21 Segel

Guru Adhidrawa tak menyangka kalau Mbah Putih menguasai Ajian Raga Sukma. Ia mengira hanya sosok Ketua Sepuh saja yang mampu menguasai ajian legendaris di tanah Jawi Bhumi ini. Rupanya, Mbah Putih mampu.

Namun, apakah benar-benar mampu? Benar-benar mampu mengeluarkan rohnya? Benar-benar mampu kembali ke raganya seperti semula? Benar-benar mampu rohnya masuk ke raga Satria Braja? Benar-benar mampu keluar dari raga Satria Braja dengan selamat? Benar-benar mampu menjaga roh Satria Braja tetap aman? Berbagai pertanyaan berhamburan di kepala Guru Adhidrawa, namun hanya ia pendam sendiri.

"Apa hubungan Ajian Raga Sukma dan elemen dalam tubuh?"

Pertanyaan Satria Braja membuyarkan lamunan kekhawatiran Guru Adhidrawa. Satria Braja tampak tidak menerka-nerka seperti Guru Adhidrawa. Entah karena rasa penasaran cakra apa yang ada dalam tubuhnya atau justru hanya mengetahui sepotong saja, bukan menyeluruh, tentang kehebatan Ajian Raga Sukma. Yang pasti, Satria Braja bisa mengikuti penjelasan Guru Adhidrawa yang gamblang.

"Dalam konsep sedulur papat limo pancer di Jawi Bhumi dikaitkan dengan beberapa hal. Seperti yang sempat aku sampaikan bahwa sedulur papat limo pancer berhubungan dengan elemen cakra yang diketahui dari pasaran weton. Namun, konsep tersebut juga berkaitan dengan empat hewan kuno penjaga gerbang roh," ungkap Guru Adhidrawa.

"Empat hewan kuno penjaga gerbang roh?" tanya Satria Braja bingung namun tertarik.

"Betul. Ada empat hewan kuno penjaga gerbang roh. Banteng sebagai penjaga gerbang utara, yakni tempat elemen tanah. Pesut sebagai penjaga gerbang barat, tempat elemen air. Selanjutnya, elemen api dijaga oleh naga sebagai penjaga gerbang selatan. Dan, terakhir sang garuda, penjaga gerbang timur, tempat elemen angin. Nah, dalam konsep sedulur papat limo pancer. Mereka adalah penjaga sekaligus empat saudara bagi kita. Namun, ada beberapa orang yang menyadari dan kebanyakan tidak menyadari atau tidak mengetahui rahasia ini. Mereka disebut sebagai entitas yang hidup di dimensi astral. Eksistensinya, muncul berbarengan dengan lahirnya manusia. Jika terkoneksi dengan baik dengan kemampuan khusus, bisa diajak komunikasi. Ajian Raga Sukma bisa digunakan untuk bertemu empat hewan kuno penjaga gerbang roh. Apakah mereka baik-baik saja atau ada masalah," jelas Guru Adhidrawa secara panjang lebar yang membuat Satria Braja paham tanpa sedikit pun rasa bosan.

"Apakah kau siap Satria Braja?" tanya Mbah Putih.

"Siap Mbah Putih. Semakin cepat sepertinya semakin baik. Meski terdengar menakutkan," jawab Satria Braja.

"Mari kita mulai, Guru Adhidrawa," ajak Mbah Putih.

Guru Adhidrawa mengangguk pelan kepada Mbah Putih. Lalu, ia membuat garis dan membentuk lima persegi. Satu persegi berada di tengah, kemudian empat persegi lain mengelilingi persegi utama. Mbah Putih mengajak Satria Braja untuk duduk bersila di persegi utama. Keduanya saling berhadapan. Sedangkan Guru Adhidrawa menaruh empat butir nasi berwarna putih di persegi bagian timur. Emapt butir nasi hitam di bagian utara, empat butir nasi merah di bagian selatan, dan empat butir nasi kuning di bagian barat.

"Pejamkan matamu Satria Braja, kosongkan pikiran," perintah Mbah Putih.

Seketika saja Mbah Putih memberikan pukulan dengan telapak tangan menyasar ke dada Satria Braja. Pukulan itu tak mengenai dada karena berhenti lima inchi di depan dada Satria Braja. Namun, roh Satria Braja terpental keluar dari tubuh calon pendekar tingkat sanak itu. Guru Adhidrawa langsung menyambar roh Satria Braja dengan menggunakan kendi yang terbuat dari tanah dengan lubang kecil yang sudah ditutup lebih dulu. Roh masuk melalui lubang bagian atas yang lebih besar. Begitu roh Satria Braja masuk ke kendi. Guru Adhidrawa langsung menutupnya.

Sementara Mbah Putih langsung melakukan Ajian Raga Sukma. Rohnya keluar dari ubun-ubun kepala. Berjalan melayang masuk dalam tubuh Satria Braja. Guru Adhidrawa yang melihat kejadian tersebut, segera membuka tutup kendi bagian kecil yang dipegangnya. Roh Satria Braja meluncur ke tubuh Mbah Putih, seakan-akan tersedot ke dalamnya.

