webnovel

Bab.VIII.Aku Ingin Kembali

Sudut pandang Reswold

Namaku adalah Reswold . Awalnya aku adalah penjelajah dari Serikat dengan peringkat A. Jika dipikir-pikir dalam status penjelajah peringkat A adalah kalangan status tinggi sesudah peringkat S. Jadi, kupikir aku sama sekali tidak mengalami kesulitan yang memadai untuk hidup sebagai seorang penjelajah. Itu mencukupi bahkan berlebih untuk memenuhi kebutuhanku dan keluargaku di tempat aku berasal.

Namun, dua tahun lalu Pangeran Scrall melakukan rekutmen besar-besaran untuk para mage terkhususnya mage sepertiku. Bayarannya cukup mahal yakni lima koin emas dalam sebulan. Itu lima kali lipat penghasilanku saat aku menjadi seorang mage dari serikat penjelajah. Jadi , selama dua tahun ini, aku sudah mengumpulkan 120 koin emas yang pasti akan membuat aku menjadi orang kaya baru di kota. Aku bahkan telah membeli sebuah vila di pinggir kota dan memindahkan anak isteriku kesana.

Itu adalah hari seperti biasanya sesudah kami menerima perintah untuk menghadang tentara kerajaan yang menyusup ke wilayah Mugell Valley. Itu pada awalnya adalah pertempuran yang mudah. Yang mana kami tidak kehilangan satu ekor serigala gunung pun sejauh ini.

Namun, tiga hari kemudian sebuah suara ledakan keras menggelegar di sekitar zona perang dan pembantaian sepihak yang kami ciptakan awalnya. Suara keras seperti itu membunuh serigala yang kami jinakkan satu persatu.

Di manapun suara itu mengelegar, pasti akan ada serigala yang jatuh dan mati seketika. Aku tidak tahu pasti jenis sihir apa itu. Yang jelas, sesaat aku mengirim penerawanganku pada salah satu serigala yang kujinakkan, suara itu membawaku pada sosok pria dengan stelan army coat yang mengarahkan moncong semacam tongkat sihir ,dan meledakkan setiap kepala dari serigala yang kami jinakkan.

Pria itu tampak seperti iblis yang pendiam sambil terus mengambil nyawa serigala kami. Mata dan rambutnya merah, layak bagi pasukan kami memberinya julukannya sebagai si Iblis Merah Pendiam.

Itu hanya beberapa saat setelah kekalahan kami di lembah bebatuan. Jadi kami memutuskan untuk mundur dan mengatur ulang strategi dan menyerang balik. Setidaknya ada dua belas mage sepertiku. Dengan buru-buru kami mengemas perlengkapan dan berusaha mengevakuasi semua yang ada. Hanya saja, beberapa teriakan dan suara yang sama dari iblis yang sama dari luar tenda membuatku sadar bahwa tidak ada tempat untuk bersembunyi dan lari dari Iblis Merah Pendiam ini.

Aku mendapati keseluruhan mage sudah mati karena kehilangan nyawa dari dari benda aneh si Iblis merah pendiam yang dengan cepat sudah menemukan persembunyian kami.

***

Sudut Pandang orang pertama.

Aku mengintai dari balik bebatuan yang ada di puncak tebing. Dengan jelas di bukit terdapat setidaknya 3 tenda yang cukup besar dengan orang-orang berpakaian seperti pendeta di sekitarnya. Aku meminta Harley untuk memastikan bahwa orang-orang ini adalah orang yang dimaksud sebagai Mage Penjinak.

"Tidak salah lagi, pengikat di leher mereka adalah bukti kalau mereka mage penjinak." Kata Harley yakin.

Sementara di belakangku setidaknya 15 orang sudah termasuk reguku, bersiap melakukan penyerangan. Memulainya dengan serangan panah, kami kemudian menerjang perkemahan musuh. Sambil terus kutembakkan senjata api buatanku ke kepala musuh yang saat itu tidak siap diserang. Mereka yang tidak menyadari kami telah mengetahui lokasi perkemahan mereka secepat ini yang tanpa pertahanan dibantai oleh pasukanku.

Kupikir ini akan menjadi mati yang tidak menyakitkan bagi mereka. Pasukanku bahkan memotong dan memenggal kepala dari mage yang hampir sekarat dengan emosi yang meluap.

