4 Tak Mampu Lari Dari Takdir

Ledakan maha dahsyat itu meluluhlantakkan seluruh desa meninggalkan kawah sangat besar. Aku terbangun diantara bongkahan batuan sisa-sisa reruntuhan, sosok hitam mengubah dirinya menjadi semacam kubah untuk berlindung.

"Uhuk uhukk... apa yang terjadi?" ucap ku terbatuk-batuk menghirup pekatnya debu.

Aku berlari mencari tempat berlindung dan bersembunyi dibawah lebat pepohonan yang masih tersisa khawatir adanya serangan susulan. Dengan nafas yang masih tersengal-sengal aku menyandarkan badan dan mencoba menengok ke segala arah, melihat situasi yang telah terjadi.

"Ledakan apa ini?"

"Ada yang sedang mencoba melenyapkan kita. Tidak ada tanda hawa keberadaan penyerang. Harusnya sekarang kita sudah aman" jawab sosok hitam yang kini berwujud menjadi jubah yang aku kenakan. "Beruntunglah aku masih sempat membuat perlindungan"

"Bagaimana bisa? siapa gerangan yang menyerang?". Aku mulai menggertakan gigi tanda kemarahan yang luar biasa diselimuti perasaan cemas dan takut yang berkecamuk.

"Nampaknya kebangkitan ku telah diantisipasi jauh-jauh hari. Lokasi ini mestinya tidak dapat ditemukan. Kalau begitu kemungkinan seseorang telah mengirimkan sinyal"

Baru saja selang beberapa menit, armblade mendadak memunculkan aura hitam keunguan, menyelimuti kedua tangan lalu menjalar dengan pelan hingga menutupi seluruh tubuh ini.

"Hei hei... tunggu... asap apa ini? apa yang terjadi kali ini?" aku mulai panik diiringi raungan kesakitan "Aaaaargghhh… Arghh!!", tiba-tiba sekujur badan terasa amat sakit.

"Jangan menolaknya, ini adalah reaksi armblade kepada tuannya untuk memberikan kekuatan. Tahan saja, tidak akan lama" ujar sosok hitam meyakinkan, dan benar saja aura gelap tersebut kian mereda.

"Aku tahu kau diselimuti banyak pertanyaan, namun kekuatan ku sebentar lagi akan habis, jadi untuk sementara waktu aku tidak dapat menjawabnya. Pergilah menuju Desa bernama Itam. Temuilah pustakawan bernama Rein. Engkau akan dapatkan jawaban yang dibutuhkan sementara waktu". Suara sosok hitam dalam jubah mendadak menghilang begitu saja.

"tunggu sebentar.. jangan seenaknya datang dan hilang begitu saja! Ah.. sialan!"

Kini aku dalam lamunan kosong. Semua rentetan kejadian ini terasa begitu mendadak. Dada sangat sesak, fakta didepan mata yang tak sanggup aku terima. Rasa bersalah, amarah, dan sesal mendera. Setelah ditinggalkan kedua orang tua, dan kini ditinggalkan tempat hidup bukan hal yang mudah begitu saja untuk dibuat tegar. Tidak ada yang tersisa sama sekali. Aku menangisi semua yang ada. Aku menangisi takdir yang salah yang mungkin saja semua ini akulah penyebabnya.

"Ini salahku. Ini adalah salahku!. Apa yang tidak melibatkan mereka, justru aku sendiri yang membunuh mereka semua." tetesan demi tetesan air mata ini mendera tanah yang semakin gelap akibat hari mulai malam. "Siapa yang tega melakukan ini semua?! Aku harus mencarinya! Mereka harus membayar ini semua!". Ah sorot mata ini benar-benar pada keadaan puncak putus asa, lemah tak berdaya, marah tapi entah pada siapa.

