1 Hilang

Sekar terbangun dari tidurnya.

Dengan posisi tubuh masih terbaring di atas tempat tidur, Sekar menatap langit - langit. Langit - langit itu Ia kenal, langit - langit kamar tidurnya. Segera Ia bangun dan memposisikan dirinya pada posisi duduk. Badannya terasa berat, nafasnya terengah - engah, dan kepalanya terasa sakit. Rasanya Ia seperti baru saja mengalami mimpi yang sangat buruk. Namun, meskipun begitu, Ia tidak ingat mimpi itu sama sekali.

Ia melihat sekelilingnya, yang Ia lihat adalah kamar tidurnya yang biasa. Tidak ada yang aneh baginya. Tempat di atas kasur di sebelahnya juga kosong.

Kosong?

Kepala Sekar terasa sakit lagi, seakan - akan kesadarannya atas kekosongan tersebut telah memicu sesuatu yang tidak mengenakkan. Ia membenamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya, seakan - akan berusaha untuk menghilangkan rasa sakit tersebut. Setelah beberapa saat, Ia mendengar suara langkah kaki dari luar kamarnya.

"Sayang, kamu sudah bangun?" panggil suara seorang laki - laki

"...sudah... sayang..." jawabnya

Laki - laki tersebut kemudian masuk ke dalam kamar, yang tidak lain tidak bukan adalah suami Sekar sendiri.

"Cepat siap - siap, nanti kita telat..." ujar si Suami

"...eh? Telat?" Sekar terbingung, Ia pun memperhatikan suaminya berpakaian setelan jas hitam yang biasa Ia gunakan untuk menghadiri acara pemakaman atau berkabung.

"Ya, ke pemakaman Putri! Masa kamu lupa?"

"...eh?"

---------------------------------

Turut berduka atas meninggalnya Putri Azalea.

Adalah rangkaian kata yang tertampang pada banyak papan karangan bunga di rumah duka. Dari keluarga, dari kerabat, dan salah satu yang mencolok adalah dari perusahaan tempat Sekar bekerja, Yumekochi Construction Indonesia. Rumah duka itu tidak terlalu ramai, tetapi ada beberapa orang yang Sekar kenal, dan mereka adalah kolega - kolega Sekar di kantornya.

Terbaring kaku di dalam peti mati, adalah tubuh tak bernyawa Putri Azalea. Sekar hanya bisa menatap tidak percaya akan apa yang sedang Ia saksikan. Pagi ini Ia terbangun tanpa adanya satupun ingatan atas kejadian - kejadian apa yang mengakibatkan apa yang Ia saksikan hari ini.

Mengapa? Bagaimana? Kapan? Siapa?

Banyak hal yang mengganggu pikiran Sekar, sakit kepala kembali menyerangnya, hingga Ia tidak bisa berkonsentrasi untuk mendoakan sang almarhum. Ia merasa ada sesuatu yang salah.

"...kamu nggak enak badan?" tanya suaminya

"...kepalaku sakit..." jawabnya pendek

"...mau keluar? Atau mau pulang sekalian?"

"...aku keluar aja, kita pulang nanti aja kalau acaranya sudah selesai..."

Sekarpun meninggalkan aula duka ke luar bersama suaminya.

"Kamu mau minum? Aku ambilkan di mobil ya..." ujar suaminya

"...iya tolong ya, aku di sini aja gapapa kok..." jawab Sekar sambil duduk di bangku panjang di area pintu masuk rumah duka.

Suaminyapun meninggalkan Sekar menuju parkir mobil yang harus memutar bangunan rumah duka. Terduduk Sekar sendiri di tempat tersebut karena hampir semua orang sedang berdoa di dalam aula. Hanya ada satu - dua petugas rumah duka, itupun cukup berjarak dari tempat Sekar duduk.

Sekar kembali merenung, namun tidak kunjung mucul juga ingatan - ingatan yang menjawab pertanyaannya. Satu - satunya yang Ia tahu hanyalah berdasarkan informasi - informasi di sekelilingnya. Putri Azalea adalah salah satu pegawai di kantornya, kolega kerjanya. Tetapi masih ada hal - hal yang mengganjal pikirannya.

