1 Rintihan yang Memanggil

"Aku mohon hentikan, aku mohon!" Gadis bertubuh kurus itu meraung-raung mencoba memohon pertolongan, berharap agar ia dapat lepas dari siksa yang tengah diterima tubuh kering kurusnya. Sayat dan luka menganga di sana-sini berlumuran cairan kental merah yang tak ada henti mengucur, dan membasahi gaun putih lusuh yang tampak compang-camping nya.

Tawa orang-orang bertudung putih meredam tangis dan jerit si gadis kecil, anak teakhir yang tersisa.

"Sebuah hidangan penutup terindah di ritual kita kali ini."

Salah seorang dari mereka membelai pipi putih pucat sang gadis yang basah karena air mata,"Masukan dia! Ritual akan segera dimulai kembali. Gadis ini akan menjadi puncak dari segalanya."

Selepasnya tubuh si gadis diseret paksa, rambut berwarna pirang keemasan ditarik menambah kesan miris serta ironis dirinya. Suara bantingan keras tubuh akibat benturan pada besi-besi teralis membuat ngilu bagi mereka yang mendengarnya. Gadis itu terisak, setiap kilasan balik itu pun kembali datang tanpa henti. Menambah rasa sakit yang kian menjadi jadi.

"Tolong aku, siapapun …"

Dan saat itulah, suara rintihan sendunya terdengar di telinga sosok terkutuk itu. Sirat kebingungan, kesedihan, keputusasaan,juga kemarahan begitu kentara dalam setiap kata yang dilontarkan salah satu anak manusia.

"Kau ingin hidup? Apa kau ingin keluar dari neraka yang begitu menyakitkan ini?" tanya sosok tak berwujud pada seorang gadis manusia yang saat ini tengah memandang sekeliling ruangan dengan sorot kebingungan.

"Ah, jiwamu ... begitu menggiurkan, sangat penuh dengan dendam dan tak goyah pada apapun," imbuhnya. Kali ini pria bersurai kelam beriris senja muncul di hadapannya memandang dengan sorot kelaparan seakan gadis kecil itu adalah sepiring hidangan makan malam.

"Bagaimana jika yang mendengar rintihanmu bukan seorang pangeran berkuda putih? Apakah kau akan tetap menerima uluran tangannya untuk mengeluarkanmu? Dan bagaimana bila kau menerimanya, ia justru akan menjeratmu lebih dalam pada neraka yang sebenarnya."

"Apa kau masih akan meraih benang itu?" Sosok tak bernama itu bertanya lagi.

"Aku bukanlah utusan dari Tuhan. Aku adalah bagian dari mereka yang terkutuk, dan ketika kau menerima uluran tanganku. Maka, tidak ada lagi gerbang surga milik Nya untuk kau masuki. Apa kau bersedia?"

Begitulah ia mengetahui sosok apa yang baru saja tiba, sang iblis.

Seharusnya untuk seorang anak manusia yang masih belia akan ketakutan. Tapi bukannya takut justru manik krimson yang sejak awalnya memang tampak memikat justru memandangnya nyalang tanpa keraguan dan ketakutan.

Semakin menggugah selera ia yang terkutuk.

'Penuh amarah, kesedihan, keputusasaan, kebencian. Sungguh tatapan yang membuatku kian ingin menjerat diri dan jiwa manisnya,' batin si pria bersurai kelam.

"Lalu kenapa? Aku tidak peduli, cukup berikan tanganmu padaku, aku hanya ingin hidup!" serunya angkuh tanpa ada keraguan.

Ia terbahak begitu keras, pria itu tergelak tawa mendengar ucapan si gadis kecil.

"Ah, sungguh gadis kecil yang sangat menarik. Aku bahkan belum mengatakan apa pun, tetapi ia telah lebih dulu memberi perintah. Sungguh, manusia itu memang sangat menarik!"

Dan tanpa terduga-duga ia mengulurkan tangan, mencoba memberikan untaian benang yang sempat ia tawarkan. Sekali lagi tanpa ragu gadis bertubuh kurus itu segera meraihnya, dan seketika terjalinlah kontrak di antara keduanya.

"Musnahkan , bunuh,habisi mereka semua. Lindungi dan selamatkan aku!"

"Berikan aku sesuatu, sebelum jiwamu. Setidaknya kau harus memiliki tanda terima," kataku sedikit terkekeh.

Si gadis kecil berdecak kesal. Kedua tangannya mengepal⸻ia tampak menahan amarah, "Apapun! Ambil saja sebelah mataku atau apa yang kau inginkan?"

Hal yang terjadi selanjutnya, benar-benar tidak terduga. Ia menjadikan sebelah matanya yang tampak seperti sebuah rubi sebagai harga pertama yang diberikan pada sosok terkutuk itu, membuatnya mengulum senyum miring karena baru saja mendapat koleksi tambahannya.

"Argh-" Gadis kecil itu menjerit tertahan saat kedua ujung jari sang iblis menancap tepat di bagian mata kanannya. Jeritan tertahan itu berubah menjadi penuh kesakitan saat pria itu berhasil mendapatkan permata yang sangat diinginkannya .

Dengan sebelah mata yang berlumuran darah si gadis kecil berusaha tetap menatap sepasang iris senja dengan tegas, padahal separuh tubuhnya sedang bersimpuh.

Selepasnya si iblis meraup tubuh mungil itu ke dalam dekapannya dan memulai malam penuh dengan lautan merah, jerit ketakutan, dan diakhiri dengan panasnya api yang menjadi hidangan penutup malam itu.

Di atas tanah yang gundus, si gadis kecil akhirnya berhasil menyentuh bumi. Bukan lagi lantai beton yang melukai kaki. Ia tidak terlalu berkomentar banyak dan mulai melangkah menjauh, membiarkan kaki mungil dan penuh carut marutnya menapaki jalanan lusuh malam itu.

"Siapa namamu?" tanya si iblis sembari menyunggingkan senyum khas miliknya.

"Dracella Lux Silvester, putri dari earl Silvester."

"Ah, sepertinya kau adalah manusia yang memiliki segalanya … baiklah kalau begitu, aku akan mengambil bentuk yang terbaik untuk melayani seorang sepertimu. Jadi apa perintahmu , my little Lady?" Tubuhnya berlutut dengan kepala menunduk.

"Aku hanya meminta dua permintaan saja. Pertama, selalu lindungi aku dan jangan pernah mengkhianatiku, termasuk berdusta padaku. Jadilah tameng dan pedangku hingga dendamku terbalaskan. Dan yang terakhir selalu lakukan apapun perintahku tanpa syarat," kata si gadis kecil tanpa ragu.

Tampaknya ia benar-benar siap menolak dan membalikkan badan dari gerbang surga. Memberikan jiwa manis yang menggiurkan miliknya. Manik krimson yang tertimpa rembulan malam menatap nyalang. Dan lagi-lagi terlihat tidak ada yang tersisa dari sorot pandangannya.

Dan saat itu juga menjadi awal dari kisah salah satu putri manusia yang menerima jalinan benang terkutuk dari salah satu sosok penghuni kegelapan. Itu juga menjadi kali pertamanya seorang iblis yang menempati puncak neraka membungkukkan badan pada seorang gadis muda yang sangat rapuh.

"Yes, my Lady. Saya akan menjalankan permintaan anda," jawabnya masih tetap mengulas seutas senyum miring yang menawan.

avataravatar
Next chapter