7 Bab.VII.Menghadapi Iblis Valley

Dalam infiltrasi, setidaknya terdapat lima regu yang masuk menyusuri lembah tandus bebatuan. Dari lima belas dibagi menjadi tiga gelombang.

Aku dan empat regu lain bergerak paling akhir. Skala perbedaan yang menjadi tolok ukurnya, adalah jam pasir yang memang biasa digunakan sebagai acuan waktu di dunia ini.

Beruntungnya, kami masuk dibarengi dengan matahari yang mulai terbit di timur. Jadi pencahayaan mulai sedikit memudahkan kami untuk melalui lembah bebatuan.

Hanya saja, cahaya itu tidak menjadi semacam kenyamanan. Di sisi lain di sepanjang lembah secara perlahan cahaya menunjukkan betapa mengerikannya kondisi saat ini. Aku hampir menggigit lidah, begitu mendapati monster-monster berdiri ganas. Hanya beberapa meter dari posisi pasukan gelombang akhir masuk.

Yah...

Di hadapan kami saat ini berdiri lebih dari puluhan serigala, setinggi tiga meter dengan lahapnya menyantap pasukan yang melawan ataupun tidak dapat melawan lagi. Gerombolan serigala itu ,melompat pada pasukan gelombang awal. Yang tampak sudah dipangkas jumlahnya, menjadi dua pertiga. Sementara gelombang sisanya, berusaha melawan serigala-serigala yang berlumuran darah dimulutnya dengan segenap tenaga yang mereka masih miliki.

Hanya saja, jumlah kami yang lebih dari seratus orang tidak menjadi keunggulan di sini.

Monster itu dengan mudah melompat pada regu satu ke regu yang lain sambil membenamkan taringnya yang tajam pada baju jirah prajurit malang, dan membagi badan mereka menjadi beberapa bagian. Sementara yang lain , kelihatan ketakutan dan tak dapat menggerakkan kaki dan tangannya. Yang lain mungkin dapat melawan, hanya saja keganasan serigala-serigala bewarna hitam seperti malaikat pencabut nyawa yang siap mengirim mereka ke neraka.

Beberapa jeritan di balik cahaya matahari kemerahan yang muncul menjadi pembantaian sepihak oleh monster yang dikenal sebagai Iblis dari Valley.

"Apa yang terjadi disini?" gumamku pelan, rasa sesak dari dadaku mencuat.

Aku hampir memastikan , hanya tersisa lima regu dari pembantaian yang membuat bulu kudukku langsung merinding ketakutan.

"Pak!! Kita harus mundur!!" Donald bersuara keras sambil memasang kuda-kuda menahan serangan, dari serigala yang menyerang dan menggigiti tepi pedangnya. Sementara Regi dan Marco ikut, menyerang seekor serigala dengan taring yang sama panjangnya dengan anak panah.

Sementara tepat di sampingku bau amis sedikit mencuat dari celana yang dikenakan oleh Virche yang berdiri ketakutan.

Apakah wanita ini mengompol? Ya, kurasa itu wajar saja dia mengalami hal seperti itu. Mengingat yang di hadapannya sekarang berdiri monster-monster, yang menganggap kami seperti sarapan pagi bagi mereka.

Berapa kalipun ketiga bawahanku menyerangnya, serigala itu sama sekali tidak mengalami kerusakan yang cukup untuk membuatnya mundur. Bahkan serigala ini melemparkan tatapan mata, yang orang-orang lapar kebanyakan miliki.

Aku tidak boleh takut,gumamku. Hanya, kaki-kakiku ini hampir saja tak dapat menahan tubuhku. Keringat dingin mengalir deras berusaha membuang segala ketakutan yang kumiliki. Yang harus kulakukan pertama adalah, untuk tidak takut.

Ya benar. Makhluk di hadapanku sama sekali bukan apa-apa dibanding ekspansi pasukan musuh di Uni Soviet. Jadi, aku hanya perlu memusnahkannya seperti menembak buruan di hutan tempat asalku.

Ya, itu benar. Sekali lagi aku menguatkan tekadku. Serigala ini hanya memiliki ukuran yang jauh lebih besar dengan serigala yang biasa mengganggu domba di desaku. Ini bukan masalah.

Aku mengacungkan senjata yang ditempah oleh Giberno. Yang subuh tadi magasinnya ku isi penuh.