Di dalam tubuh Satria Braja, roh Mbah Putih langsung dihadang oleh sosok macam tutul. Seekor macan berbulu orange bercahaya dengan bercak hitam menyerupai warna sayap kumbang yang mengkilap. Sosok macan tutul tersebut menyeringai sehingga terlihat taring tajam di dalam mulut kucing besar tersebut. Menandakan ia tak suka kedatangan tamu tak diundang. Sorot mata macan tutul penuh intimidasi seakan menyuruh orang tua di depannya agar pergi. Sementara Mbah Putih tetap tenang namun waspada.

"Apa yang kamu lakukan di tubuh seorang anak, kucing kecil?"

Mbah Putih mencoba berkompromi melalui dialog. Namun, pertanyaan Mbah Putih semakin membuat sosok macan tutul marah. Sorot matanya berubah merah bercahaya. Cahaya bulu orange-nya memudar, seakan warnanya menghitam semua. Semakin lama, tubuhnya semakin besar. Awalnya hanya sebesar kambing, namun kini tubuhnya sepadan dengan ukuran kuda jantan. Pernyataan kucing kecil dari Mbah Putih ternyata tak disukai oleh sosok macan tutul itu.

Mbah Putih semakin waspada. Ia menangkap naluri membunuh dari sorot mata macan tutul itu. Mata macan tutul terus menatap tubuh Mbah Putih. Macan tutul menyerang, Mbah Putih menghilang. Tiba-tiba Mbah Putih berada di belakang sang macan. Mbah Putih heran, ternyata lengannya berdarah terkena goresan kuku sang macan. Betapa cepat gerakan macan tutul sebesar kuda jantan itu, bahkan Ajian Saipi Angin masih bisa terkena cakarannya. Mbah Putih sadar tak boleh main-main. Jika terlalu lama ia bertarung dengan macan tutul itu, nyawa Satria Braja menjadi taruhannya. Ia harus bergegas menyelesaikan tugas.

Mbah Putih mengeluarkan ancang-ancang Ajian Bayujaya. Angin berputar-putar di tangan, semakin liar dan membesar. Ketika dilemparkan putaran angin berubah serupa puting beliung berukuran besar. Serangan Ajian Bayujaya menerjang tubuh sang macan hingga terpental ke belakang. Meski tumbang, macan tutul itu berdiri kembali. Sang macan membuka mulut hingga keliatan semua giginya begitu runcing. Ia marah, hendak mengoyak tubuh Mbah Putih.

Sekali melompat kucing besar itu sudah berada di posisi Mbah Putih. Namun orang tua berbaju putih itu telah menggunakan teknik teleportasi, berpindah tempat sekejap mata. Kali ini, ia menghindar dengan sempurna. Mbah Putih muncul di samping tubuh macan yang menghitam itu, dengan cepat Mbah Putih melemparkan Ajian Bayujaya tepat di perut hewan tersebut. Terkena telak, tepat sasaran. Sang macan terpental berguling-guling, namun mampu bangkit lagi.

Tiba-tiba dalam sekejap saja, lancip taring macan sudah berada beberapa inchi dari leher Mbah Putih. Orang tua itu mencoba menghindar, namun cakaran macan tutul melukai dadanya. Belum sempat bernafas, sang macan sudah menerkam. Mbah Putih gagal menghindar. Kedua bahunya dalam cengkeraman hewan buas itu. Darah segar mengalir keluar dari kedua bahu. Rasa marah dan lapar tergambar di wajah sang macan yang berada tepat di atas Mbah Putih. Pendekar yang hobi menggembala kerbau ini tak berdaya, tak bisa bergerak, terbaring di bawah kaki sang macan. Mbah Putih memejamkan mata. Dan, menghilang. Berganti asap. Sang macan kebingungan.

Mbah Putih sudah berada di atas sang macan. Duduk di udara. Bersila. Kedua mata tertutup. Telapak tangan kiri beristirahat di pangkuan. Telapak tangan kanan menghadap ke depan, sejajar dengan pinggang. Sambil merapalkan mantra. Mbah Putih menggunakan Ajian Tapak Penyegel Arwah yang terdiri dari tiga elemen, yakni elemen udara, elemen suara, dan elemen cahaya. Sang macan yang merasa terkecoh segera menerjang kembali. Ketika sudah berada dekat dengan Mbah Putih, sang macan tak berkutik saat telapak tangan kanan Mbah Putih menyentuh kepala macan tutul itu. Sang macan menghilang, tersegel dalam tubuh Satria Braja.

Setelah berhasil menyegel macan tutul, Mbah Putih segera berjalan di jalur cakra. Rupanya jalur utama cakra tersegel sehingga tak ada satu pun elemen cakra yang mengalir di tubuh Satria Braja. Mbah Putih juga melihat bayangan empat hewan kuno penjaga roh terkurung, akibat segel tersebut. Mbah Putih langsung bergerak mengeluarkan Ajian Pembuka Segel Roh dengan elemen suara dan elemen cahaya. Satu per satu hewan kuno penjaga roh muncul. Mulai dari Garuda yang terbang, disusul Pesut yang berenang, Naga yang bebas, dan Banteng yang berlarian. []

***

avataravatar
Next chapter