Malam menghampiri, bintang-bintang redup menyinari. Hanya buaian angin menemani. Aku paham, sangat paham bahwa rasa kecamuk ini tidak dapat menghidupkan mereka kembali, yang terjadi tak dapat diputar lagi. Orang-orang menyebut nya dengan sebutan nasib malang kebengisan.

Relung-relung hati terisi oleh aliran arus dendam dan amarah. Seumur hidup baru kali ini aku menyimpan dendam yang begitu tak tertahankan. Beranjak dari sujud, mencoba berdiri meski tertatih, melangkah menuju jawaban yang harus aku dapatkan.

Hari demi hari telah berlalu, kedua langkah kaki melangkah dengan kekosongan arah tujuan. "Hari apa ini? ah pikiran ku melayang tak karuan"

~

"Hoi… bangun kawan! ini sudah pagi", ucap seseorang membangunkan ku dari tidur.

Aku membukakan kedua mata, didepan tampak kedua anak laki laki berbaju putih gading

"Maaf kawan, kau tertidur ditengah jalan utama pedesaan. Rombongan pedagang sebentar lagi akan datang, segeralah beranjak dari tidur agar tidak merepotkan yang lainnya" kata salah seorang anak laki-laki tersebut yang terlihat lebih remaja, dengan satunya lebih muda

"Sudah berapa lama aku tertidur? Dimana ini?" jawab ku yang masih berusaha beranjak dari tidur.

"Ini adalah jalan menuju Desa Sicca"

"Sicca kah? Apa kau tahu Desa Itam berada? Aku harus kesana"

"Hmmm... kalau tidak salah itam berada dibalik bukit itu" ia menunjuk salah satu bukit terjal tak karuan nan aneh, lelaki itu kemudian menurunkan bawaannya, mengambil dedaunan hingga rempah hasil hutan yang ia dapatkan. "Luka di tubuh mu nampak jelas masih terbuka. Izinkan aku obati terlebih dahulu. Untunglah tanaman obat ini manjur. Aku jamin. Oh iya, perkenalkan namaku Kyra, dan ini adik ku Danan" ucapnya dengan wajah polos tersenyum begitu saja tanpa rasa curiga pada orang yang baru pertama ia temui. Adik nya begitu pemalu dan bersembunyi di belakang punggung sang kakak sementara ia menumbuk dan mengoleskan ramuan obat nya.

"Terimakasih banyak Kyra. Panggil saja aku Hevea. Apa yang bisa kulakukan untuk membayar semua ini? Maafkan aku tidak membawa uang sama sekali" Ucap ku

"Tidak usah, tak apa. Tapi jika kau memang memaksa, maka kalau ada waktu mampirlah ke Sicca. Kami sangat senang menyambut tamu ke rumah" jawab Kyra lagi-lagi dengan senyuman polosnya. "Baik sudah beres!. semoga kedepan kau lebih memerhatikan luka agar tidak terbuka lebar lagi. Lalu jika kau hendak ke Itam, aku sarankan pergilah menuju lembah dibawah bukit yang tadi itu, disana terdapat sungai. Nah susuri saja aliran sungai agar tidak tersesat"

"Baiklah. Terimakasih banyak sekali lagi. Sampai jumpa dilain waktu"

Pertemuan singkat yang diakhiri lambaian tangan. Mereka setidaknya adalah orang baik. Atau memiliki niatan lain?

Cuaca masih pagi tapi mendung mulai menyelimuti. Ku pandangi langit, ia semakin terselimuti awan gelap. Bukan tanda hujan, gemuruh guntur hingga angin kencang tidak ada. Senyap begitu saja adanya. Burung gagak dan burung hantu banyak bertengger pada dahan-dahan pepohonan beringin hitam. Tanah tandus, bau tak sedap sayup-sayup tercium dibeberapa titik. Penyusuran sungai berjalan dengan lancar, maka seharusnya Itam mulai dekat.