Itu tentu saja normal, bukan? Mengingat bahwa apa yang mereka lakukan terhadap kami adalah pembantaian yang sama seperti yang kami lakukan sekarang. Jadi, wajar kami melakukan hal yang sama. Setidaknya sebelas mage penjinak dieksekusi mati dan satu kami jadikan tawanan untuk menggali informasi.

***

Kamp Batalion 301

[Sudut Pandang Mayor Vida]

Itu adalah keberhasilan dari kelompok lima belas regu yang dianggap Kolonel Alan cukup berhasil. Pria ini bagaimanapun aku melihat, Alan Havey adalah orang yang cukup jujur pada bawahannya. Begitu kelompok yang dikirimnya hanya tersisa tiga puluh orang atau tak lebih dari enam regu.

Dia dengan prihatin merangkul sisa regu yang ada sambil mendengar laporan dari pemimpin regu yang tersisa.

Pria yang berdiri di hadapannya saat ini adalah perwira rendah yang semalam tiba. Dengan pakaian di penuhi noda darah yang mengental pria itu dengan mantap memberikan laporan.

"Lapor, Pak! Pembersihan terhadap serigala dan penyihir di Valey telah dilaksanakan. Melakukan perintah selanjutnya!" Pria itu dengan matang memberi laporan sambil memberi hormat sebagai seorang prajurit.

Kolonel Alan Havey hanya mengangguk,"Baiklah kalian kembali ke tempat dan bersiap-siap untuk penyerbuan pertahanan musuh besok."

"Siap Pak!" Pria itu melangkah mundur sambil kembali ke perkemahan.

***

Malam ini aku tidak dapat tidur. Tenda tempatku yang sebelumnya diisi oleh enam orang sekarang hanya diisi olehku saja. Jika kupikir-pikir, orang-orang itu juga terdapat dalam regu yang dikirim pertama. Aku mungkin tidak menemukan mayat mereka secara layak di pertempuran dengan serigala tadi.

Namun, dalam pikiranku selalu terlintas, bagaimana jika suatu hari nanti akulah yang berada diposisi yang sama seperti mereka? Dimakan serigala atau monster , atau hal yang paling dekat terbunuh di medan perang. Aku sudah pernah merasakan sakit bagaimana mati sebelumnya. Hanya saja, ketakutanku untuk mati justru bertambah.

Aku hanya bisa menelan ludah. Ini sedikit pahit memang. Kenyataannya , aku terbuang di suatu tempat yang kelihatannya aku tidak dapat menghindar dari peperangan.

"Aku ingin hidup lebih lama."gumamku.

Aku kembali berkaca terakhir kali granat menghancurkan tubuhku saat belum genap dua puluh dua tahun. Jika kupikir, saat ini tubuh ini berusia sama. Setidaknya aku ingin hidup setengah masa lebih lama dari waktu aku mati sebelumnya.

Mengenang kembali ingatanku,tanpa kusadari tetesan air keluar dari pelupuk mataku.

Apakah aku bersedih?

Itulah pertanyaan pertama yang terlintas dalam kepalaku. Ini tidak mungkin. Kupikir ini adalah salah satu bagian dari emosi karena aku takut mati dan merindukan tempat asalku.

Ibu, Helena adik perempuanku dan Jacob adik lelakiku. Aku tidak memungkiri kalau aku memang merindukan mereka.

Aku berharap dapat memutar waktu dan menghentikan perang bodoh saat diktator akan memulai semua kegilaannya. Yang pasti aku tidak akan dikirim ke kamp militer di Koln dan tak berakhir di Stalingard.

Aku ingin kembali... Aku ingin menjadi petani melanjutkan ladang yang ditinggalkan ayahku, aku ingin memakan masakan dari bubur gandum dengan roti buatan ibu. Aku ingin melatih Jacob menjadi pengembala domba kami yang baik dan menyekolahkannya.

Yang terpenting aku ingin melihat Helena menikah dengan seorang pria yang mencintainya seperti mimpi ayahku.Yang mana aku akan menjadi petani yang sukses dan mendidik adik-adikku.

Aku ingin kembali…

Next chapter