17 tujuh belas

jam pelajaran masuk sudah di mulai, tapi guru yang bertugas mengajar belum juga masuk. Bella kesal jika guru tidak masuk ke dalam kelasnya, karena pastilah kelas ribut seperti pasar. Dia melihat ke arah bangku Rayyen, lelaki itu tidak ada di bangkunya.

"Si monyet itu kemana?" Dia terus-terusan bertanya dalam hati. Dia tampak gusar, pasalnya baru pertama kalinya Rayyen menghilang seperti itu, biasanya kemanapun dia pergi, pasti bersama teman-temannya.

Bella menoleh ke samping kirinya, dia mendapati Rawzora sedang asyik memainkan ponsel. "Zora." Panggilnya.

Zora menoleh. "Kenapa?" Tanyanya bingung.

"Kau tau kemana Rayyen? Tumben dia tidak ada di bangkunya." Kata Bella sambil memandang ke arah bangku Rayyen yang kosong.

Zora mengikuti pandangan gadis itu, dia juga baru tersadar bahwa Rayyen tidak ada di bangkunya. Dengan cepat dia memanggil Rayyora untuk bertanya dimana keberadaan lelaki itu.

Selagi Rawzora berbicara dengan Rayyora, dia memutuskan untuk cabut sekolah. Menunggu guru yang tidak masuk sama seperti menunggu antrian pembagian sembako, lama sekali. Dengan gerakkan santai dia mengambil tasnya untuk pergi keluar.

"mau kemana?" Tanya Rawzora heran.

"Ssstttt," Bella meletakkan telunjuknya di bibir. "aku mau pergi pulang. Aku ingin cabut, hari ini rasanya aku sedang sial." Setelah berucap begitu, dia pergi seolah tak terjadi apa-apa.

Gadis itu mengendap-ngendap seperti maling agar tidak ketahuan guru yang sedang mengajar, dia juga sedang menghindari CCTV. Dia tau tempat yang pas untuk kabur, tempat itu di belakang gedung sekolah mereka yang besar. Tempat itu di samping gudang yang dulu pernah di datanginya bersama Rayyen untuk melakukan dare dari Alona. Tempat  satu-satunya yang tidak ada CCTV.

Untuk bisa keluar, dia harus memanjat pagar yang tingginya  sekitaran 3 meter. Dia sudah terbiasa melakukan hal seperti itu, jadi tidak terlalu sulit. Dulu dia sering cabut untuk menghindari Fahrel yang membuatnya kesal. Kebetulan sekali pagar tembok itu berpintu besi jadi memudahkannya untuk memanjat. Dulunya pintu itu tempat lalu lalang kendaraan yang mengangkut bangku-bangku rusak, tapi sekarang pintu itu sudah tidak di pakai lagi.

Bella hampir sampai ke tempat tujuannya, dia berjalan mundur untuk memastikan tidak ada guru yang melihatnya.

Brukk!!

Dia menabrak seseorang. Mengumpat kesal, itulah hal yang pertama kali ia lakukan. Jika bukan guru jadi siapa lagi yang ia tabrak. Pasrah dan berdo'a, hanya itu yang ada di pikirannya.

"Hal bodoh apa lagi yang akan kau lakukan?"

Suara sosok yang ia kenal itu membuatnya berbalik dengan cepat. Dia legah ketika berbalik wajah tampan yang ia lihat, bukan wajah guru yang tua dan menyeramkan.

"Eh, Rayyen. Dari mana saja kau?"

Rayyen mengangkat satu alisnya keatas. "Apa urusanmu aku darimana? Lalu, kau mau kemana?"

"Apa urusanmu aku mau kemana?" Ejek Bella. Dia membalikkan kata-kata Rayyen tadi.

"Yasudah. Apa pentingnya untukku." Rayyen hendak pergi tapi Bella segera menahannya.

"Aku mau cabut. Mau ikut?"

"Tidak. Aku mau kembali ke kelas." Rayyen hendak pergi lagi, tapi Bella selalu siap menariknya kembali.

Gadis itu menyatukan kedua telapak tagannya. "Rayyen aku memohon padamu untuk kali ini saja. ikutlah denganku. Aku punya tempat yang ingin ku tunjukkan padamu."

"Tidak."

"Rayeeeeeeeen." Ia berusaha membuat wajahnya memelas mati-matian.

"Tempat seperti apa?"

"Ikut, maka kau akan tau."

"Tas?"

Bella mendengus, bahkan dia memperagakan manusia yang menghela napas. "Kau si pintar, dan aku si bodoh. Tapi kenapa hal seperti ini aku yang tau? Kau'kan bisa menyuruh Zora atau Ryder untuk membawa tas mu pulang."

"Ternyata, sekian lama akhirnya otakmu berguna juga. Lalu, mau keluar lewat mana?"