Itam adalah salah satu desa lingkar luar, sama halnya dengan fruveis. Meski demikian desa ini bukan desa yang sama sejahtera. Justru sebaliknya, Itam dikenal sebagai desa buangan. Tidak ada yang spesial selain sebuah pemukiman kecil ditengah rawa yang dikelilingi bukit terjal. Itam sama sekali tidak memberikan sumbangsih pada kerajaan Eaiis, dan karena dianggap lemah untuk disebut sebagai ancaman maka dari itu tidak ada pengawasan khusus atau bahkan perhatian lebih untuk membenahi desa ini.

Akses menuju desa satu-satunya mengandalkan jembatan kayu sebagai akses penyeberangan. Sekeliling jembatan tersebut engkau akan dapati rawa-rawa berwarna hitam pekat yang sesekali mengeluarkan bau busuk melalui gelembung-gelembung udara yang mencuat. Lingkungan ekstrim membentuk hewan yang menempatinya pun tentu saja bukan sembarang hewan. Mereka semua beracun.

Penduduk buangan ini mencari penghidupan dengan memburu hewan-hewan tersebut untuk diambil racunnya. Ya tentu saja racun-racun itu nantinya dipergunakan untuk isian senjata, makanya diperjualbelikan. Mereka tidak ada pilihan lain, mencari penghidupan dengan sedikit demi sedikit berjalan menuju kematian.

Menjelang memasuki Itam, kusisingkan jubah hingga menutupi kepala membentuk tudung. Pemandangan rumah penduduk sepi, jalanan lenggang, kondisi mendung nan gelap biasa terjadi. Rumah-rumah panggung reyot yang terbuat dari kayu seadanya seakan hal mewah yang mampu mereka dirikan. Tidak ada penghias lingkungan selain bangkai dan sisa tulang belulang hewan buruan.

"ahh, tetap saja aku tidak bisa terbiasa", maklum saja lingkungan terbalik ini benar-benar baru pertama aku singgahi. Barangkali ini yang disebut sebagai ketidakadilan hidup. Ketidakadilan nasib.

"Akhirnya ketemu juga..", perpustakaan yang aku cari tepat berada di tengah desa. Sosoknya tentu saja dapat kau tebak. Suram, kumuh, dan bernuansa gelap. Di muka bangunan terdapat marka bergambar buku dan papan nama bertuliskan 'Perpustakaan'. Lampu minyak menyala dikaitkan diatas pintu masuk.

"kenapa mesti ada perpustakaan disini?" celoteh ku dalam hati. Aku meyakinkan diri untuk mengetuk pintu, 'tok tok tok'. Tak lama berselang.

"Silahkan masuk!" sahut seseorang di dalam. Aku mulai membuka pintu didampingi suara berdenyit kasar pintu nyaring karena kondisi daun pintu yang tua.

"Permisi. Selamat Siang" kata ku kepada seseorang yang sedang khusyuk membaca buku di atas mejanya. Ruangan didalam ternyata lebih sempit dari apa yang aku bayangkan sebelumnya. "Maaf jika mengganggu. Aku kemari dipinta untuk bertemu seseorang bernama Rein."

"Ada urusan apa anak muda?" jawabnya datar tanpa melirik. Pria berambut hitam panjang memakai pakaian serba hitam ini tidak memiliki niat sama sekali menjamu tamu.

"Entahlah, kau mungkin tidak akan percaya tapi aku dipinta oleh sebuah sosok hitam untuk menemui orang tersebut. Kini ia tertidur dalam jubah ini, ia pun menitipkan armblade. Coba kau lihat " kusingkapkan tudung jubah dan menunjukan armblade yang menempel di kedua tangan berharap mamu menarik sedikit perhatiannya.

"Konyol sekali !. Jangan berani menipu ku anak muda !. armblade katamu?", ia menutup buku dan mulai melirik lambat. Anehnya untuk beberapa saat setelah ia memalingkan pandangan lalu ia menatap bisu.