Memang, adalah suatu penghormatan untuk mengunjungi acara perkabungan dan pemakaman seseorang yang mereka kenal. Namun, untuk sekadar seorang pegawai, dirinya dan suaminya tidaklah memiliki kewajiban khusus untuk datang secara personal. Di sisi lain, dari bagaimana Suaminya bersikap dan adanya suatu perasaan di dalam hatinya, terdapat dorongan untuk melakukan perkabungan secara personal terhadap mendiang Putri.

"...sayang? Ini minumnya..." Suami Sekar kembali sambil membawa sebotol air

"...terima kasih..." ujar Sekar seraya menerima botol air mineral tersebut

Suaminya kemudian duduk disampingnya dan memeluknya

"...yang sabar ya sayang. Aku tau dia memang asistenmu dan kalian sudah mengenal satu sama lain sejak lama..." ucapnya seraya mencoba menenangkan Sekar

Asisten?

Air mata tiba - tiba mengalir di pipi Sekar. Ia tidak tahu mengapa, tetapi setelah mendengar kata tersebut, rasa sedih yang mendalam tiba - tiba memenuhi rongga dadanya. Hatinya terasa seperti dihantam bertubi - tubi. Rasa sakit dan sedih bergantian terasa.

Sakit.

Sedih.

Sakit.

Sedih.

"...Aza..."

"...ya, kebanyakan orang memanggilnya Putri, tetapi hanya kamu yang memanggilnya Aza..."

"...Aza..."

Sekar menggumamkan nama itu berkali - kali. Setiap kali Ia menyebut nama tersebut, semakin Ia tenggelam dalam kesedihan. Nama tersebut sangat berarti bagi Sekar, nama tersebut adalah salah satu bagian dalam hidup Sekar. Tetapi, entah mengapa Ia tidak bisa menemukan alasan dan ingatan mengapa nama tersebut sangat penting baginya.

Sekarpun akhirnya menangis dan meluapkan kesedihannya.

---------------------------------

Sekar berdiri di sebuah padang bunga. Hamparan padang tersebut tampak tidak berujung.

Kemanapun Ia lihat hanyalah warna hijau daun bunga tersebut. Bunga yang terdapat pada padang tersebut hanya satu jenis. Bunga itu adalah Antanan Kembang, bunga yang namanya juga adalah bagian dari nama Sekar.

Sekarsari Antanan, itulah nama lengkap Sekar.

Langit diatasnya berwarna kelabu. Tidak terlihat sedikitpun tembusan sinar matahari. Sekar kembali melihat sekelilingnya. Tidak terlihat ada seorangpun selain dirinya. Lalu barulah Ia menyadari bagaimana dan mengapa Ia berada di padang bunga tersebut.

Masih dalam kebingungan, Sekar mulai berjalan. Ia tidak tahu mana utara, timur, selatan, maupun barat, tetapi Ia terus berjalan tanpa arah. Entah kenapa ada yang mendorongnya untuk melangkahkan kakinya.

Kemudian, terdengarlah suara perempuan.

"...Sekar..." panggil suara tersebut

Suara tersebut terdengar tidak asing, tapi Sekar tidak bisa mengingat pasti milik siapa suara tersebut.

"....Sekar, aku ingin kamu untuk tetap melanjutkan hidupmu..."

Melanjutkan hidup? Memangnya siapa yang akan mati? Sekar bertanya dalam hati.

"....aku percaya dengan ini kamu akan lebih bahagia..."

Dengan ini? Apa maksud dari suara tersebut? Sekar masih tidak menahu.

"...aku harap kamu cepat melupakan aku dan tetap melanjutkan hidupmu..."

Lupa? Melupakan siapa? Si pemilik suara? Ia bahkan sudah tidak bisa mengingat siapa pemilik suara tersebut.

"...Sekar, lanjutkanlah hidupmu untukku."

Tiba - tiba angin berhembus sangat kencang menerpa Sekar. Diikuti dengan apa yang tampaknya seperti kabut asap yang lama - lama mengecilkan jangkauan pandangan Sekar. Angin bertiup semakin kencang membuat Sekar tidak lagi bisa membuka matanya. Lalu, seraya kabut asap menebal, Sekar tenggelam dalam sebuah kegelapan.

---------------------------------

"....Sumire?"

