24 Bab. XXIII. Yang Mereka Sebut Sebagai Dominasi

Sudut Pandang Jhosep

Dahulu ketika aku bergabung dengan kelompok ini, itu adalah hal yang menyenangkan pada awalnya. Kami berlayar dan menjarah tanpa melakukan banyak pembunuhan berarti. Kami hanya mengancam korban yang kami rampok dengan mata pedang. Tidak ada pertumpahan darah. Tidak ada kepala yang terputus dari leher mereka.

Awalnya bajak laut mata satu adalah bajak laut dari sekelompok pemuda dari sebuah desa yang miskin di perbatasan Kerajaan Bargobar. Tetapi, semenjak kelompok ini menjadi membesar dan memiliki lebih banyak armada, suatu alasan membuat kami mulai kehilangan arah dan tujuan sebenarnya.

Lebih tepatnya perubahan dari kapten kapal, Khazat yang telah berubah menjadi seorang kapten yang ambisius seiring waktu. Dialah yang merubah kami dan bajak laut bernama Bajak Laut Mata satu.

Awalnya kelompok yang kami dirikan hanya bertujuan untuk membantu ekonomi desa kami yang miskin dan lapar. Namun, seiring waktu berakhir menjadi sekelompok bajingan yang haus darah.

Aku tidak menyadari itu semua pada awalnya.

Tetapi, seorang wanita yang telah menjadi tawanan dan budak nafsu dari Khazat selama lima tahun belakangan pernah sesekali mengatakan dan membuktikan hal yang sebenarnya ada dalam pikiranku.

Mungkin apa yang di Feodora Djorkaeff adalah benar.

Dalam mata kami enam tahun lalu terdapat cahaya mata dari sekelompok pemuda polos yang memiliki banyak harapan dan impian untuk desa yang dilanda kelaparan dan kemiskinan.

Tetapi, setelah enam tahun menguasai sebagian dari perairan laut Bargobar hal tersebut membuat kami sedikit demi sedikit melupakan tentang tujuan dan alasan,yaitu;, apa, kenapa dan bagaimana kami ada dan terlahir sebagai sekelompok bajak laut mata satu aslinya.

Kupikir,hanya bendera tengkorak bermata satu yang berwarna hitam itu saja satu-satunya yang dapat dijadikan sebagai saksi bisu perjalanan sejarah tentang harapan-harapan dari kami untuk desa asal kami sendiri.

-Hanya..

Sekarang semua telah berubah. Sama seperti padang ilalang yang tumbuh di antara ladang gandum. Orang-orang juga sama seperti gandum yang mati terpengaruh oleh ilalang. Kami telah lama mati karena melupakan tujuan awal kami karena ilalang di antara kami lebih banyak ketimbang gandum di ladang itu.

Tak ada yang sama…Kami tergerus oleh nafsu dan hasrat kami yang tidak pernah tercukupi, bahkan sampai kapanpun kami bekerja untuk memenuhi itu semua…

Yang kami dapatkan hanya rasa haus yang semakin panjang.

Kami seperti haus akan kekuasaan dan dominasi di lautan Bargobar. Itulah yang terjadi pada awalnya.

Akan ada suatu malam, ketika aku duduk tenang di atas dek kapal yang berlayar di laut berombak tenang. Memandangi lautan luas dan indah itu,yang kulihat sekarang bukanlah hal yang sama seperti yang kulihat pada awal ketika aku memutuskan untuk bergabung dalam kelompok bajak laut ini.

Pertama kali, ketika aku melihat laut lepas dari atas dek kapal ,yang kulihat adalah hamparan air luas yang memiliki banyak harapan dan impian untuk di jelajahi. Itu terlihat seperti permata di atas surga dunia ini.

Namun… sekarang itu semua telah menjadi berbeda dan berubah seiring waktu.

