7 tujuh

Flashback.

Di rumah besar itu tawa bahagia dan kekehan anak kecil menggema riang karna sangking bahagianya mereka. Tawa yang sering kali terdengar jika hari minggu atau hari libur tiba.

Seorang kakek yang umurnya bisa dikatakan tua namun masih tampak sehat dan bugar, bahkan dia masih terjun di perusahaan miliknya sendiri padahal ke-dua anak laki-laki nya sudah sepenuhnya mengambil ahli perusahaan itu. Johan Darwis namanya, dia sekarang ini sedang mengejar cucunya yang bermain curang, sedangkan istrinya yang sedang memperhatikan mereka hanya menggeleng tak percaya, takut suaminya mengalami sakit tua alias encok.

"Bella! ayo tangkap kak Zio!" ucap Johan kesal karna cucu pertamanya begitu lihai berlari di ruangan keluarga yang luas. Dia menyuruh cucu perempuan satu-satunya itu untuk menangkap Zio yang sangat curang, suka sekali bermain curang saat mereka bermain bersama.

"Oke kakek. Siap!" Gadis kecil itu menirukan polisi yang sedang hormat kemudian berlari mengejar Zio. Lama, sampai ia kehabisan napas karna Zio tak juga ia dapatkan. akhirnya Johan ikut turun tangan lagi untuk mengejar Zio.

Selagi Kakek dan cucunya kejar-kejaran, mata Bella tertarik untuk melihat ke arah Farhel. gadis kecil itu menghampiri Farhel yang sedang duduk sendirian sambil menggambar.

"Farhel gambar apa?" Tanya Bella sambil menggeleng takjub melihat alat menggambar Farhel begitu lengkap sampai memenuhi meja. Berbagai jenis alat mewarnai ia miliki.

Farhel hanya meliriknya malas dan tidak berniat menjawab. karena merasa tidak mendapat jawaban, Bella melihat sendiri apa yang sedari tadi di gambar Farhel.

"Gambar mobil Farhel bagus. Tapi kenapa warnanya warna hitam semua? Kenapa tidak warna merah saja. Warna kesukaan Bella." Dia duduk di samping Farhel untuk melihatnya mewarnai gambar mobil yang menurutnya bagus.

"Farhel kenapa tidak mau menjawab pertanyaan Bella? Kenapa Farhel tidak mau berteman? Di sekolah Farhel juga tidak ada teman. Apa Farhel tidak kesepian?"

Farhel menghentakkan pensil warna ke meja tanda dia kesal."Kenapa kau begitu berisik? Pergilah pulang kerumahmu." ucap Farhel tanpa selera untuk memandang ke arah Bella.

Bella hanya menatap sedih ke arah saudaranya itu.  Dia memang menyukai Farhel, Bahkan di sekolah dia tidak akan membiarkan teman cewek di sekolahnya mendekati Farhel.

Johan yang berhasil menangkap Zio mengalihkan pandangannya ke arah Farhel yang di sampingnya sudah ada Bella. Farhel memang tak banyak bicara, dia lebih suka mengerjakan apapun dengan cara diam dan menyendiri. Bahkan tawa anak laki-laki itu nyaris tak pernah terdengar. "Farhel, Bella Kalian sedang apa?" Tanya Johan. Dia berjalan mendekati kedua cucunya.

Johan melirik gambar Farhel dan tersenyum. "Ayo kita ke kebun. disana pasti banyak buah. Ayo kita buat ayunan di sana." Ajaknya berharap Farhel mau ikut.

Farhel menggeleng pelan. "menggambar lebih menyenangkan dari pada pergi ke kebun. Disana banyak nyamuk yang rakus. Menggigiti seperti zombie."

Bella mengerucutkan bibirnya. "ayolah. Sekali saja." Ucapnya memohon. Namun Farhel hanya menggeleng dan melanjutkan mewarnai gambarnya.

Johan menatap kecewa cucunya. Zio datang menghampiri mereka, wajahnya yang penuh keringat tampak begitu lucu. "Kakek mau ke kebun?" Tanyanya.

Johan mengangguk tersenyum, setidaknya ada Zio dan Bella yang bisa mewarnai masa tuanya yang sepi karna kedua putranya tak mungkin lagi ia ajak bercanda dan bergulat di lantai. Dia juga menyayangi Farhel tapi anak itu cendrung membangun dunia sendiri, jadi jangan heran jika dia pintar dan berprestasi. "Yasudah kalau gitu kakek, Zio dan Bella saja yang pergi. Farhel sama nenek d isini, ya." Kata Johan.

Zio menggeleng, "no, no, no." Katanya menggeleng. "Farhel juga harus ikut."

Farhel menatap kesal abangnya. "aku tidak mau."

"Kau harus ikut setidaknya hanya sekali."

