14 empat belas

Janji yang di buat Rawzora dan Bella benar-benar terwujud. Mereka bertemu di Mall dan memilih sebuah kafe untuk bersantai. Bella membawa Farhel, Rawzora membawa Rayyen dan teman-temannya.

Rayyen, jangan tanya ekspresi cowok itu bagaimana. Dia memasang wajah datar dan sedikit dongkol. Tadinya Rawzora mengajaknya dengan alasan untuk berbelanja beberapa baju merk kesukaannya, tapi entah mengapa mereka berakhir di sebuah kafe di dalam Mall dan ada Bella di hadapannya.

"Ryder mana?" Tanya Bella pada Ruxe. Dia merasa tidak lengkap jika salah satu anggota R5 tidak ada.

"Tadi katanya dia ada urusan, jadi dia tidak bisa ikut. Btw, dia siapa? dari tadi kau tidak memperkenalkannya pada kami." Tanya Ruxe.

"Ah, aku lupa. Dia Farhel sepupuku."

"Farhel." Farhel menyodorkan tangannya pada Ruxe untuk bersalaman. Begitu juga yang dia lakukan kepada Rayyen, dan Rayyora.

Rayyen melirik Rawzora dan Farhel secara bergantian. "Sepertinya kalian sudah saling kenal." Ucapnya ketika Farhel tak menyodorkan tangannya pada Zora.

Rawzora terkekeh kecil sebelum menjawab. "Iya, kami pernah bertemu."

Lama mereka saling mengobrol satu sama lain hingga suara Ruxe menghentikan obrolan mereka."Para gadis Kalian mau kemana?" Tanya Ruxe pada Bella, Rawzora dan Rayyora.

"Kau mau tau satu hal dari kami, Ruxe?" Tanya Bella pada Ruxe.

"Apa?"

"Wanita tidak suka di tanya." Jawab Bella sambil nyengir.

Ruxe tertawa kecil. "Benarkah? Kalau begitu ayo kita pergi." Ajaknya.

"Emangnya kita mau kemana?" Tanya Rawzora bingung.

"Sepertinya aku juga dapat satu hal dari kalian para makhluk yang di sebut perempuan." Kata Rayyen tiba-tiba. Dia sudah bangkit dari duduknya.

"Apa itu?" Tanya Bella penasaran.

"Wanita memang tidak suka ditanya, Tapi banyak tanya." Ucap Rayyen dingin, kemudian dia berjalan pergi dan tidak memperdulikan yang lain.

"Hahaha, benar sekali." Tawa Ruxe pecah. Dia melangkah cepat untuk menyusul Rayyen yang sudah keluar dari kafe.

Melihat kedua cowok itu hampir hilang, mereka cepat-cepat menyusul. Setelah mereka kembali bergabung, Bella menepuk lengan Ruxe pelan untuk menyuruh cowok itu berhenti membuat tawa kecil yang mengejek. Tawa kecilnya nyaris membuat Rayyora marah, untung saja Rawzora berhasil menenangkan gadis itu.

"Kau ini jahat sekali, Ruxe. Menertawakan kami seperti itu." Kata Bella.

Ruxe mendekatkan wajahnya ke telinga Bella, lalu berbisik. "Aku bukan menertawakan kalian, aku tertawa karna melihat Rayyen kesal. Dia lucu jika lagi suntuk."

"Kau ini. Jika dia menyadari, aku yakin kau akan menjadi bubur di buatnya."

"Bukan bubur, tapi daging cincang."

Bella tertawa kecil mendengar lolucon Ruxe yang sebenarnya tidak lucu, tapi entah mengapa, jika itu menyangkut Rayyen membuatnya tertarik.

Rayyen menghentikan langkahnya, matanya menatap Ruxe datar. "Aku dapat mendengar bisikkan kalian. Jika ingin ngomongin aku dari belakang, kalian harus berbisik di jarak 1 km dariku maka aku tidak dapat mendengarnya." Setelah berucap begitu dia melanjutkan langkahnya lagi.

Bella dan Ruxe terdiam. Farhel sempat bingung, tapi dia hanya berpikir positif, pastinya Rayyen hanya bercanda karena mana mungkin manusia bisa mendengar sampai jarak 1 km. Padahal kenyataannya Rayyen sedang berbicara serius.

"Aku punya ide. Kita berpencar saja. Ruxe dan Rayyora pergi berdua, Aku dan Rayyen pergi berdua, Rawzora dan Farhel pergi berdua. Untung saja Ryder tidak ikut, Jadi jumlahnya pas untuk berpisah." Ucap Bella mengusulkan.

"kenapa harus aku yang bersamamu? Aku tidak mau." Bantah Rayyen. Dia menghentikan langkah dan menoleh ke belakang saat mendengar ucapan Bella. Wajahnya benar-benar menunjukkan ketidak setujuan yang besar.

