1 Elang Kanagara

Jangan lupa vote, terus add ke reading list ya?😁😁

SANG JENDRAL🦅

TEENFICTION

***

.

.

Anak laki-laki itu menyeka darah segar yang baru saja keluar di sudut bibirnya. Sorot matanya menajam, nafasnya terdengar berat, sesaat ia diam namun detik berikutnya anak laki-laki itu kembali melayangkan satu pukulan di wajah lawannya. Ia baru saja meninju seorang murid kelas 11 karena bersikap tidak sopan terhadap guru.

Bukannya mau bersikap seperti seorang pahlawan di siang bolong, dia hanya tidak suka melihat seorang siswa mengolok-ngolok seorang guru. Tidak peduli seperti apa guru itu, tetap harus di hormati selagi dia tidak bertindak senonoh. Etika seperti ini sudah seharusnya di ketahui oleh setiap siswa, tapi tidak masalah, anak laki-laki itu dengan senang hati akan mengingatkan siapa saja yang telah melupakan etika itu.

Elang Kanagara namanya, untuk sekadar informasi, ia dinobatkan oleh teman-temannya sebagai Jendral sekolah. Gelar itu Elang dapatkan karena sikap tegasnya terhadap siswa-siswa yang berlaku tidak sopan terhadap guru. Elang tidak terlalu mengurusi masalah lain, tapi kalau sudah menyangkut sopan santun terhadap guru, ia akan maju paling depan.

Elang kembali menarik kerah baju murid itu, kemudian berkata, "Masih bau kencur tapi udah berani ngelawan guru? Merasa hebat lo sekarang?"

"Kalo lo gak terima karena udah gue pukul...."

"Panggil temen-temen lo, abang lo, ayah lo, buat ngeroyok gue. Tapi sebelum lo pergi, gue bakal ngebuat lo gak akan bisa jalan selama satu tahun ke depan. Lo tau gue gak pernah main-main sama ucapan gue!" Ucap Elang tegas sambil melepas cengkramannya dan mendorong murid laki-laki itu.

"Rangga, Galih, sini lo berdua." Perintah Elang kepada kedua teman dekatnya.

"Siap! Komandan." Jawab Rangga dan Galih, seperti seorang prajurit yang baru saja mendapat perintah dari komandannya.

"Tolong keluarkan selembar kertas photocopy-an di tas lo. Kasih ke temen kita yang satu ini, terus ajarin dia dasar-dasar menjadi seorang murid. Jangan lupa ambil ikat pinggang di tas gue, yang baru gue beli kemarin."

Melihat kedua temannya masih berdiri di depan pintu kelas sebelas, Elang kembali memberi perintah, "Udah, gerak sana!"

"Oke, oke, jangan marah-marah terus napa? Tar lo cepet tua." Ledek Rangga. Sepertinya cuma Rangga yang masih bisa bercanda di situasi seperti ini, sedangkan yang lainnya diam bahkan anak-anak kelas sebelas banyak yang menundukkan kepala mereka karena takut bertatapan langsung dengan Elang.

Galih dan Rangga segera berlari ke kelas XII IPA 3 untuk mengambil pesanan Elang. Setelah mendapatkan apa yang Elang inginkan, keduanya kembali ke kelas sebelas. "Lang, ini pesanan lo." Galih menyerahkan ikat pinggang di tangannya. Elang segera mengambil benda itu.

"Bangun lo." Perintahnya ke murid itu.

"I-iya kak."

"Sini, mendekat ke gue." Perintahnya sekali lagi. Murid laki-laki itu meneguk ludahnya karena gugup melihat Elang memanggilnya mendekat sambil memegang sebuah ikat pinggang di tangannya. Belum lagi tatapan tajam Elang yang dilayangkan padanya, membuat murid itu semakin ketakutan. "Apa nih kakak kelas beneran mau ngebuat gue gak bisa jalan selama setahun?" Gumam murid itu dalam hati.

"Lo denger gue gak sih?! Gue bilang sini!" Kata Elang dengan nada tinggi, seisi kelas terkejut mendengar suaranya yang meninggi.

"I-iya kak."

Tiba-tiba Elang menarik celana murid itu tanpa ragu, membuat seisi kelas XI menjerit terutama anak-anak perempuan. Elang tidak benar-benar menarik celana murid itu hingga terlepas, dia hanya menurunkannya sedikit, lalu memasukkan baju murid itu ke dalam celananya. Elang saat ini terlihat persis seperti seorang ibu yang sedang merapikan seragam sekolah anaknya. Setelah itu, Elang kembali menaikkan celana murid itu, dan melingkarkan ikat pinggang yang dia beli kemarin ke celana murid itu.

"Besok-besok, kalo ke sekolah baju harus rapih ya!"

