16 BERDEGUP

~Satu pov~

(lapangan SMKn 1, pukul 14.30 WIB)

"Satu, lu kemarin kok nggak bolehin gw datang ke rumah lu?" Xia menarik tas ku dari belakang.

"gw nggak enak badan. dan lagi malemnya si Claude main ke rumah gw." aku berusaha membuang pandangan agar tidak merasa pusing saat melihat banyak warna dari kerumunan siswa dan siswi yang sedang menikmati pertandingan sepak bola di lapangan.

"malming?" sambung Jea.

aku menganggukkan kepala, dan menutup mata.

"lu kenapa? lu masih nggak enak badan?" tanya Jea.

"duh nggak tau nih, gw belom terbiasa aja sama warna yang berbaur satu sama lain." aku menunjuk ke arah kerumunan siswa dan siswi.

Xia dan Jea menarikku ke arah kelas. dan memberiku air botol mineral.

"nih diminum, nanti pake nih minyak telon." Xia menyodorkan minyak telon.

"Saturnus.. gw khawatir banget sama keadaan lu. pantesan aja lu nggak sekolah lebih dari seminggu." Jea mengelus kepalaku.

"gw harus maksain, kalo nggak dipaksa. kapan gw terbiasa sama kemampuan baru gw." aku mengoleskan minyak telon ke atas kulit perut. di kelas hanya ada kami bertiga, teman yang lain sudah pulang dan mungkin masih ada yang melihat pertandingan bola tadi atau sedang melakukan kegiatan ekskul.

"ya udah ayo pulang biar gw yang anter." Jea menyandang tas nya. dan mengambil tasku.

"biar gw yang bawa tas lu." sambungnya.

"lu kuat jalan kan Satu? atau mau gw bopong?" Xia juga sudah bersiap untuk pulang.

"gw bisa jalan kok, tolong gw jalan aja." jawabku lemas.

"lu bawa mobil Je?" Xia menyentil Jea.

"nggak, kak Oliver yang jemput. hehe" Jea tertawa kecil.

aku dan Xia bertatap sekilas.

"cieeee" aku dan Xia kompak menggoda Jea.

kami pun berjalan ke depan gerbang sekolah. sebuah mobil sedan hitam terparkir disana. pengendaranya ada di dalam. aku melihat dari jauh. itu memang kak oliver. kami bertiga pun masuk kedalam mobil kak oliver. aku dan Xia duduk di bangku belakang. dan Jea tentu saja di samping kak Oliver.

"loh, Satu kenapa?" kak Oliver melihatku khawatir.

"dia nggak enak badan yank, kita ke rumah Satu ya. biar aku yang pandu jalannya." Jea menjawab.

aku dan Xia saling tersenyum kecil. kami agak merasa menjadi dua ekor nyamuk yang sedang mengganggu pasangan kencan. duhh, jones (jomblo ngenes) banget ya kami. hahahaa.

(rumahku, pukul 15.00)

"jadi, Satu bisa lihat warna gaib?" Kak Oliver terkejut sekaligus heran.

aku, Jea dan Xia menggangguk kompak.

"apa ada hubungannya sama mata kamu?" sambung kak Oliver.

"nggak paham juga kak, setelah beberapa hati ini, aku selalu lihat warna itu berubah di beberapa orang." ucapku.

"apa tiap orang beda?" tanya Jea tak paham.

"coba lu jelasin sebisa lu. lu cerita ke kami berdua lewat telpon itu, gw nggak paham samsek(sama sekali)" ucap Xia sambil menunjuk dirinya dan Jea.

"jadi, gw tuh lihat warna di posisi daerah kepala seseorang. tapi ada suatu saat dia jadi lebih jelas sampe di sekitar badan seseorang tersebut. dan beberapa hari ini pun gw udah cari tahu nge-googling tentang ini. tapi nggak ada hubungannya sama heterochromia." jelasku.

"warna itu berubahnya kapan?" tanya kak Oliver lagi.

"kalo gw pikir pikir sih, waktu seseorang tersebut berubah moodnya. kalo dia senang biasanya warna pink sampe merah. kalo sedih bisa biru pucat sampe abu. kalo marah merah sampe merah menyala. ya gitu, menurut gw warna yang gw lihat sama mood seseorang tersebut." tambahku.

"berarti lu bisa bedain mana orang yang lagi bohong sama yang enggak dong?" Xia bertanya sambil meminum minuman kaleng yang telah aku berikan kepada mereka.

"gw belom tau juga," aku menjawab ragu.

"wah, ini kemampuan lu bagus banget tu! kalo lu semakin paham sama kemampuan lu. pasti semakin bisa digunakan tuh kemampuan." Jea menepuk nepuk punggungku dan tersenyum semangat.