Aku tak tahu seberapa sering aku telah mencabut Falchion dari sarungnya dan kapan membuat diriku lupa pastinya, tentang telah berapa banyak darah yang kutumpahkan dan seberapa banyak kepala yang telah kupenggal sampai sejauh ini.

Aku melupakan itu semua…Tanpa tahu di mana dan kapan aku lupa segala hal itu…Waktu memang telah memakan ingatan dan rasa kemanusianku..

Yah... kupikir itu memang benar, semuanya telah berubah dimakan oleh waktu bahkan hingga saat ini aku terus melupakan diriku yang lama. Perlahan-lahan namun pasti…Aku telah melupakan itu semua…

Sehingga tidak ada bekas dan sisa.

Semua memang telah berubah, ketika dimana impian berubah menjadi sebuah mimpi buruk yang membuatku terpaksa harus menikmati itu semua dengan mata terbuka dan tangan yang dilumuri darah orang lain.

Lalu, tanpa kusadari aku telah kehilangan diriku yang lama...

Mungkin, Jhosep yang lama yang pernah ada dalam jiwaku telah lama hilang. Atau mungkin juga, Jhosep yang lama memang sejak awal tidak pernah ada. Aku tidak pernah menemukan diriku yang lama dari gambaran pantulan bias air laut yang kulihat sewaktu aku ada di atas dek kapal.

Bahkan, aku sendiri tidak yakin bahwa pria yang digambarkan di atas air laut itu adalah aku.

Ku pikir lebih tepat mengatakan , aku telah menolak mengakui bahwa gambaran pria yang pernah kulihat itu adalah aku yang sekarang.

Entahlah...Aku tidak terlalu ingat kapan dan bagaimana…

Tetapi, jauh di dalam pikiranku aku masih terus berharap dan berharap Jhosep yang lama memang ada dari awal dan dia tidak akan pernah menghilang untuk suatu alasan yang tidak kusadari ,yaitu; waktu dan darah telah merenggut wajah dan jiwaku yang lama.

Lalu, mereka menggantinya menjadi Jhosep baru yang tak lebih sebagai kaki tangan si bengis, Khazat.

Ini seperti aku mengatakan pada diriku sendiri, bahwa aku mulai merindukan diriku yang lama. Diriku yang memiliki moral sebagai seorang manusia seutuhnya. Sebuah eksistensi cara untukku bertahan dan hidup normal.

Aku ingin diriku yang lama kembali, sehingga kedua tanganku yang telah ku kotori dengan darah dan pembunuhan ini akan bisa memutuskan untuk berhenti dan tidak berbalik lagi memandang masa laluku selama enam tahun belakangan.

Hanya saja, aku tidak bisa menemukan cara itu...

Aku tidak bisa menemukan diriku yang lama kembali. Aku sudah mencarinya dan menelusuri dalam tiap-tiap ingatanku ke mana dan di mana aku yang lama berada sekarang.

Namun, sebanyak apapun aku berusaha, aku tidak menemukannya sama sekali.

Sekarang, aku hanya bisa berbaring telanjang di atas ranjang dan diselimuti sebuah selimut tipis dalam kamar di geladak bawah kapal sambil terus mencari tentang ingatan-ingatan pada diriku yang lama. Pada mereka yang telah lama hilang dari kepalaku.

Tubuh berotot dan kekar yang kudapat dari latihan dan pengalaman keras dan hampir mati selama ini telah digoresi dan dihiasi oleh bekas luka panah dan sabetan pedang dari orang yang selalu berakhir di mata Falchion milikku akan selalu membawaku dalam perenungan tentang segala hal yang telah kulalui selama enam tahun ini.

Aku masih ingat terdapat beberapa kesempatan untukku mengingat tentang cairan merah yang mengalir dari bekas sabetan-sabetan pedang dan tusukan panah itu, itu adalah darah merah yang sama seperti milik jiwa-jiwa yang telah mati di atas tajam dan mematikannya Falchion milikku.