Tanpa aba-aba Bella kembali jalan sambil mengenda-ngendap dan dengan penuh hati-hati. Berbeda dengan Rayyen yang malah berjalan santai mendahuluinya seperti tanpa dosa.

"Hei, kau! Aku setengah mati untuk bersembunyi tapi kau malah jalan seenak jidatmu!" Ucap Bella kesal. Bahkan dia mengecilkan volume suaranya.

"Kau saja yang bodoh. Kau mengendap-ngendap seperti itu malah mengundang kecurigaan. Sudah ku bilang, taktik melarikan dirimu payah." Ucapnya santai, lalu kembali berjalan.

Bella menyetujui Rayyen, Akhirnya dia juga mengikuti gaya berjalan cowok itu.

"Kita akan keluar dengan memanjat pagar ini." Ucap Bella ketika mereka sudah sampai di depan pagar besi yang sudah usang di makan matahari dan hujan.

Rayyen memperhatikan tempat yang tidak asing lagi baginya. "Tempat ini, tempat dimana kau meletakkan dosa di bibirku." Ucapnya sambil menatap sinis gadis itu.

Bella hampir terjatuh karena ucapan Rayyen, dia mengingat kejadian yang membuatnya mengenal cowok itu. Bahkan sampai sekarang dia masih malu, dan merasa bersalah. Itu ciuman pertama mereka berdua. "Anu....."

Rayyen tak mau pembahasan ciuman itu berlanjut, jadi dia langsung memanjat pintu pagar yang tinggi itu dengan gampangnya, dan dia mendarat dengan indahnya.

"Aku akan memanjat jadi jangan mengintip." Kini giliran Bella. Agak sulit karna dia memakai seragam sekolah. Roknya pendek berwarna biru tua kotak-kotak dan baju lengan pendek dengan warna yang sama tapi polos.

Gadis itu memanjat dengan hati-hati dan pelan sekali. Itu membuat Rayyen jadi tidak sabar.

"Berapa lama aku harus menunggumu? Apa kau mau aku berubah pikiran, ha?"

Bella mendelik kesal ke arah Rayyen. "Hei, Aku sudah berusaha. Pagar ini tinggi, loh." Ucapnya membela diri.

"Kalau begitu lompat saja! Cepat!"

"Kau mau aku mati?" Dia sudah berada diatas pagar, tinggal berusaha untuk turun.

"Kau tidak akan mati hanya karna jatuh dari pagar ini, bodoh."

"Tapi baju ku akan kotor!"

"Lompat! aku akan menangkapmu." Ucap Rayyen tidak sabar melihat gadis itu memanjat bak putri kerajaan.

"Kau serius?" Ucap bella tidak percaya.

"Iya cepatlah!"

Dengan ragu gadis itu melompat, dia tidak yakin Rayyen bisa menangkapnya. Tapi ternyata cowok itu menangkapnya dengan sempurna, kemudian dengan cepat Rayyen menyuruh Bella turun sebelum ia menjatuhkannya ke tanah.

"Terimakasih." ucap Bella nyaris tak terdengar.

Untung saja tadi pagi Bella terlambat, sehingga mobilnya tidak ia parkir di dalam parkiran sekolah. Dia sering menitipkan mobilnya di parkiran swalayan di dekat sekolahnya.

Gadis itu jalan memimpin jalan dan Rayyen mengikuti dengan diam di belakangnya. Panasnya matahari tidak menghalangi perjalanan mereka yang lumayan melelahkan untuk manusia di bawah teriknya sinar matahari.

"Apa kita menggunakan kaki sampai tujuan?" Tanya Rayyen memastikan, karna melihat Bella berjalan menjauh dari sekolah.

"Sabarlah. Kita mau mengambil mobil di swalayan sana." Tunjuk gadis itu ke swalan yang sudah tak jauh dari mereka.

Gadis itu memaikan langkahnya, setiap ada batu kecil atau sampah tutup botol, dia menendangnya sambil bersenandung kecil.

"Langkahmu berisik." Komentar Rayyen.

"Siapa suruh mendengarnya. Lagian banyak yang sedang berjalan, kenapa tidak kau marahi saja mereka karna langkah mereka juga pastinya mengganggu telingamu." Jawab Bella tanpa menoleh.

"Hanya langkahmu yang terdengar di telingaku." Ucap Rayyen lagi.

Bella menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke belakang untuk melihat Rayyen. "Kenapa?"

"Apa?" Tanya Rayyen juga menghentikan langkahnya.

"Kenapa hanya langkahku?"

"Aku bisa mengatur langkah siapa saja yang ingin ku dengar. Tapi langkahmu selalu terdengar padahal sudah beribu kali aku mencoba menghilangkannya. Langkah dan pemiliknya sama saja, menjengkelkan." Kata Rayyen. Setelah berucap seperti itu dia kembali berjalan mendahului Bella. "Dan jangan berpikir karna kau spesial." Lanjutnya lagi.

●●●

avataravatar
Next chapter