"Kau ini, ikuti sajalah." Bella menarik tangan Rayyen untuk pergi menjauh, dia tidak memperdulikan tatapan tajam cowok itu. Dari jauh dia mengedipkan satu matanya ke arah Rawzora sehingga gadis itu menyadari bahwa ini rencana Bella agar dia bisa jalan berdua dengan Farhel.

Bella menarik tangan Rayyen sampai jauh, sampai tak bisa terlihat lagi oleh teman-temannya. Dengan cepat Rayyen menarik tangannya agar terlepas dari genggaman gadis itu.

"Apa-apa'an kau? Selalu menarik tangan orang sesukamu. Kau mengusulkan hal bodoh agar aku pergi berdua denganmu? Kalau aku tau begini, Lebih baik aku menolak untuk ikut tadi." Ucap Rayyen kesal.

Bella mendengus, berusaha sabar menghadapi makluk yang ada di depannya itu. "Aku mengusulkan begini bukan karena aku mau berdua denganmu. Aku hanya ingin Rawzora dan Farhel bisa berdua. Aku tau Rawzora menyukai Farhel, Jadi aku ingin Zora menjadi penyembuh luka yang ada di hati Farhel. aku mohon kerja samanya." Kata Bella tanpa melihat ke arah Rayyen lagi, dia berjalan kecil meninggalkan lelaki itu.

"Lalu kau mau kemana?" Tanya Rayyen. Dia mengikuti langkah Bella dari belakang.

Bella mengedikkan bahu. "Aku tidak tau. Pulang mungkin?"

"Hei, bodoh. Berhentilah berjalan!"

Bella menghentikan langkahnya. Dia berbalik untuk melihat Rayyen di belakangnya. "Kenapa?" Tanyanya.

"Kenapa kau mau di panggil bodoh?" Lelaki itu menatap tak percaya bahwa gadis di depannya itu benar-benar berhenti berjalan. Trambell tak pernah menoleh dan menuruti jika bukan nama asli mereka yang di sebut, jadi maklumi saja jika Rayyen tampak terkejut.

"Aku merasa aku terlalu bodoh saat bersamamu. Jadi aku pantas mendapatkan panggilan bodoh itu darimu."

"Lalu apa yang akan kita lakukan disini?"

"Tidak tau. Aku ingin pulang saja, karena tidak ada yang aku tuju disini. Nanti Farhel bisa pulang dengan Zora. Kalau kau? Apa kau mau ikut pulang denganku?" Tanya Bella.

"Aku datang kesini hanya untuk datang lalu pulang? Betapa konyolnya dirimu. Kalau begitu ikut aku." Rayyen berjalan mendekati Bella, kemudian menarik lengan gadis itu agar mengikutinya.

Mereka berjalan menuju eskalator untuk turun ke lantai dua. Rayyen terus memegangi lengan Bella, takut gadis itu kabur, padahal sebenarnya mana mungkin Bella kabur. Mereka masuk ke salah satu tempat yang memajangkan berbagai bentuk topeng, dari yang tradisional maupun yang modern.

Mata Bella berbinar ketika melihat satu rak penuh dengan topeng party yang luar biasa cantik. Berbulu, mengkilat, mewah, elegan, lembut, semuanya ada. Dia hendak datang ke rak itu, tapi dengan cepat Rayyen menariknya.

Gadis itu memasang wajah kesal, dia menunjuk rak itu. "rak itu seperti magnet, bolehkan aku kesitu?"

Tanpa menoleh Rayyen menjawab. "tidak." katanya singkat, padat, dan jelas.

"Untuk apa datang kesini? Kau mau beli topeng bagong?"

"Kau lupa tugas seni? aku mau beli topeng untuk tugasku." Rayyen berjalan mengambil sebuah topeng, kemudian dia kembali dan memasangkan topeng yang ia ambil tadi ke wajah Bella.

Awalnya gadis itu terdiam bodoh, tapi sedetik kemudian dia tersadar dan langsung melepas topeng yang di pakaikan Rayyen untuknya. "Kenapa kau berikan aku topeng Babi?" Ucapnya kesal.

"Karena Kau bodoh seperti babi." Jawab Rayyen enteng.

Bella tidak mau kalah, dengan perasaan dongkol dia pergi mengambil sebuah topeng yang menurutnya pas untuk Rayyen, kemudian dia kembali untuk memasangkan topeng itu ke wajah cowok itu. Reaksi Rayyen sama sepertinya tadi, cowok itu langsung melepas topeng itu.

"Kenapa kau berikan aku topeng wajah

monyet?" Tanya Rayyen tak percaya.

"Karena kau sama seperti monyet, melakukan sesuatu sesukamu." Bella menjulurkan lidahnya untuk mengejek Rayyen.

"Mana ada monyet seganteng aku."