"iya, kalo gw pikir juga. Satu bisa jadi psikolog. soalnya kemampuannya bisa melihat warna sesuai dengan perubahan mood orang. kemampuan yang sangat langka." kak Oliver pun ikut menjawab.

"ting nong~" suara bel rumah menghentikan percakapan kami.

bik Dewi mempersilahkan tamu yang membunyikan bel tersebut masuk. aku belum melihat siapa itu.

"kak Satu, ini ada temennya kakak yang datang kemarin." bik Dewi berjalan di depan laki laki tampan itu. hahaha, itu Claude.

"Sore Satu." Claude menyapaku dan bersalaman ala cowok dengan kak Oliver.

"duh, maaf ganggu nih. lanjut aja dulu ceritanya." ucap Claude segan.

"nggak masalah kok. cuma bahas warna gaib. hahaha." jawabku.

"berarti boleh gabung dong?" tanya Claude.

tentu saja. Jea, Xia dan kak Oliver juga setuju agar Claude bergabung.

"oiya, btw. kak Oliver ini Claude. temen gw nih kak. satu organisasi PMR. tapi beda sekolah." aku memperkenalkan Claude kepada kak Oliver.

"gw Oliver, pacarnya Jea." kak Oliver berjabat tangan dengan Claude.

"kak Oliver orang paling gede disini, jadi lu jangan kegede gedean yah." aku menunjuk Claude dan tertawa.

"yah elu, gw tau juga kok." Claude menjawabku jutek.

"pacarnya Jea ini dokter hewan. jangan macam macam lu." sambungku lagi.

"wah bagus dong, jadi kalo lu ngamuk ngamuk bisa dibius sama kak Oliver. wkwkwkk" kekeh Claude.

semuanya terkekeh mendengar candaan Claude.

"terus sampe mana ceritanay?" Xia memecahkan suasana.

"oiya, sampe kelupaan." jawabku.

kami kembali ke topik warna gaib. dan hingga membahas liontin yang aku temukan. cerita sore ini sangat membuatku tenang. karna energi mereka membuat warnanya berbaur dengan sempurna. tidak memusingkan. aku tidak sempat bertanya apa tujuan Claude datang sore ini. hingga kak Oliver, Jea dan Xia pulang pukul 17.00 WIB. dan hanya menyisakan aku, Claude dan bik Dewi yang sibuk di dapur.

"lu kapan pulangnya?" aku menoleh ke arah Claude.

"gw masih kangen sama lu?" jawab Claude datar.

"maksud lu?" aku bingung. kenapa kangen ke gw?

"duh, kangen komik komik di kamar lu maksudnya." Claude berlari ke arah kamarku. aku menyusul dari belakang.

"Satu, sini deh." Claude memanggilku dari arah rak lemari komik. dia menunjuk salah satu komikku. aku mendekat.

"kenapa?" jawabku.

"gw mau pinjam, boleh nggak?" tanya Claude.

"ya, tentu aja boleh." jawabku singkat.

"oke deh." Claude mengambil komik tersebut dan langsung duduk di kursi balkon kamarku. pemandangannya sore yang indah. aku juga menyusulnya. aku duduk di kursi sebelah meja kecil yang berapa di antara kursi yang ku duduki dan Claude duduki. aku menutup mata, menghela nafas dalam dan menghembuskannya. aku memalingkan pandangan ke arah Claude. dia sangat tampan, dengan hanya menggunakan hoodie dan celana jordannya. dia terlihat tidak fokus membaca.

"lu kayak terpaksa aja ngebaca komiknya." celetukku.

"gw nggak fokus aja kalo lu lihatin". Claude berdiri di hadapanku.

"kenapa emangnya?" tanyaku.

Claude menyodorkan kepalanya. dekat dengan wajahku. aku memundurkan kepalaku.

"gw pulang dulu ya." Claude berjalan gontai.

"duh, dasar lu. ngapain deketin kepala gitu?" aku menunjuknya dari belakang kesal.

"kenapa? udah mikir yang aneh aneh ya?" Claude menertawaiku.

"ya udah, hati hati di jalan." aku membalikkan badan tak peduli. tapi tetap mengintip Claude yang tetap berjalan gontai keluar rumah tanpa menoleh ke arahku lagi. dasar Claude, gerutuku.

setelah ia berpamitan dengan bik Dewi. Claude melesat mengendarai mobilnya.

kenapa saat Claude menyodorkan kepalanya, jantungku sangat kuat bergetar?. ada apa ini?. berdegup kencang seperti sedang dikejar bebek angsa. sangat aneh.

avataravatar
Next chapter