"Ini ikat pinggang gue kasih ke lo, gak usah lo balikin, juga gak usah lo bayar. Tapi kalo besok-besok gua gak ngeliat ikat pinggang ini nempel di celana lo! lo bakal tau hukumannya!"

"I-iya kak, makasih." Murid itu mengangguk.

"Sama-sama."

Lalu Elang menoleh ke Rangga dan berkata, "Rangga, kasih ke dia photocopy-annya." Perintah Elang. Dengan sigap Rangga langsung memberi selembar kertas hvs di tangannya ke murid itu.

"Baca baik-baik, kalo perlu pajang di kamar lo, dek." Kata Rangga sambil menyentuh pundak murid itu. "Kata-kata yang gue tulis di sini emang cuma tiga kata doang. Tapi lo paham kan? Makna dari tiga kata ini cukup besar. Lo harus inget baik-baik, ini terakhir kali gue denger lo ngolok-ngolok Bu Nanda. Gak cuma Bu Nanda, tapi guru lainnya juga. Kalo lo ngulangin lagi, lo bakal ngerasain tonjokan gue lebih dari yang Elang kasih ke elo hari ini."

"I-iya kak."

"Bagus." Rangga menoleh ke Galih, lalu bergumam, "Galih, giliran lo."

"Oke." Jawab Galih sambil mengedipkan matanya. Membuat Rangga menatapnya dengan jijik. "Bukan teman gue, sumpah!" Bisik Rangga yang masih di dengar oleh Galih.

Galih menghiraukan tatapan jijik Rangga. Ia menatap murid itu kemudian bertanya, "Lo kenal dia?" Kata Galih sambil menepuk bahu Elang.

"Ke...kenal, dia kak Elang."

"Lo tau apa gelar dia?"

"Je-jendral sekolah."

"Oke, pinter. Lo takut gak sama dia?"

"Ta...kut."

Galih tertawa mendengar jawaban murid itu, lalu mendekatinya dan melingkarkan lengannya di pundak murid itu. "Gak usah takut, biar tampang dia nyeremin gitu...tapi dia baik kok, gak bakal gigit lo. Tapi karena lo udah bilang takut sama dia, yaudah gak apa-apa."

"Sebenarnya gue cuma mau ngasih nasehat sebagai seorang abang ke adeknya. Dek...." Galih menyentuh pundak murid itu.

"Gak ada bagus-bagusnya lo ngolok-ngolok guru, gak akan bikin lo jadi superhero, gue jamin itu. Tapi seorang guru, dia bisa bikin lo jadi superhero, gak sekarang, tapi nanti kalo lo udah gede, udah kerja, udah nikah, nanti lo bakal jadi superhero buat orang-orang."

"Yang gue bilang bener gak?" Tanya Galih.

"Be-bener."

"Nah, kalo gitu sekarang lo minta maaf dulu ke Bu Nanda. Cium tangan dia. Kalo lo gak ngerti sama pelajaran dia, tanya baik-baik, kalo masih gak ngerti juga? Dateng ke kelas XII IPA 3, cari Elang Kanagara, Galih Farendika atau Rangga Pradipta buat ngajarin lo. Biar gini-gini, pelajaran kelas XI gue sama temen-temen gue masih paham dan bisa ngajarin lo. Gak usah takut, dateng aja. Kita semua welkam kok."

"Makasih kak."

"Yaudah sana."

Setelah mendapat pencerahan dari Galih, murid itu segera menghampiri Bu Nanda untuk meminta maaf.

"Jangan di ulangi lagi, ya?" Kata Bu Nanda dengan senyum manis di wajahnya.

"Iya, bu."

"Yaudah, kamu udah boleh duduk ke kursi kamu." Perintah Bu Nanda.

"Terharu gue kalo liat yang beginian." Kata Rangga dramatis melihat Bu Nanda dan Murid itu saling memaafkan. Ia mengusap matanya persis seperti orang yang baru saja menangis, padahal tidak.

"Lo mau juga?" Tanya Elang. "Sini gue tabok."

"Nggak elah, becanda doang." Rengek Rangga.

Elang menghiraukan rengekan temannya itu, lalu segera pamit ke Bu Nanda karena urusan mereka di kelas sebelas sudah selesai. Ia juga meminta maaf karena telah mengganggu dan membuat adik-adik kelasnya menjadi takut.

"Gue minta maaf karena udah ganggu lo semua belajar, udah nakutin lo semua, tapi gue harap ini terakhir kalinya gue liat anak kelas sebelas ngolok-ngolok guru." Kata Elang sambil menatap satu persatu adik kelasnya. "Kalo masih ada yang begini, gue gak akan segan buat nonjok lo semua."

🦅🦅🦅

Setelah berpamitan dengan Bu Nanda, Elang, Galih dan Rangga memutuskan kembali ke kelas mereka. Urusan mereka dengan anak kelas sebelas yang suka mengolok-ngolok guru, sudah mereka atasi dan sekarang waktunya kembali kelas untuk melanjutkan tidur.