*Ledakan

Suara keras dari letusan senjata menggema sekeliling lembah. Suaranya memang sedikit lebih keras daripada biasanya. Aku ingat posisi lembah ini membuat suaranya bergema sedemikian rupa. Sehingga seluruh perhatian serigala, beralih pada kelompok kami.

Peluru menembus leher dari serigala itu, tetapi tidak cukup merobohkannya. Tatapan dari makhluk itu bahkan seperti terbakar menerima luka di lehernya. Kemudian dia melompat dan menggeram ke arahku.

*Ledakan

Satu peluru lagi melubangi salah satu mata dari serigala buas. Namun, hasilnya sama saja. Serigala itu tidak merasakan apa-apa. Serigala itu bahkan makin buas dengan melompat ke arahku. Sebelum dia menerkamku dan membenamkan taringnya, kutarik pelatuk lagi.

*Ledakan

Kali ini, tembakan kuarahkan pada kening dari serigala yang hanya beberapa jengkal dari posisiku. Serigala itu tiba-tiba bergetar dan melolong, diiringi semburan darah dengan deras keluar dari tempurung kepalanya.

Serigala itu akhirnya roboh tak bergerak.

Melihat satu serigala berhasil kujatuhkan, moral pasukan yang tersisa sedikit terangkat. Sementara bawahanku hanya terpelongo kagum. Termasuk Virche yang dengan perasaan malu yang luar biasa, bangkit dari posisi awal dia terduduk lesu dan mengompol.

"Tahan serigala-serigala ini!! Aku akan merobohkan mereka semua!" Aku berteriak nyaring pada anggota regu yang tersisa.

Regu yang tersisa menahan pergerakan serigala dan berusaha berjuang sekuat tenaga. Aku melangkah yakin dengan kesimpulan , tengkorak serigala ini adalah titik terlemah dari bagian tubuhnya.

Setidaknya, aku menghabiskan lima magasin dari total masing-masing magasin memiliki 15 peluru. Sekitar dua puluh serigala rubuh di zona ini. Sisanya lari terbirit-birit mengikuti insting saat melihat gerombolannya terbantai.

Aku berusaha mencari nafas dari manuver berlari, menghindar dan menembak . Yang barusan kulakukan hampir lebih lima belas menit.

Setidaknya, ada tiga puluh orang yang bertahan dari lebih dari seratus yang dikirim untuk infiltrasi. Terburuknya, hanya aku perwira yang tersisa di situ. Lainnya tewas diserang oleh para serigala tadi. Kupikir itu masuk diakal, melihat pelatihan perwira sangat lembek seperti yang kujalani di pelatihan Royal Army. Jadi hal yang wajar, mereka akan tewas karena monster-monster buas itu. Kami sebelumnya, tidak pernah menghadapi monster seperti serigala barusan. Jadi, hal yang wajar jika fisik dan kekuatan kami, kalah dengan serigala-serigala di Lembah Mugell.

Tiga puluh orang termasuk aku, berkumpul dalam satu tempat. Kami akan memutuskan untuk mundur atau melanjutkan infiltrasi.

"Sebelum itu, apakah itu semacam tongkat sihir, Letnan Dua?" Seorang pria berkumis menunjuk pada senjata yang kuciptakan.

"Ini adalah senjata api.." tuturku singkat.

Tentu saja mereka heran , karena peralatan macam senjata api tidak ada di dunia ini.

"Apakah Anda Mage Api?" sahut seorang pria lain.

"Tidak… Aku menyebut ini mirip dengan panah."Aku menggeleng.

"Panah.." Pria berkumis itu makin penasaran.

Aku mengganguk.

"Bukankah sedikit mustahil menjatuhkan serigala gunung dengan panah,Pak?" Donald ikut dalam pertanyaan yang kupikir tidak perlu dijelaskan. Bila dijelaskanpun, mereka pasti tidak akan mengerti. Jadi, aku menghentikan pertanyaan-pertanyaan mereka.

"Tentu saja itu berbeda dengan panah yang kuciptakan ini. Terlebih lagi, ku pikir saat ini kita harus memutuskan tindakan kita yang selanjutnya." kataku mengalihkan pembicaraan.

Semua hampir setuju dan mengangguk. Aku berpikir sejenak kemudian langsung memutuskan matang.

"Jadi sebagai pemimpin yang memiliki pangkat tertinggi dengan ini ku putuskan untuk melanjutkan misi."kataku matang.