"Ada!" Jawab gadis itu cepat.

"Benarkah? dimana kau melihatnya?"

"Di depanku, sekarang." Ucap bella memandang Penuh ejek pada Rayyen. Dia bergegas lari keluar toko, bukannya takut tertangkap, hanya saja dia memang ingin pergi dari toko itu.

Gadis itu berlari, berniat untuk pulang meninggalkan Rayyen. Dia tidak ingin cowok itu menangkapnya, jika tertangkap dia pasti akan menjadi anjing peliharaan yang hanya bisa nurut saat Rayyen menariknya kemanapun.

Rayyen hanya berjalan santai saat punggung Bella mulai hilang dari pandangannya. Dia hanya tersenyum tipis. "sampai mana kau bisa lari dariku?" Gumannya pelan, setelah itu dia berbelok mengambil jalan pintas sambil telinganya fokus mendengarkan suara bunyi langkah gadis itu yang sudah dia hapal.

Bella keluar dari pintu belakang yang langsung bertemu dengan tempat parkir mobil. Dia akan berjalan jauh lagi menuju pintu depan untuk mencari taxi, tapi itu tidak masalah, dia yakin bahwa Rayyen tak akan menemukannya jika dia keluar dari pintu belakang.

"Cepat juga. Tapi masih terlalu bodoh dalam taktik melarikan diri."

Suara yang sangat Bella hapal membuatnya nyaris merosot ke lantai. Dia menoleh ke samping kanan, dan langsung bertemu dengan mata biru yang indah, biru yang unik, bukan biru seperti bule kebanyakan, tapi biru yang spesial. Rayyen bersender santai di salah satu tiang, dengan kemeja panjang yang ia gulung, jam tangan yang harganya untuk kalangan atas, celana jeas hitam, dan sepatu limited edision, membuat cowok itu begitu sempurna.

"Ka-kau kok bi-bisa disitu?" Tanya Bella terbata-bata. Padahal dia tadi yakin bahwa Rayyen akan mengejarnya ke pintu depan, karena pastinya cowok itu akan berpikir bahwa dia tak mungkin keparkiran karena dia harus mencari taxi.

Rayyen berjalan mendekat. "suara langkahmu menyebalkan. Berhentilah dengan kebiasaanmu yang suka menyeret sepatu saat melangkah."

"Ah, aku lupa kau pintar dan bisa apa saja." ucap gadis itu pasrah.

"Di sini cukup sepi untuk membunuhmu dengan cara yang tragis."

Bella bergidik ngeri karena Rayyen terus berjalan mendekat dengan nada suara yang menyeramkan. "Tidak lucu, Rayyen."

"Aku serius. Tidak sulit bagiku menghilangkan jejak. Kau pasti tau itu."

Gadis itu benar-benar merasa horor, hingga matanya jatuh pada sebuah pemandangan taman mini yang sengaja di buat untuk bersantai sejenak.

"Ah, Kita duduk disitu, yuk." Bella menunjuk ke arah taman kecil mini itu, lalu dengan takut-takut dia berjalan santai. Dia sengaja seperti itu untuk mengalihkan pembicaraan.

Rayyen melihat ke arah taman mini itu, kemudian matanya jatuh pada tubuh Bella yang semakin lama semakin menjauh. "Dasar bodoh. Sudah pernah aku bilang bahwa aku tidak bisa membunuhnya."

Rayyen berbalik untuk pulang, tapi semenit kemudian dia berbalik lagi untuk pergi ke taman mini, menyusul Bella yang sudah duduk di ayunan.

"Rayyen." panggil Bella ketika melihat cowok itu duduk di bangku taman yang ada di sampingnya.

Yang di panggil hanya menjawab. "Ha?" Tanpa menoleh. Dia sibuk memperhatikan dua anak laki-laki yang sedang berlarian dengan lincah membuat ibunya kualahan.

"Apa kau pernah jatuh cinta?"

"Tidak." Jawab Rayyen singkat.

"Aku tidak percaya." Ucap gadis itu. Dia memperhatikan wajah Rayyen yang sangat berminat melihat ke arah dua anak laki-laki berkulit putih dengan mata sipit tak jauh dari mereka.

"Yasudah."

"Kenapa Tidak pernah? Bukankah semua orang pasti pernah merasakannya?"

"Itu Manusia, Trambell tidak seperti itu. Kami hanya bisa mencintai 1 orang seumur hidup."

Bella mengernyit, dia menghentikan ayunan untuk mendengar penjelasan Rayyen. "Kenapa begitu?"

"Pasangan kami akan ditentukan jika usia kami sudah 18 tahun."

"Siapa yang menentukan?"

Rayyen menoleh ke arah Bella. "banyak tanya ya?" Ucapnya kesal.

"Aku jadi penasaran tentang Trambell. Ayolah, ceritakan sedikit padaku." Ucap Bella memohon.