Panggilan itu mengembalikan Sekar ke dunia nyata.

"...sayang, kamu nggak kenapa - kenapa kan?" suaminya bertanya.

"...eh, nggak kok, gapapa..." jawab Sekar.

Ya, Sekar teringat mimpinya semalam. Mimpi yang membuatnya terbangun dalam kelelahan.

Sebuah mimpi yang aneh, namun tampaknya memiliki arti tersendiri bagi Sekar. Setidaknya, bagi Sekar, mimpi tersebut memberi petunjuk akan apa yang tidak Ia ingat.

"Sumire, sayang, kamu pasti sudah kelelahan... Prosesi doa mungkin sudah selesai, habis ini kita langsung pulang ya..." ujar suaminya

"Iya..." Sekar menjawab sekadarnya

Sekarpun dituntun suaminya kembali ke dalam aula. Mereka menyapa keluarga dari mendiang Putri. Sekar terdiam membisu, terlarut dalam pikirannya sendiri. Suaminya mewakilinya berbicara dengan keluarga Putri. Apa yang mereka bicarakan sama sekali tidak masuk ke dalam telinga Sekar. Setelah bercakap sedikit, Sekar dan suaminyapun pergi meninggalkan aula. Merekapun menaiki mobil mereka dan pulang dari rumah duka.

Dalam perjalanan pulang, Sekar masih berkecimpung dengan pikirannya sendiri.

"...sayang? Sampai rumah kamu langsung tidur aja ya..." ucap suaminya

"...eh? Iya..." jawabnya

"...wafatnya Putri benar - benar membuatmu shock. Aku ngerti kok, apalagi Ia meninggal seperti itu...."

Sekar sadar Ia tidak tahu menahu tentang bagaimana Putri meninggal. Ia ingin bertanya lebih lanjut, tetapi itu akan membuat suaminya heran. Namun, tanpa Ia tanyapun, suaminya mulai berbicara dan menceritakan bagaimana kejadiannya.

"...seharusnya aku nggak usah bawa dia ke tempat proyek..."

"Hah?"

"...ya, dia harusnya tetap di kantor aja sama kamu, dia nggak perlu ikut turun ke lapangan. Tapi entah kenapa waktu itu dia maksa banget untuk ikut ke lapangan..."

Mendengar cerita suaminya, ingatan - ingatan kembali membanjiri kepala Sekar dengan deras. Ia ingat kejadian tersebut, tiga hari yang lalu. Ia ingat, kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kelalaian pengawas. Ia ingat, siapa Putri Azalea sebenarnya.

Namun ada satu hal yang tidak cocok dengan ingatannya. Satu hal yang dia sadari tidak sesuai dengan apa yang baru saja Ia saksikan hari itu. Ingatannya salah, namun ada sesuatu yang meyakinkan dirinya bahwa ingatannya lah yang benar dan ada sesuatu yang terjadi pada kenyataan.

Sekar memandang suaminya, Murasakibara Hayashi, yang sedang menyetir.

Mereka dalam perjalanan pulang dari acara perkabungan Putri Azalea.

Namun dalam ingatan Sekar, yang seharusnya terbaring kaku tak bernyawa di dalam peti mati tersebut bukanlah Putri.

Melainkan suaminya.

Yang seharusnya meninggal dalam kecelakaan kerja tiga hari yang lalu adalah suaminya, Hayashi, Chief Engineer proyek tersebut. Bukanlah Putri, seorang Junior Architect yang merupakan asistennya.

Seharusnya pagi ini Sekar terbangun sendiri di kamarnya, tanpa keberadaan suaminya.

Namun entah kenapa, tanpa alasan yang masuk akal, Putrilah yang meninggal dalam kecelakaan kerja tersebut.

Pikiran Sekar berseteru antara ingatan dan kenyataan. Ia harunya menerima kenyataan, karena apa yang baru saja Ia saksikan. Tetapi, perasaannya mengatakan bahwa ingatannya lah yang benar dan ada sesuatu yang telah mengubah kenyataan.

Ya.

Sesuatu telah mengubah kenyataan.

Dan entah mengapa, Sekar tidak dapat menerima kenyataan tersebut.

======================== BERSAMBUNG========================

avataravatar