"Namun, Pak. Itu tidak mungkin kita bisa melanjutkan memata-matai pertahanan musuh. Kita tidak tahu monster macam apa yang akan menunggu kita di depan..." Marco memotong.

"Terlebih lagi aneh menyaksikan lebih dari sepuluh gerombolan serigala gunung menyerang membabi buta." sambut Virche.

Aku sedikit kurang paham dengan insting monster di dunia ini. Namun, di tempat asalku gerombolan serigala dan rubah biasanya tidak lebih dari sebelas. Kebanyakan kelompok serigala akan membentuk kawanan baru jika lebih dari itu.

"Jelaskan apa maksudmu ,Virche.."kataku.

"Mungkin ini sedikit melibatkan sihir, Pak." jawabnya sedikit ragu.

"Sihir…?"gumamku.

Virche mengangguk.

"Apakah mungkin bagi seorang penyihir atau mage melakukan hal seperti ini?"

"Ini mungkin tetapi tidak sampai sepuluh banding seratus."

"Maksudnya?"

"Mage dengan kemampuan Penjinak sedikit kurang banyak di Kerajaan Campestris."

"Jadi maksudmu, terdapat mage yang memiliki kemampuan penjinak serigala ini."

Virche mengangguk yakin.

Dengan kata lain, kelompok serigala ini menyerang dan mundur sesuai dengan perintah si pengguna sihir, ya? Hanya itu asumsi yang masuk akal.

"Apa kau pernah menghadapi mage seperti ini Virche??"

Ia hanya menggeleng. Aku bangkit berdiri dan bersuara keras.

"Apakah ada seseorang yang pernah berhadapan dengan Mage jenis penjinak di sini?"

Hampir semuanya tertunduk. Hanya seorang pria berkumis yang sebelumnya menanyakan tentang senjataku, yang mengangkat tangan.

"Kau pernah menghadapinya?"tanyaku.

"Ini seperti tidak secara langsung, Pak.."katanya ragu.

"Maksudmu?"

"Itu terjadi beberapa tahun lalu saat aku masih menjadi penjaga di salah satu desa di Wilayah Bornout."

Aku mengangguk. Lalu, mendengar penjelasannya.

"Itu terjadi saat sekelompok mamoth liar, berjumlah lima meluluh lantahkan dinding perlindungan desa. Saat itu, hanya terdapat setidaknya lima belas penjaga yang ada. Sehingga, desa hancur hanya dalam hitungan jam pasir kami disapu habis."tuturnya.

"Lalu, ini terlihat seperti kau kalah menghadapi mage penjinak mamoth itu, bukan?"tanyaku.

Ia langsung muram.

Lalu, ia berkata ," Itu memang benar. Hanya, Komandan dari Ibukota memerintahkan kami mencari pengguna mammoth. Dengan menggunakan gelang leher aneh, sebagai identifikasinya. Itu hanya memakan beberapa hari, sebelum kami menemukan seorang pria tua mengenakan hal yang sama seperti yang dikatakan Komandan."

Oh..jadi mage penjinak serigala itu dapat diidentifikasikan rupanya. Ini bisa menjadi informasi yang berharga.

"Apa yang terjadi dengan si mage yang kau ceritakan?"

Dia menelan ludah.

"Komandan menyuruh kami mengeksekusi pria itu di tempat dan kawanan mammoth kembali ke gunung salju wilayah asalnya."

"Jadi, maksudmu dengan membunuh tamer itu akan menghentikan sihirnya?"

"Kurasa seperti itu..."

"Apakah kau memiliki info lainnya?"

Pria berkumis sesaat mengingat informasi dikepalanya.

"Aku baru ingat . Komandan menyuruh kami, menyelidiki di area yang tak lebih dari satu batu dari kawanan mammoth."

Aku baru ingat , jarak satu batu sama dengan 1000 meter. Jadi, itu berarti Si pengguna sihir tidak dapat menggunakan sihir, dari jarak lebih dari 1 kilometer tampaknya.

Ini akan menguntungkan mengirim pembunuh sebelum kami memulai pertempuran dengan para serigala. Aku berpikir menggunakan logikaku jarak satu kilometer dengan kawanan serigala tempat mereka dapat dengan mudah memantau kondisi adalah puncak tebing atau bukit.

"Siapa namamu?" tanyaku pada Pria berkumis.

"Harley , Pak!" jawabnya bangga.

"Baiklah, Harley. Kau akan ikut bersamaku memburu penyihir."

avataravatar
Next chapter