webnovel

Tertangkap Basah

Di bibir pintu masuk sebuah lestoran, Azkya melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana pria berkepala plontos itu tersenyum sumringah bagai tertimpa durian runtuh.

Bagaimana bisa dia hanya diam kalau bertemu dengan tak sengaja di sebuah tempat.

Kakinya sontak tergugah hanya untuk menyapa pria itu.

'Lo, kok mas Fajar ada di sana?'

Tak pikir panjang, Azkya mengayunkan kakinya seraya berniat ingin mengejutkan pria yang hampir 3 tahun menjalin bahtera rumah tangga bersamanya.

Saat niatnya semakin bulat untuk menghampiri pria segar itu, langkah Azkya tiba-tiba terjeda begitu saja.

Wajah Azkya tiba-tiba memucat dan tubuhnya seakan tak bertulang.

Seorang wanita bertubuh seperti gitar spanyol dengan rambut terjuntai indah bagai sutra hitam itu tiba-tiba datang lebih dahulu menghampiri suaminya dengan mengecup kedua pipi pria yang ia kenal sebagai lelaki pendiam itu sisi kanan dan kiri.

Tubuh Azkya tiba-tiba memanas dan badannya terasa tertumbuk oleh palu besar di kepala.

Namun Azkya sadar akan sekitar kalau itu bukanlah alamnya. Ia hanya dapat menyenderkan seluruh punggungnya di dasar tembok sebagai pilar lestoran itu.

"Kamu tega mas?"

Azkya semakin membelalakan mata ketika ia mengintip dengan sebelah matanya ke arah Fajar dan senyuman lebar yang tak pernah ia dapati selama pernikahannya itu semakin terbit saja.

Hampir lima menit dia menyaksikan beberapa gerakan perempuan di hadapan Fajar semakin genit saja dan itu hanya membuat dirinya semakin tersiksa.

Gejolak batin dalam pikiran dan hatinya seolah-olah sedang berperang untuk melawan amarah itu agar dia tetap tenang.

Sesaat setelah Azkya mengintip kembali dengan satu lirikan mata, wanita muda itu sedang menyodorkan makanan di sendoknya untuk Fajar.

Azkya sontak berpikir kapan terakhir kali ia menyuapi suaminya itu.

Kalau tidak saat pria itu sakit, seingatnya dia tak pernah menyodorkan makanan langsung kedalam mulut suaminya itu menggunakan tangannya sendiri.

Saat-saat menyenangkan ketika ia menyuapi suaminya itu hanya ada di moment pernikahan, itu pun di kondisikan oleh para pemotretan handal untuk di abadikan.

Pikiran Azkya semakin meracun dan tak terasa bulir air mata itu terjun begitu saja ketika hatinya merasa semakin di cabik-cabik.

Wanita berseragam kantoran itu, sontak pergi meninggalkan pemandangan yang sangat mencekam itu.

Dengan meremas samping rok span yang ia kenakan itu, Azkya menahan nafsu dan arahnya agar tetap terkontrol.

Blug.

Azkya membanting pintu mobilnya dengan sangat kencang, lalu ia melempar tubuhnya di atas jok mobil mewah berwarna putih hasil dari perjuangan bisnis dari keduanya.

"Sial! Sial! Sial! Ternyata ini yang Mas Fajar lakukan di belakang aku, hah?" suara Azkya ketika marah menggema di dalam mobil itu dan sama sekali tidak terdengar ke luar sisi area mobil.

Karena semua kaca mobil masih tertutup, Azkya melempar semua kemarahannya dengan memukulkan kepalan tangannya ke atas setir mobil yang tepat melingkar di hadapannya.

"Apa kurangnya aku?" jerit Azkya semakin pecah karena sakit di hatinya terasa sangat menyesakkan.

Beberapa detik ia menumpahkan amarah dan tangisnya di dalam mobil yang masih terparkir di area basement.

Bangunan yang seluruhnya berada di permukaan tanah itu menjadi saksi bisu dimana hatinya saat ini sedang hancur.

Namun sebuah peluit tiba-tiba menghantam pendengaran Azkya.

Priiitt.

Sontak Azkya terkejut dan langsung mengibas air matanya dengan cepat.

Ia mengikuti arahan dari tukang parkir itu untuk secepat mungkin melajukan mobilnya.

