18 SEPERTI WAKTU ITU

~Satu pov~

(Praktek Psikolog, hari Rabu, pukul 17.00 WIB)

"uahhh... Satu! apakah masih ada pasien?" kak Levin meregangkan tulang punggungnya, tangannya terangkat ke atas.

"nggak kak, pasien yang barusan, pasien terakhir sore ini kak." aku menjawab datar, sambil menyusun beberapa berkas file yang berantakan di meja kerjaku.

aku bekerja paruh waktu di sebuah tempat Praktek Psikolog. aku sebagai asisten seorang psikiater disini. namanya Levin Parker. Psikiater yang berusia 28 tahun. ia berdarah campuran Amerika - Indonesia. aku sudah bekerja dengannya selama 7 bulan. aku melalui beberapa tes, hingga akhirnya diterima karena aku mengatakan kelebihan yang aku punya.

beragam pasien telah aku temui. pasien yang mentalnya sedang terganggu dan bahkan pasien yang hanya meminta solusi atas masalahnya. bahkan kak Levin pernah hampir terkena serangan seorang pasien yang membawa senjata tajam. untung saja satpam segera datang. banyak pengalaman yang aku dapat selama bekerja paruh waktu disini. aku bekerja bukan dengan alasan membutuhkan uang. aku hanya ingin lebih mengasah kemampuanku, untuk memahami setiap warna yang ku lihat dari seseorang. dan lagi, pekerjaan ini sangat cocok dengan jurusanku di kampus.

"Baiklah, kalo nggak ada pasien lagi. kamu boleh pulang Satu." kak Levin mempersilahkanku untuk pulang terlebih dahulu.

"baik kak." aku mengambil jas kerjaku dan tote bag ku.

"oiya, data pasien hari ini tolong di rekap ya Satu." kak Levin mengingatkan.

"oke kak, itu mah pasti ingat. hehe" aku tertawa kecil.

"selamat sore kak." sambungku tersenyum.

"sore." kak Levin menjawab singkat dan berjalan lebih dahulu meninggalkan ruangan praktik.

"huaahhhh, hari yang melelahkan." gumamku.

aku langsung bergegas keluar meninggalkan tempat praktek. udara yang sejuk. banyak sepeda yang berlalu lalang. aku mengeluarkan HP dan mencari kontak Claude. aku akan mengajaknya minum vanilla latte hangat sebelum pulang ke rumah.

"halo~" suara yang sangatku kenal terdengar dari seberang sana.

"halo Claude!" aku menjawab sapaannya.

"Satu, lu udah selesai kerja?"

"yap, udah. hari ini pulang tepat waktu. apa lu sibuk?"

"nggak, gw baru aja bangun tidur. lu masih di tempat kerja?"

"gw udah di depan tempat kerja. gw mau ajak lu ke kafe XX nih. bisa nggak?"

"bisa, lu tunggu aja di kafe nya. atau lu mau gw jemput dulu?"

"nggak, gw langsung ke kafe nya aja."

"oke, tunggu bentar ya."

"sip,, see you Claude."

"see you."

~tut tut tutt. panggilan berakhir.

(kafe XX, pukul 17.30)

aku berjalan menuju kafe XX. jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat kerja ku. hanya 10 menit jika berjalan kaki. aku memasuki kafe tersebut. memesan pesanan seperti biasa. roti croissant dan vanilla latte panas, masing masing dua porsi. Claude tidak akan lama, jadi tidak perlu khawatir jika roti dan minumannya dingin.

setelah memesan, aku berjalan ke arah bangku yang biasa aku duduki dengan Claude. bangku yang berada di balkon. setelah beberapa menit menunggu, Claude datang. ia menggunakan hoodie dan celana jeans. serta sepatu convers hitam. sangat tampan. pemandangan yang tidak asing bukan?.

"lu udah lama disini?" Claude berjalan ke arahku.

"nggak kok, baru beberapa menit." aku mempersilahkannya duduk.

"wahh, roti croissantnya masih hangat." ujar Claude.

"iya, di makan nih. lu suka banget ini kan." aku menyentil pipi Claude lembut.

"lu tau aja deh. hehehe, gimana kerja lu hari ini?" tanya Claude.

"yah, seperti biasa. lancar kok." aku hanya menjawab datar. dan kembali fokus memakan rotiku.

"lu nggak capek?" Claude khawatir. terlihat dari warna abu abu yang ku lihat.

"ya capek lah. kalo kerja kan emang capek." ucapku agak getir.

"jangan maksain diri dong. kuliah aja udah beban." Claude masih prihatin.

"ya, ini kan ngebantu gw juga buat ngelatih kemampuan gw." aku menjawabnya agar Claude tidak terlalu khawatir.

"iya juga. duhh Saturnus imut banget. pekerja keras. hehhe." Claude mengusap ujung kepalaku.

"yaelah, lebay banget lu bambang." ujarku.

"hahahhaa," Claude tertawa kecil.

angin berhembus, menyibakkan rambutku. setiap kali aku menghabiskan waktu bersama Claude seperti saat ini. di sore hari, angin sepoi sepoi, roti croissant dan vanilla latte panas. mengingatkanku saat pertama kali bertemu dengannya. aku sangat menyukai situasi seperti ini. Claude yang damai mendengar ceritaku. dan juga sabar menerima emosiku saat bercerita. sudah berlalu 3 tahun dari sejak saat itu.

aku menyukai Claude. tapi aku tidak tahu cara menyampaikannya. bagaimana perasaan Claude? aku pun tidak tahu bagaimana perasaannya padaku.

Claudeo Ramatha. nama dari seorang pria yang aku sukai sejak saat pertama kali menemukannya. apa dia juga menyukaiku? biarlah itu menjadi rahasia alam.

"Satu!" Claude mengejutkanku dari lamunanku sesaat.

"duh, kaget." aku menutup wajahku.

"lu sih, pake bengong bengong segala." Claude tersenyum manyun.

padahal objek yang ku sukai sangat dekat jaraknya denganku. dari berjuta kata yang bisa ku pilih untuk menyampaikan rasaku padanya, tapi aku tidak menemukan kata yang tepat. apakah dia akan membalas rasaku padanya?

"lu mikirin apa sih Satu?" Claude mengagetkanku lagi.

"mmm, nggak adaa.. lu ngagetin aja terus." jawabku kesal.

avataravatar