'"Hhaaaaaaahhh…? yang benar saja? apakah itu nyata?" ia sontak berdiri terkejut bukan main, kursi duduk nya pun sampai terhempas. Karakter kalem yang ia perankan sedari tadi hilang begitu saja

"Segera tutup pintu anak muda!. Perbincangan kita berdua sangat penting. Ikuti aku ! Aku lah Rein. Ayo kemari!", ucap Rein menuntun ke ruangan disebelahnya. Ia menggeserkan meja disalah satu sudut, menyingkap karpet, dan membacakan sebuah mantra ke lantai. Pintu rahasia terbuka.

Pintu rahasia ini membawaku kilas balik pada pintu bawah tanah sebelumnya yang menuntunku pada semua kesialan. Akankah aku berakhir sial kembali?

"Duduk saja ditempat yang kau kira nyaman. Takdir telah membuat keputusan rupanya. Sejauh mau mana kau dapatkan informasi?" tanya Rein.

"Tidak sedikit pun. Setelah kontrak armblade yang disebut sosok hitam terjalin, kami diserang. Serangan tersebut menghancurkan seluruh desa. Sosok hitam yang membuat perlindungan. Ia hanya berpesan untuk menemui mu kemudian menghilang karena kehabisan energi" jawab ku.

"Baiklah mari mulai dari awal. Sekali lagi perkenalkan namaku Rein. Aku dan keluargaku adalah pelayan turun temurun yang melayani armblade yang kau kenakan itu. Armblade adalah satu-satunya senjata terkutuk peninggalan dunia sebelum kita hidup sekarang. Dari buku yang diturunkan kepadaku menyebutkan bahwa kemunculan senjata itu menunjukan dunia akan berakhir. Disebutkan juga bahwa lokasi senjata itu tidak mungkin ditemukan kecuali oleh orang yang terpilih oleh takdir. Armblade menuntun pada rahasia dunia, menyingkap keburukan, dan menyeimbangkan kembali fitrah kehidupan. Sosok hitam adalah penjaga sekaligus perantara dewa kematian." rein bercerita dengan raut wajah serius

"Tunggu sebentar, jadi tidak ada cara untuk melepas kontrak ini?" aku menyela

"Ya sama sekali tidak ada. Takdir yang memilihmu. Segel kuno tempat disembunyikan senjata itu kemudian kau berhasil membukanya adalah bukti. Ketahuilah, hanya orang terpilih yang bisa membukanya".

"Yang benar saja? kau tahu aku membuka pintu itu dengan paksa, hanya dengan linggis dan dorongan saja!."

"Kau mungkin akan berpikir demikian, juga memang itu apa yang kau lakukan pada waktu itu. Tapi perlu diingat seperti yang aku sebutkan, lokasi senjata itu tidak ada yang pernah tau, bahkan kami sebagai pelayannya sekalipun. Tidak ada yang namanya keburuntungan, rentetan kejadian ini adalah bagian dari takdir mu sendiri. Sekarang kau harus memenuhi tugas takdir."

"Apa yang ingin kau katakan?"

"Didunia ini bukan manusia saja yang hidup. Pernahkah kau mendengar bangsa setan? siluman?"

"Setan? itu hanya bagian fiksi dari cerita nenek moyang belaka."

"Justru karena diceritakan nenek moyang kita lah yang menjadikan itu nyata. Aku adalah setengah siluman" Tubuh rein mendadak mengeluarkan aura merah darah, otot seluruh tubuhnya mengekar, setengah tanduk muncul dibagian kiri dahi. "Inilah wujud lain diriku. Bagaimana dengan sekarang? apa kau percaya? Tenang saja aku hanya setengah, bukan sepenuhnya siluman"

Perubahan wujud rein membuat aku cukup kaget. Keanehan demi keanehan mendera menimpa kehidupan normal aku yang lama. Logika, perasaan, dan mental ditampar dengan keras berusaha menodong fakta kehidupan.