Yah… itu sama seperti darah yang mengucur deras dari leher-leher yang telah kupenggal selama aku melupakan diriku sebagai seorang manusia.

Baunya juga sama.

Bau besi dan amis yang lebih mirip dengan pedang yang sudah berkarat dan tidak memiliki harapan untuk kembali diasah lalu pedang itu ditutupi kotoran.

Apakah ini yang dinamakan oleh orang-orang sebagai titik terjenuh dari seorang pembunuh dan penjagal sadis ?

Aku tidak tahu...

Aku tidak ingat kapan pastinya titik balik ini kurasakan. Namun, yang jelas aku ingin kembali seperti aku yang lama. Selalu berharap menjadi seorang Jhosep yang tangannya bersih dari segala pembunuhan dan penjagalan yang membuatku tetap menjadi manusia.

"Apakah anda memikirkan sesuatu, Kapten Jhosep?"suara serak dari wanita yang menyandarkan kepalanya di lenganku sayup terdengar dan membangunkanku dari segala kenangan tentang perjalananku untuk menjadi seorang bajak laut pembunuh yang bengis.

Gadis itu adalah Feodora Djorkaeff. Dia adalah alasan titik balik dari perenunganku beberapa tahun kebelakangan.

Dia merupakan bekas pelayan perempuan untuk keluarga bangsawan yang lima tahun silam kami jarah dan rampas harta kekayaannya dari sebuah kapal penjelajah antar benua.

Gadis itu sekitaran umur yang tak jauh berbeda denganku.Usia Feodora Djorkaeff tahun ini telah menginjak dua puluh delapan tahun.

Hal dan kenyataan yang selalu menyakiti perasaanku tentang Feodore adalah dia telah menjadi budak seks untuk Khazat untuk waktu yang lama. Itu sekitar lima tahun dia menjadikan tubuhnya menyenangkan Khazat. Kadang aku akan selalu menggigit tepi bibir jika aku mengingat kenyatan itu, lagi dan lagi.

Rambutnya yang pendek dan berwarna hitam itu cukup menarik dengan tubuh dan dadanya yang pasti akan menggugah banyak orang, termasuk diriku sekarang.

Namun, hal yang jelas selama lima tahun belakangan tidak akan ada yang berani menyentuh wanita manis ini. Karena wanita ini telah dilebeli oleh Khazat sebagai wanita dan budak nafsu di atas ranjangnya.

Aku sendiri tidak terlalu memperhatikan wanita ini pada awalnya. Namun, setelah beberapa tahun, aku telah duduk di atas dek kapal yang sama dan mengobrol tentang hal-hal yang sepele membuatku sedikit demi sedikit menimbulkan rasa empati untuk Feodora.

Orang-orang mungkin akan berkata bahwa setiap rasa empati akan menimbulkan rasa yang lain. Kurasa itu memang benar, setelah beberapa tahun belakangan, aku baru menyadari bahwa aku telah memiliki sebuah rasa yang lebih dari sekedar empati pada wanita ini.

Itu adalah rasa yang membuatku untuk berhasrat memiliki wanita ini sepenuhnya.

Orang-orang mungkin akan mengatakan itu sebagai cinta.

"Aku sebenarnya memikirkan banyak hal sekarang..."gumamku.

"Apa yang anda pikirkan, Kapten Jhosep?"Wanita itu memandangi wajahku seperti seekor kucing kecil yang melekat pada induknya.

"Aku kembali mengingat-ingat diriku yang lama...Diriku yang telah lama hilang, yang pernah kuceritakan padamu..."

"Apakah anda memikirkan perkataanku beberapa tahun lalu...?"tanya Feodora Djorkaeff sambil berekspresi membuat datar di wajahnya.

"En..."

"Lalu ,apa yang anda pikirkan sebenarnya..?"tanya Feodora Djorkaeff lagi sambil memandang ke dalam mataku.