"Sebenernya sih gue laper, lo pada gak mau ke kantin?" Tanya Galih.

"Gue juga." Jawab Rangga. Keduanya menatap kearah Elang. "Lo ikut gak?" Tanya Rangga.

"Yaudah."

"Tunggu!" Teriak seorang anak perempuan dari belakang. Elang, Galih dan Rangga yang berniat pergi ke kantin segera menghentikan langkah mereka, lalu menoleh dengan raut wajah bingung.

Anak perempuan itu berjalan mendekat ke arah mereka dan tanpa aba-aba, anak perempuan itu langsung menarik lengan Elang dan menyeretnya ke tangga. Galih dan Rangga hanya diam melongo melihat kejadian itu. Sementara Elang membiarkan dirinya di seret begitu saja. Ia penasaran, apa yang akan dilakukan oleh anak perempuan itu padanya.

"Kakak duduk dulu." Perintah anak perempuan itu ketika melihat Elang hanya berdiamdiri di depannya, sementara ia mulai membuka kotak putih di tangannya. "Kenapa masih berdiri?"

"Aku bilang kan duduk, bukan berdiri!" Kata anak perempuan itu gemas. Ia segera menarik lengan Elang dengan kuat, hingga Elang ikut terduduk di sampingnya.

Melihat kejadian itu, Elang mengerutkan alisnya bingung. Perempuan ini, apa dia tidak tahu sedang berurusan dengan siapa? Apa dia tidak takut, kalau-kalau Elang murkah lalu menonjok wajah kecilnya itu. Meskipun Elang suka membantu guru-guru di sekolahnya untuk mengingatkan adik kelasnya tentang etika seorang siswa harus hormat kepada guru. Bukan berarti ia anak suci nan polos dan tidak pernah terlibat masalah. Ia bahkan mengetuain sebuah geng di luar sekolah. Hanya segelintir orang yang tahu tentang fakta ini, karena Elang tidak mau terlalu menunjukkan dirinya di depan anak-anak sekolahnya. Dan belum pernah ada yang seberani ini padanya, tapi perempuan ini, dengan lugunya malah memerintah seorang Elang Kanagara! Apa dia sudah gila?

Elang kesal mendengar perintah dari perempuan itu, kalau saja perempuan itu sejenis dengannya, sudah dipastikan Elang akan menonjok wajahnya. Hanya saja dia itu perempuan, ia tidak mau mengotori tangannya hanya untuk melampiaskan kekesalannya saat ini. Merasa situasi saat ini tidak nyaman untuknya, Elang memilih pergi dari sana.

"Ehhh!! Siapa bilang boleh pergi?" Tanya perempuan itu sambil mencengkeram tangan Elang. "Aku kan belum ngijinin kakak pergi."

Elang menatap tangan perempuan itu. "Lepas!"

"Nggak!" Anak perempuan itu kembali menarik tangan Elang dengan kuat, hingga Elang terduduk di sampingnya sekali lagi. "Diem, gak usah rewel kayak anak kecil." Omelnya.

Elang hanya diam saja, membiarkan anak perempuan itu menyentuh luka di ujung bibir dan keningnya. Sesekali Elang terdengar meringis kesakitan karena lukanya di tekan sangat kuat. "Seharusnya kalo mau berantem, jangan sampai bonyok gini dong. Gimana sih! Nyusahin anak PMR aja."

"Kalo mau susah, ya susah sendiri aja, gak usah ngajak-ngajak orang lain." Omel perempuan itu sambil membersihkan luka di kening Elang. Sesekali dia menekannya dengan kuat, sengaja untuk memberi pelajar pada Elang.

"Aw! Bisa pelan gak!" Ringis Elang.

"Gak! Ini udah paling pelan."

"Saya gak minta pendapat kamu, ini perintah!"

"Yang ngobatin disini itu aku, bukan kakak. Kakak diem aja, gak usah bawel!"

"Berhenti! Saya gak minta di obatin sama kamu!"

"Tapi kan saya mau!" Jawab perempuan itu tak kalah sengit dari Elang. Galih dan Rangga yang sejak tadi mengamati perdebatan Elang dan Perempuan itu, hanya bisa tertawa geli. Seolah sebuah film komedi romantis baru saja di putar di hadapan mereka.

"Udahlah, tinggalin aja, biarin pdktan." Kata Rangga sambil menarik lengan Galih menjauh dari Elang dan perempuan itu.

"Yakin lo mau ninggalin mereka berdua? Gue takut ntar malah cakar-cakaran." Gumam Galih lalu tertawa geli membayangkan Elang dan perempuan itu akan saling mencakar.

****

Gimana hayooo??😁

Udah yang jomblo mah diem aja, gak usah ngarep ada yg perhatiin kayak Kak Elang🤣

avataravatar