"Aku tidak mau." Ucapnya keras kepala.

"Ikut atau akan ku buang itu semua. Kau seperti cewek tak suka berteman, di sekolah kau selalu menyendiri di ruang musik, menggambar sendiri di perpustakaan. Jadilah laki-laki normal, sedikit nakal, dan banyak teman maka kau akan di sukai." Kata Zio.

"Apa itu penting? Untuk apa populer seperti abang tapi ternyata yang mendekati abang palsu. Mereka memakai topeng malaikat." Ucap Farhel.

Zio menarik Farhel paksa untuk ikut ke kebun, kelakuannya itu sontak membuat cat poster tumpah mengenai lukisan pemandangan kota Farhel yang tadinya sudah kering. Farhel menggeram, dia menarik paksa tangannya dari Zio. "betapa susahnya aku menggambar itu." Lirihnya sedih.

Zio merasa bersalah, dia juga ikut meringis melihat lukisan kota yang sangat bagus dengan perpaduan warna yang luar biasa indah kini menjadi rusak. "Maaf." ucapnya menyesal.

Johan yang menyaksikan itu hanya diam, membiarkan cucunya belajar menyelesaikan masalah sendiri. Dia hanya memperhatikan sambil tersenyum, sedangkan Bella, gadis kecil itu menutup mulutnya setelah tadi dia terpekik melihat lukisan kota milik Farhel dipenuhi cat cair/poster berwana hitam. 

Farhel mengambil lukisan itu lalu mengoyaknya jadi 4 bagian. "yang sudah rusak tidak bisa di perbaiki lagi, jadi lebih baik di tambahi rusaknya lalu buang ke tong sampah, simpelkan?" Farhel memberikan lukisan yang telah terkoyak menjadi 4 itu pada Zio. "dan yang merusaknya itu yang harus membuang ke tong sampah." Tambahnya.

Zio yang merasa bersalah mengambilnya dan hendak membuang, tapi Bella menahannya. "biar Bella yang buang, kak" Tawarnya.

Farhel menahan gadis kecil itu. "biar abang yang buang. Kau yang tidak bersalah jangan pernah mengotori tanganmu hanya untuk kesalahan orang lain." Bella melirik Johan sebentar lalu memberikan kembali robekkan itu pada Zio. Zio langsung mengambilnya dan berjalan pergi untuk membuang.

Johan menggandeng tangan Bella dan Farhel. "kita pergi ke kebun. Tak ada yang boleh menolak."ucapnya final.

••••

Mobil hitam milik Johan Darwis berhenti di depan pagar beton yang tinggi. Pemiliknya turun dari mobil di susul tiga cucunya. Johan membuka pintu pagar yang menjulang tinggi, setelah itu mereka berempat masuk ke kebun.

Mata mereka berbinar melihat pohon rambutan yang buahnya seperti bunga mawar yang bertumpuk. Merah dan segar.

"Cantiknya seperti mawar." Kata Bella ketika matanya melihat rambutan merah di atas sana.

Johan mengusap puncak kepala Bella sayang. "Bella terlalu mengidolakan mawar makanya jadi menghayal seperti itu." Kata Johan, sedangkan Bella hanya terkekeh kecil menanggapinya.

Setelah puas melihat rambutan itu, Johan mengajak cucunya pergi. Di tangan kananya ada alat dan bahan untuk membuat ayunan di sebuah pohon.

Mereka sampai di pohon cantik dan besar. Letaknya berbukit kecil. Johan membuat ayunan disitu untuk mereka sesuai janjinya. Setelah selesai ia membuat ayunan itu, dia mengajak cucunya untuk mengambil beberapa buah yang sedari tadi membuat cacing di perut mereka berdemo.

Farhel menggeleng tidak mau ikut. "Farhel disini saja. Mau main ayunan baru." Katanya. Johan mengangguk dan setelah itu mereka pergi meninggalkan Farhel.

.

Bella berbinar setiap kali Johan dan Zio memberikannya buah yang besar dan segar. Perutnya terasa kenyang karna sedari tadi mulutnya tak hentinya mengunyah, dia permisi pada Zio dan kakeknya untuk kembali ke ayunan untuk menaruh buah jambu yang sengaja ia kumpulkan.

Matanya membulat kaget melihat buah rambutan yang sengaja ia kumpulkan diatas plastik di samping pohon cantik itu sudah lenyap tinggal kulit yang berserakan.

Dia menatap punggung Farhel yang terayun pelan di ayunan. "Farhel yang makan rambutan Bella ya?" tanyanya.

Farhel menoleh. "iya." Jawabnya santai.

"Kenapa Farhel memakannya? Itukan punya Bella." Kata gadis itu.

"Aku lapar."

"Kenapa tidak ambil buah lain saja?"