Apa yang sebenarnya kupikirkan?

Aku tidak tahu pasti.

Namun, kupikir itu semua adalah kejenuhan. Sama ketika semua orang merasakan kejenuhan atas hal yang mereka kerjakan selama ini, kurasa mereka akan merasakan hal yang sama, yaitu rasa ingin berhenti dan memilih tidak melanjutkan kejenuhan itu semua.

"Ku pikir aku akan berhenti sebagai perompak sekarang, Feodora..."gumamku.

Feodora Djorkaeff hanya tersentak dan sedikit bingung memandang padaku. Dia menatap tak percaya kepadaku dan langsung menggelengkan kepalanya.

"Tidak...Jangan berhenti ,Kapten....Jika anda berhenti, maka ...maka semua orang akan menyalahkan anda...Orang-orang yang percaya pada anda akan merasa terkhianati lalu mereka akan kehilangan pemimpin sejati mereka..."kata Feodora Djorkaeff sambil mendekatkan wajahnya pada wajahku.

"Kenapa anda mengatakan hal seperti itu?"

Dia hanya mengangguk.

"Saat ini jumlah anggota dari Bajak Laut Mata satu yang di bentuk oleh Kapten Khazat sudah lebih dari dua ribu orang. Anda adalah kapten yang memiliki pengaruh besar selain pengaruh dari Kapten Khazat... Jika anda berhenti sekarang dan meninggalkan kelompok ini…Itu adalah menjadi keputusan yang buruk…Apakah anda tidak tahu banyak orang-orang percaya pada anda akan terjepit oleh orang-orang dari Kapten Khazat?"tutur Feodora Djorkaeff.

"Aku tidak terlalu mengerti soal itu...Tetapi, kurasa aku harus berhenti sekarang...Aku merasa jenuh melihat banyak darah yang telah kutumpahkan...Sehingga aku hampir gila jika menghitung jumlah kepala yang telah kutebas sampai sejauh ini…"

"Anda harus melihat orang lain, Kapten... Banyak orang-orang percaya pada anda ...Banyak orang-orang yang percaya bahwa anda akan membawa armada ini pada jalur aslinya....Jadi, jangan menyerah , Kapten..."sela Feodora Djorkaeff.

Aku awalnya tidak terlalu peduli tentang apa yang dikatakannya barusan. Namun, ketika aku melihat dan mengenang kembali rekan dan kawanku yang telah mati dalam penjelajahan dan pelayaran kami sepanjang waktu ini, kupikir itu juga salah untuk memutuskan berhenti sebagai perompak sekarang.

Hanya…

Hanya , perkataannya barusan membuatku memiliki semacam beban berat lagi di pundakku. Beban-beban itu bahkan lebih berat dari rasa kejenuhan yang kumiliki saat ini.

Apakah aku benar-benar layak untuk disetarakan dengan Kapten Khazat?

Ku pikir aku belum bisa sepadan dengan orang sekaliber Kapten. Dia berpuluh-puluh kali lipat lebih kuat dariku. Dia beratus-ratus kali lebih kejam dariku.

Dia adalah bentuk sejati dari dominasi atas kekuatan tertinggi dalam armada bajak laut Mata Satu.

"Perkataan anda barusan sedikit memberi beban lebih pada pundakku, Feodora..."kataku lesu.

"Beban lebih?" Feodora Djorkaeff hanya memiringkan kepalanya sambil menatap bingung padaku.

Aku hanya mengangguk pelan.

"Kapten Khazat adalah dominasi dari kekuatan , kecerdikan dan kebengisan...Lebih dari ratusan orang telah mati ditangannya..."Tetapi, aku sejenak berpikir lalu menggelengkan kepalaku.

Itu salah…

"Ku pikir itu bukan ratusan orang , melainkan hampir ribuan orang..."sambungku.