"Aku dan keempat temanku, buku suci kaumku yang akan menentukan. Rakyatku, pohon kehidupan yang akan menentukannya. Buku suci akan memberitahukan pasangan kami dengan memberi sebuah teka-teki yang harus kami pecahkan agar bisa bertemu dengan pasangan kami. Kalau pohon kehidupan, pohon itu akan menggugurkan 1 daunnya jika ada Trambell yang sudah waktunya datang, di daun itu ada sebuah nama dan ciri-ciri pasangan yang harus mereka cari. Makanya kaumku tidak akan pernah mau dekat dengan wanita atau pria lain sebelum mencintai pasangan yang sudah ditakdirkan. Karena kaum ku takut mereka mencintai seseorang yang tidak di takdirkan bersama mereka." Ucap Rayyen menjelaskan.

"Lalu apa yang terjadi jika salah satu kaummu mencintai seseorang yang tidak di takdirkan bersamanya?"

"Akan menjadi seperti butiran pasir, tidak, sepertinya butiran debu karna pasir masih terlalu kasar. Kami harus mencintai 1 orang seumur hidup karena Kami harus hidup bersama pasangan yang sudah di tentukan. Jika kami mencintai seseorang yang tidak di takdirkan bersama kami, maka kami akan rapuh dan lemah, kemudian menjadi butiran pasir halus dengan kata lain mati."

"begitu ya. Menarik. Lalu berapa umurmu sekarang?" Tanya Bella lagi.

"Kalau menurut waktu di Negriku 18 tahun. Tapi, menurut waktu di Bumi tidak tau."

"Menurut waktu di Bumi pasti kalian sudah sangat tua. Kau bilang setiap umur 18 tahun kalian sudah di beritahu siapa pasangan kalian'kan? Kalau begitu apa kau sudah tau siapa pasanganmu?"

"Aku belum tau siapa Karena aku belum bisa memecahkan teka-tekinya."

"Apa teka-tekinya?"

"Ra-ha-si-a" ucap Rayyen penuh penekanan.

"Dasar pelit. Kalau begitu aku mau kau menjelaskan seperti apa itu Trambell dan Ruzh." Kata Bella.

Rayyen mengangkat satu alisnya keatas.

"Ah, aku lupa. Aku harus memohon dulu baru kau mau. Rayyen aku mohonnnnn." Gadis itu menyatukan kedua tangannya.

"Berlebihan." Cibir Rayyen. "Trambell itu makhluk yang sama seperti manusia. Mempunyai Tuhan, hidup, berkeluarga, berteman, makan, minum, dan mati. Bedanya hanya dari segi waktu, dunia dan 3 detakkan jantung penentu hidup. Di dunia Trambell kau tidak pernah merasakan malam karena di sana tidak pernah ada gelap, disana tidak ada matahari tapi tetap terang karena dunia kami punya cahaya sendiri. Manusia tidak bisa hidup di sana karna suhunya sangat dingin, 100 kali lipat dari batu es yang ada di kutub utara, tapi walaupun dingin tak ada bongkahan es besar disana."

Bella berdecak kagum. "tak ada malam, tak ada bongkahan es seperti kutub utara tapi sangat dingin. Apa di sana seperti Bumi? Bangunan dan semacamnya?"

Rayyen menggeleng. "rumah disana bentuk dan ukurannya harus sama semua, kecuali istana milik kami dan istana lainnya. Tak ada mobil dan polusi udara, tak ada bakteri jadi di sana bebas kuman. Jumlah Trambell juga banyak seperti manusia."

"Wow, pastinya makhluk di sana sangat cantik-cantik dan tampan. Lalu, Ruzh?"

"Ruzh juga sama seperti menusia. Mereka juga punya dunia sendiri walupun makhluk di dalamnya tidak sebanyak Manusia dan Trambell. Ruzh tidak ada yang warna rambutnya hitam dan coklat. kebanyakan dari mereka berambut putih, kuning, perak, hijau, dan warna terang lainnya. Dunia mereka temaram dan berkabut. Ruzh tak pernah merasakan terang seperti siang hari disini. Ruzh tidak seperti Trambell yang pasangan hidupnya di tentukan, mereka bebas memilih seperti manusia."

"Lalu.... apa maksudnya 3 detakkan jantung penentu hidup?"

Rayyen bangkit dari duduknya. "aku pulang. Jika terus disini kau akan bertanya sepanjang hari seperti wartawan."

"Aku masih penasaran." Ucap Bella tak terima.

"Kau bisa tanya pada Rawzora. Dia bisa kau ajak mengobrol sepanjang hari, aku tidak. Suaraku begitu berharga." Ucapnya berjalan pergi. Dengan rasa tak rela, Bella mau tak mau mengikutinya.

••••••••••

avataravatar
Next chapter