Dengan keahliannya mengemudi, Azkya memarkir mobil dengan lihai dan menancap pedal gas lalu segera pergi dari tempat itu dengan bola mata masih berkaca-kaca.

Mobil yang di tunggangi oleh Azkya melesat pergi tak meninggalkan jejak kalau dirinya pernah memijakkan kaki di tempat itu.

Sampai di kediamannya, matahari sudah mulai turun.

Ia menunggu dengan gelisah kepulangan suaminya itu.

Saking lelahnya tubuh Azkya terbaring di ranjang kesayangannya, dimana dia selalu tidur berdampingan dengan suaminya di tempat itu seperti layaknya orang asing.

Sampai ketika Azkya terbangun, matahari sudah menyelinap masuk kedalam sela-sela jendela.

Ia menepuk sisi ranjangnya yang masih kosong dan Azkya pun terperanjat bangun dengan paksa.

'Apa Mas Fajar tidak pulang semalaman?' pikiran Azkya semakin tak karuan.

Ia mengikat semua rambutnya menyembul ke atas. Lalu bergegas pergi keluar kamar untuk melihat situasi di luar sana.

Tarikan nafas Azkya semakin dalam saat melihat ternyata pria yang sudah membuatnya menangis itu sudah terlentang tidur di atas sofa dan masih mengenakan sepatu pentople-nya.

Azkya masih rela membukakan sepatu itu di tengah suaminya sedang tidur nyenyak.

Pandangannya tetap tak pudar masih menatap lekat suaminya itu dengan perasaan hancur. Ia mengingat bagaimana senyum suaminya merekah saat bersama wanita itu.

'Siapa dia Mas?' bisik hati Azkya sedih.

Saat Fajar terbangun, Azkya terkejut hebat.

Selang pria itu mengucek kedua matanya, Azkya berusaha merubah wajah sedihnya dengan wajah normal seperti biasanya.

"Mas sudah bangun? Kenapa gak tidur di kamar? Maaf semalam aku ketiduran."

"Hemmh, aku capek banget. Aku gak mau membangunkan kamu, jadi aku tidur di sini saja," jawab Fajar dengan nada yang datar.

Rasanya Azkya ingin sekali menuangkan rasa protesnya, tapi apa waktu itu sudah tepat? Rasanya ia tak punya keberanian penuh untuk melakukannya.

Azkya memasang wajah santai berpura-pura tak mengetahui apapun juga dan berusaha menetralkan rasa hatinya.

Tangan Azkya bergerak begitu saja membereskan ruangan tak sesuai dengan apa yang ia pikirkan.

"Bersihkan tubuhmu mas, aku mau masak dulu kebelakang," ucap Azkya kaku.

Azkya melenggang pergi seperti meninggalkan luka hatinya. Lalu ia melakukan kewajibannya sebagai perempuan untuk menyajikan sarapan paginya.

Seperti tidak terjadi apapun, dia seolah tak mau memperlihatkan kesedihannya di hadapan Fajar.

Fajar yang sudah segar langsung duduk di meja makan, ia menunggu segelas teh panas yang biasa di suguhkan istrinya tanpa di pinta.

Kepulan asap dari teh panas itu sudah menyengat hidungnya, Kayla menyajikannya tanpa melirik wajah suaminya, karena ia tahu kalau ia melakukan itu akan terasa menyakitkan lagi.

"Makasih." Fajar langsung menyeruput air yang masih panas kuku itu.

Azkya mengangguk memasang senyuman palsunya.

"Mas kemana saja, pulangnya malam sekali?"

"Aku lembur," jawab Fajar kaku.

Jawaban itu, sudah cukup meyakinkan Azkya kalau suaminya itu berbohong dan entah dari kapan suaminya itu berbohong seperti itu.

"Kamu gak kerja?" tanya Fajar lagi saat melihat Azkya masih memakai daster rumahan.

"Hari ini, aku di kasih libur sama atasan Mas."

"Oh ...."

"Gimana kalau siang ini kita makan di luar? Mas, libur juga kan?"

Tanpa berpikir dan hanya fokus pada sarapannya Fajar mengangguk.

"Oke."

"Baiklah, nanti aku yang ingin pilih tempatnya bolehkan mas?"

"Boleh."

Manik mata Azkya melancarkan sebuah pandangan penuh arti pada suaminya itu seolah merencanakan sesuatu.

Next chapter