Dengan ingatan dalam kepala dan kedua mataku yang pernah menyaksikan Kapten Khazat berdiri megah dan tegas di depan garis pertempuran sambil mengacungkan dua Khopes yang melekat di tangannya, Ia menari dan menari seperti seorang malaikat maut yang menjatuhkan musuhnya satu persatu.

Aku tahu dan sadar bahwa tidak akan ada seorangpun yang bisa menghentikan dominasi dari pria bernama Khazat itu. Dia adalah eksistensi dewa perang dalam armada Bajak Laut Mata Satu. Aku menaruh Khazat dalam kepalaku pada tempat itu. Sebuah tempat yang orang-orang katakan dominan dan superior.

Bahkan, seorang ksatria sekelas Kepala Ksatria Kerajaan Bargobar harus berjibaku dan kehabisan nafas, sebelum pada akhirnya ia memutuskan kabur dengan ekor di antara kaki-kakinya setelah membuat perlawanan yang sama sekali tidak berarti dan bahkan tidak mampu membuat Khazat tergores satu sentipun.

Mungkin, legenda pahlawan penakluk Benua Tengah lebih mirip dengan sosok dari Khazat si Bengis.

Bagaimana mungkin orang sepertiku mampu bertahan dari serangan Kapten Khazat?, pertanyaan itu selalu membuatku menelan ludah pahit dan akan selalu menambah rasa inferioritas yang selama ini telah ada dalam kepalaku.

Feodora Djorkaeff hanya memandangi dan tersenyum kecil lalu mengecup manis pada daguku.

"Inilah yang bagian yang kusukai darimu, Kapten..."

"Anda tahu batas dan kapasitas orang lain...Jika anda mau ,saya akan dengan senang hati membantu anda mengalahkan dominasi Kapten Khazat...Apakah anda bersedia saya membantu anda?" Feodora Djorkaeff hanya menatapiku dengan banyak harapan di matanya.

Namun, perkataan barusan sama sekali tidak dapat kuterima. Itu akan membahayakannya. Jadi, aku hanya bersuara pelan mengatakan posisi Feodora yang sebenarnya sebagai seorang wanita milik Khazat.

"Tidak boleh...Anda adalah wanita milik Kapten Khazat.."gumamku.

Feodora Djorkaeff langsung muram setelah mendengar perkataanku barusan. Dia bahkan langsung menundukkan kepalanya dan menyandarkan kepalanya itu di atas dadaku.

Apakah aku sudah melakukan kesalahan dari kata-kataku tadi?,tanyaku dalam hati.

"Apakah anda masih memandang saya hanya sebagai budak seks milik Kapten Khazat, Kapten Jhosep?" tanya wanita itu dengan suara berbisik. Suaranya bagai suara gemerisik dedaunan yang saling beradu setelah tertiup angin. Itu sedikit sendu dan terdengar merdu, meski aku tahu ada kesedihan di sana.

"Tidak...Hanya saja..."gumamku. Aku menyadari bahwa perkataanku barusan telah menyinggung wanita yang kucintai ini.

"Hanya saja apa, Kapten Jhosep? Apakah anda juga memandangku hanya sebagai seorang wanita pemuas nafsu saja, Kapten Jhosep...? Sama seperti pria-pria lain dalam kapal ini?" suaranya agak basah dan terasa sedikit mengiris perasaanku.

"Anda salah paham...Aku hanya takut, jika anda melibatkan diri untuk membantuku, itu akan membuat anda berada dalam situasi berbahaya...Aku tidak bisa melakukan itu pada anda…"

Feodora terdiam sejenak, sampai dia pada akhirnya bersuara pelan dan bergumam.

"Anda seorang pembohong, Kapten..."

"Seorang pembohong? Mengapa anda mengatakanku sebagai seorang pembohong, Feodora ?"

"Anda mengatakan bahwa itu membahayakanku untuk membantu anda mengalahkan Kapten Khazat..."