"Kakek ku selalu bercerita; dahulu kala sebelum kiamat pertama tiba, sekelompok orang yang mengetahui rahasia dunia yang sebenarnya berjuang untuk menormalkan kembali jalur fitrah kehidupan manusia yang telah melenceng karena pengaruh Bangsa Setan. Umat manusia seolah mulai menghadapi kepunahannya.Manusia yang saat itu hidup bukanlah manusia yang memiliki kekuatan seperti sekarang. Kemudian melihat betapa mengerikannya masa depan yang mereka prediksikan, mereka lalu menjalin kontrak dengan dewa kematian untuk mendapatkan berkah kekuatan. Perjanjian itu adalah satu-satunya jalan keluar melawan pengaruh Setan yang terlanjur mencengkram dunia manusia. Dewa kematian pun memberikan berkah tersebut. Senjata terkutuk pun lahir ke dunia. Senjata terkutuk tersebut tiada lain adalah armblade. Sosok hitam dibelakangnya adalah bagian dari sang dewa. Senjata terkutuk adalah satu-satunya senjata di dunia yang melebihi senjata pusaka ataupun mustika yang dibuat manusia. Meski demikian tidaklah mudah untuk mengendalikan senjata terkutuk. Sebab ia selalu haus akan darah, penggunanya pun bukanlah sembarangan orang, bagi ia yang tidak mampu akan tenggelam dalam bayangan, dimakan oleh kekuatannya sendiri. Semakin banyak darah yang terserap oleh armblade maka jadilah ia semakin kuat. Seseorang yang terpilih oleh sosok hitam diberikan tugas membunuh bangsa setan dan manusia yang bersekongkol dengan harapan hari kiamat tidak terjadi, manusia pun terhenti dari kepunahan. Ras Setan sebetulnya memiliki peradaban layaknya manusia, seperti kita. Mereka hidup disisi alam yang lain. Dalam dimensi yang berbeda. Manusia tidak pernah mengetahuinya. Manusia yang menjalin kontrak dengan setan melalui ritual-ritual khusus mendapatkan kekuatan diluar nalar. Begitulah cara mereka menggenggam dunia. Begitulah juga cara setan mengendalikan manusia. Takdir akan memilih siapa yang pantas mengemban misi ini. Mengemban misi mengembalikan tatanan, keberimbangan, dan dimensi. Armblade disegel disuatu tempat yang siapapun tidak mengetahuinya tetapi takdir akan menuntun orang itu membukanya."

Rein menceritakan kisah turun temurun dari keluarganya. Menjelaskan secara detail setiap informasi yang ia dapatkan. Buku-buku yang berserakan disetiap sudut ruangan adalah hasil analisis nya pula. Aku secara seksama mendengarkan. Sesekali termenung terdiam. Aku tak punya pilihan.

"Jadi apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya ku pada penghujung cerita Rein. Terdengar antiklimaks memang, tapi apa daya kehilangan orang tua juga tempat penghidupan, kini aku sama sekali tidak memiliki tujuan. Jika memang takdir ini yang memilih, aku akan lihat apa yang ia suguhkan untuk ku pada akhir nanti. Konyol bukan?

"Hevea, untuk sekarang mari kita fokus untuk mengisi energi sosok hitam terlebih dahulu. Kebetullan aku mendapatkan informasi kemunculan siluman di benua ini. Seperti yang kau tahu, siluman adalah bagian dari ras setan. Pergilah menuju Kuil Kesepian, Gua kegelapan, Menara Jeritan, dan Hutan Kesesatan. Basmi semua siluman dan kawanannya. Persembahkan jantung 4 siluman tersebut untuk armblade, dengan demikian kemampuan mu akan mulai bangkit. Kembalilah padaku jika kau telah merampungkan misi awal ini" ucap Rein dengan nada tegas menggebu pada penghujung kalimat.

"Ok. Perburuan dimulai !.."

avataravatar
Next chapter