas. gw pingsan, setelah itu. pas gw sadar gw lihat warna abu abu di belakang orang orang sekitar gw. mama, papa dan dokter saat itu. gw ngerasa suram aja. gw udah bacot di sana itu apa. tapi mereka nggak lihat." Satu terdiam sejenak dan melihat ke arahku.

"tuh warna lu berubah jadi abu." Satu menunjuk ke arahku.

"warna itu posisinya dimana?" aku bertanya.

"gimana ya jelasinnya, ada di sekitar lu gitu, warnanya transparan, tapi gw bisa lihat." jelas Satu meyakinkan.

"kalo lu kesepian, lu bisa cerita kok ke gw. siapa aja yang udab tahu tentang ini?" tanyaku.

"lu, sama orang² terdekat gw. tapi, yah mereka malah bilang gw gila." Satu tampak murung.

"jangan sedih dong, mereka kan nggak punya kemampuan itu. dan kemampuan itu jarang di temui. karena mereka nggak tau, makanya mereka nggak percaya." aku mencoba menghibur Satu kembali.

"kalo lu? emangnya lu percaya?" satu menatapku dalam.

"gw pasti percaya sama lu tu." aku tersenyum padanya. dan dia membalas senyumku itu. kami terdiam dan menikmati udara sore serta orang orang yang berlalu lalang.

jam tanganku sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB. sore sudah hampir berakhir. aku mengantar Satu pulang dengan memboncengnya di atas sepedaku. Satu yang sangat beruntung, dan aku juga yang sangat beruntung karena mengenal Satu.

avataravatar
Next chapter