"Bukankah anda tahu sejak saya jatuh cinta dan tidur dengan anda sekarang, itu juga telah membahayakanku...? Bukankah itu sama saja bahwa anda telah berbohong kepada saya, Kapten Jhosep?" sambungnya.

Kurasa dia benar...

Sejak aku menyatakan perasaanku padanya dan Feodora bersedia menerima pernyataan perasaanku untuknya, sejak saat itu semua hubungan kami telah membuatnya berada pada posisi yang berbahaya.

Kapten Khazat adalah seorang pria yang sangat tidak bisa mentolerir jika salah satu wanitanya dicuri dari atas ranjangnya. Dia tidak akan segan untuk memenggal siapapun yang telah berani menyentuh dan tidur dengan wanitanya. Termasuk aku…

Ah...Kurasa itu memang benar...Sejak awal aku memang telah membahayakan Feodora dengan mengungkapkan perasaanku padanya, pikirku.

"Kurasa anda benar..."gumamku.

Feodora kembali menatap wajahku dengan mata penuh harapan agar aku mengijinkannya untuk membantuku mengalahkan Kapten Khazat. Tidak ada orang yang bisa menolak tatapan dari mata gadis itu, termasuk aku. Jadi, aku hanya bisa mengangguk pelan lalu menghela nafas, berharap keputusanku adalah tepat .

Bagaimana mungkin aku menolak permohonan Feodora sekarang ? Bukankah masalah waktu sampai Kapten Khazat mengetahui hubungan kami?, pikirku.

"Kurasa tidak ada salahnya mencoba...Mengingat bahwa beberapa tahun belakangan ini tidak ada orang yang berani menantang Kapten Khazat berduel untuk kursi kapten armada kita..."Aku memutuskan itu jika mempertimbangkan segalanya sekarang.

Jika aku menang aku akan mendapatkan Feodora sebagai wanitaku. Jika aku kalah aku pasti akan mati.

Namun,ku pikir sebuah pertaruhan dan pertarungan untuk mendapatkan Feodora dan posisi pimpinan layak dicoba dan diperjuangkan sekarang.

Dalam aturan dan hukum pada Bajak Laut Mata Satu terdapat hukum tetap dan tidak tertulis yaitu; setiap pemimpin yang terpilih adalah seorang pria yang kuat. Jadi, masing-masing anggota maupun awak kapal diperkenankan untuk menantang pemimpin mereka untuk merebut kursi kepemimpinan melalui pertarungan hingga mati.

Semua itu pada dasarnya berhubungan dengan hukum laut kuno. Yang mendominasi adalah yang layak duduk di atas orang lain. Sebuah hukum yang diturunkan dari jaman ke jaman oleh para pelayar dan penjelajah di lautan.

Feodora tersenyum manis dan terlihat ceria.

Aku cukup senang untuk melihat ekspresinya yang kembali ceria. Jadi, aku hanya mengecup keningnya sebelum pada akhirnya mengajaknya bertempur lagi untuk putaran lain di atas ranjang.

Kami akhirnya bertempur hingga malam hari dalam kamar ini.

***

Malam Ke-27 Bulan XII 1207, Area Timur Lautan Bargobar.

Sudut Pandang Karakter Utama.

Bulan telah menampakkan sinarnya yang terang dan memantulkan cahaya-cahaya biasnya ke atas permukaan air laut yang jernih itu.

Beberapa jenis ikan dan udang bergerombolan dan berenang ke sana- ke mari di bawah permukaan air yang bisa terlihat jelas dari tempatku berdiri sambil memandangi kedalaman lautan sekarang.

Terkadang, anak-anak ikan kecil akan mengejar beberapa ekor udang yang ukurannya tidak sampai dari kuku ibu jari. Anak-anak ikan itu akan mengejar dan memangsa udang-udang kecil itu. Seperti dia berada di puncak rantai makanan. Namun, setelah mereka memangsa udang-udang itu. Ikan yang jauh lebih besar akan memangsa mereka pada akhirnya.