"Aku maunya memakan punyamu."

Bella merengut kesal. "Anak ini..." gumam gadis itu. Dia mengumpulkan dedaunan kering dan setelah itu menyiramkan dedaunan itu dari atas kepala Farhel.

Farhel terkejut saat merasakan dedaunan kering meluncur bebas di atas kepalanya. "Kenapa kau menyiramku dengan daun-daun kotor ini? " ucapnya marah.

"Itu balasan untuk orang yang mengambil milik orang lain. Itu di larang Tuhan Farhel." Ucapnya.

Mendengar itu Farhel hanya menatap Bella dan kembali menatap ke depan sambil mengayun pelan dengan kedua kakinya. "Pergilah aku ingin sendiri, jangan ganggu aku. Soal rambutan itu nanti akan aku ambilkankan yang lain." Ucapnya tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Bella menggeleng cepat. "Bella tidak mau pergi. Bella ingin jadi teman Farhel."

"Aku tidak butuh teman. Teman hanya datang di saat aku senang. Di saat aku susah mereka akan pergi meninggalkanku, seperti mama yang di tinggalkan temannya waktu dia kesusahan."

"Bella tidak seperti itu. Bella janji akan selalu menemani Farhel mau itu susah atau senang. Jika Farhel sedih Bella akan kasih pundak Bella untuk Farhel. menangis dan mengadulah pada Bella. Bella akan mendengar semua keluhan Farhel. Bella janji." ucap gadis itu. Dia mendekati Farhel dan mengayunnya pelan.

"Aku tidak percaya. Semua orang palsu termasuk Mama dan papaku. Mereka bilang menyayangiku tapi tidak pernah suka jika melihatku melukis. Mereka selalu bilang melukis tidak cocok untukku." Ucapnya sedih. "Yang aku tau jika menyayangi selalu mendukung apapun yang aku sukai."

"Mereka sayang Farhel. Mereka mengatakan itu bukan karna mereka tidak mendukung tapi karna mereka ingin melihat Farhel lebih dari itu. Buktinya walaupun orang tua Farhel tidak suka, mereka tetap mau membelikan alat melukis yang Farhel minta."

"memang apa yang lebih dari melukis?" Tanyanya.

"Mungkin musik? Seperti Bella dan kak Zio." Kata Bella mengusulkan.

"Gitar atau piano?" Tanyanya lagi.

Bella tersenyum. Sekian lama dia hidup, baru kali ini dia merasa dekat dengan Farhel, "dua-duanya." Kata Bella. Farhel mengangguk setuju.

"Jadi, Farhel mau jadi teman Bella?" Ucap Gadis itu penuh harap. Dia ingin dekat dengan Farhel.

Farhel diam sejenak, memikirkan hal itu. "apa yang akan kau lakukan untuk membuatku percaya bahwa suatu saat kau tak akan meninggalkanku?"

Bella terdiam. "suatu saat kita akan saling berpisah karna nanti Bella punya suami dan Farhel punya istri. Kita akan berpisah karna Bella ingin tinggal di Eropa jika sudah besar." Ucap gadis itu.

"Kalau begitu jadikan aku suamimu." Ucap Farhel.

Bella kaget atas ucapan itu, dia memang suka dengan Farhel tapi tak pernah ada di pikirannya bahwa Farhel suka dia. "Farhel suka sama Bella?" Tanyanya memastikan.

"Aku selalu menyukai orang yang menjadi milikku. Jadi bagaimana?" Kata Farhel. Dia menoleh ke belakang untuk melihat Bella yang mengayunnya pelan.

Gadis kecil itu mengangguk. "Bella berjanji tidak akan meninggalkan Farhel. Selamanya." Dia mengambil paku yang tidak terpakai di samping pohon dan mengambil batu. Lalu ia mengukir sesuatu di pohon itu dengan tulisan cina.

"Apa itu?" Tanya Farhel bingung.

"Itu artinya, Farhel dan Bella akan selalu bersama selamanya."

"Kau janji?"

"Bella janji. Tapi Farhel juga harus berjanji."

"Tentu. Aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu apapun yang terjadi. Jika sudah besar nanti kita akan bahagia seperti mama dan papaku." Ucap Farhel. Bella memeluknya dari belakang sedangkan anak laki-laki itu mengembangkan senyum yang selama ini susah sekali ia tunjukkan.

"Mulai sekarang ada Bella yang selalu mendukung apapun yang aku lakukan. Mulai sekarang ada Bella yang menemaniku dan tak akan pernah meninggalkanku. Semuanya akan ku berikan untuknya." Batin farhel berbicara

Rintik-rintik hujan membasahi mereka berdua. Rintik-rintik yang menandakan bahwa hubungan mereka dimulai dari sekarang.

Flashback off

_____________________

avataravatar
Next chapter