Ku pikir di dunia ini hukum alam lebih terlihat jelas, bahkan pada hal sederhana seperti anak ikan , udang dan ikan yang lebih besar di bawah permukaan air laut sekalipun.

Dalam dunia ini, yang lemah akan dimakan dan digerus oleh yang kuat. Dan yang kecil dan lemah hanya bisa berlari dan berlari dari si kuat dan si dominan tadi.

Jika aku merujuk pada teori milik seorang atheis bernama Charles Darwin mungkin aku akan sedikit setuju kurasa pada pandangannya yang telah menyebutkan "bahwa kita yang berdiri sekarang adalah hasil dari seleksi alam yang kejam."

Manusia adalah pemangsa yang bertahan sampai sejauh ini dengan mendominasi dan menggerus manusia lain dan makhluk hidup lain dalam sejarahnya.

Ku pikir, inilah alasan lain mengapa Fuhrer mengagung-agungkan ras kami sebagai seorang Aryan atau Nordik yang dahulu sempat mendominasi wilayah Eropa bahkan hingga Afrika dan menaklukkan Romawi di Italia pada masa Goth.

Jerman kuno pada dasarnya adalah pendominasi untuk seleksi alam itu sendiri. Dengan kata lain, kami pernah berdiri pada puncak piramida kekuasaan dan Fuhrer mengingankan dominasi itu lagi.

Namun, melihat kenyataan dari terdesaknya pasukan Fuhrer di medan perang pertempuran di Stalingard kurasa semua asumsiku yang lama dan seratus persen setuju pada kebijakam Fuhrer telah menjadi runtuh dan berantakan.

Berperang dengan tentara merah yang terbiasa dengan kondisi ekstrim di daerah bersalju, membuat kami mendapatkan kekalahan besar yang datang bertubi-tubi.

Entah itu karena peluru musuh, ranjau atau bahkan suhu dibawah nol derajat yang lebih banyak membuat kami mati sebelum kami bisa mengangkat senjata dan melubangi kepala musuh.

Tak sampai itu saja, kota-kota yang kami duduki juga telah dibumi hangus oleh tentara merah.

Mereka bahkan telah memberikan semacam zat racun pada sumur-sumur penduduk di kota yang telah ditinggalkan. Hal itu membuat kami terpaksa mengumpulkan sisa-sisa salju atau mungkin aku akan mengatakan bahwa air seni kami sendiri lebih layak minum ketimbang air dalam sumur di kota yang ditinggalkan itu.

"Pak, Sekoci yang anda kirim untuk mengamati tadi sore telah tiba..."tutur Marco yang tanpa kusadari telah berdiri di belakangku.

"Di mana mereka sekarang..?"tanyaku.

"Mereka masih ada di sekoci di bawah di sisi timur kapal, pak..."jawab Marco.

"Suruh mereka naik dan menunggu ke ruanganku...Aku sedang menikmati angin segar di sini"titahku.

"Siap laksanakan, pak!" kata Marco mantap ,kemudian dia meninggalkanku sendirian di dek barat kapal.

Aku masih memandangi bulan purnama yang menyinari langit di atas kepalaku sekarang. Terang nya jatuh pada kulit dan wajahku , itu membuatku seperti bermandikan cahaya dan berkah surga. Kuharap bulan purnama ini menjadi berkah surga dan suatu pertanda baik untuk kami, Sabotage.

Itulah yang bisa kuharapkan, meski aku tidak tahu apakah Tuhanku seperti Tuhan di Jerman juga ada di dunia ini...

***

Author Note:

Air seni lebih layak di minum ketimbang air laut ataupun air sumur yang telah diracuni oleh tentara merah Soviet selama ekpedisi dan invasi Nazi Jerman ke Stalingard.

avataravatar
Next chapter