12 dua belas

Berhubung hari ini adalah hari minggu, taman hiburan Rondernpark sangat ramai pengunjung. Bahkan Rayyen sempat bergidik ngeri mendengar suara teriakkan pengunjung yang menaiki wahana pemicu cepat mati. Cowok itu juga berkali-kali mengumpat kesal saat Bella menariknya kesana kemari sesuka hati.

"Bisakah kau tidak memegangi lengan bajuku? Kau bisa membuatnya kendor karena kau tarik-tarik." ucap Rayyen kesal. Dia memakai baju kaos lengan panjang berwarna abu-abu dan celana panjang jeans hitam. Penampilannya yang seperti itu berhasil membuatnya menjadi pusat perhatian.

Gadis itu nyengir, kemudian melepaskan pegangannya dari lengan baju Rayyen. "Lalu aku harus memegangmu dimana?"

"Jangan pegang aku saja."

"Kalau kita terpisah gimana?"

"Kau bisa pulang sendiri. Bukan bayi, kan?"

Bella menggeleng, kemudian dia menggenggam tangan cowok itu tanpa pamit. Dengan gerakan cepat dan tidak memperdulikan umpatan Rayyen, dia menarik tangan cowok itu sesuka hatinya lagi.

Mereka berhenti di toko balon. Bella membeli dua balon berwarna merah yang sedari tadi membuatnya menggigil ingin membeli. Tadi dia melihat balon-balon itu dari jauh, dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.

Rayyen mencibir halus ketika melihat gadis itu seperti bocah yang berbinar ketika melihat mainan baru, bahka dia mengumpat kesal saat melihat pengunjung di sekeliling malah memperhatikan mereka berdua dan ada juga yang mencoba mencuri-curi foto dirinya.

"Sebenarnya kau mau kemana,sih?" Tanya Rayyen. Dia mulai tak nyaman atas tatapan-tatapan itu. Mereka menatapnya seperti melihat emas di jalan dan siap di perebutkan.

"Mau kerumah hantu." Jawab Bella santai.

"Ngapain ke rumah hantu? kau saja lebih seram dari hantu."

Bella yang mendengar itu langsung menoleh kesal kearahnya. "kau ini. Dengarkan, dan ikuti saja. jangan banyak komentar."

Gadis itu menarik Rayyen pergi ke rumah hantu yang letaknya berada di ujung taman hiburan. Sepertinya memang sengaja di asingkan. Bella membeli tiket, menitipkan dua balonnya, dan kemudian menarik paksa Rayyen untuk masuk bersamanya.

Mereka melewati lorong-lorong gelap yang penuh dengan aneka ragam boneka seram yang terpajang. Musik yang sengaja di buat seram menambahkan kesan yang sangat menakutkan. Pancaran lampu merah sana-sini membuat kesan menakutkan itu menjadi plus.

Tiba-tiba....

"Huwaaaaa!!" Kata hantu yang berpenampilan dengan tubuh banyak darah dan mata tercungkil parah. Dia menakuti Bella dengan cara muncul tiba-tiba dari lubang di dinding.

Bella sempat kaget, nyaris ia menampar hantu itu. Bukan karna takut, tapi suara hantu itu hampir membuat telinganya jatuh. "Hey, kau pikir aku takut?" Ucapnya, kemudian menoyor bahu hantu itu supaya menjauh darinya.

Setelah hantu itu menyingkir, dia mengajak Rayyen berjalan lagi. Hingga ketika sampai di ujung lorong, Rayyen menggeleng tak percaya ketika melihat gadis itu tertawa terbahak-bahak karena melihat hantu anak kecil yang berpakaian lucu ala cina. Gadis itu menyempatkan diri untuk mencubit pipi hantu anak kecil itu dengan gemas.

"Gadis gila. Kenapa kau malah tertawa? Bahkan anak kecil itu membuatku jijik karna dandanannya." Kata Rayyen.

"Dia lucu, Rayyen." Balas Bella. Bahkan anak kecil yang berperan jadi hantu itu menggaruk kepalanya, terheran karena baru ini ada perempuan yang tidak berteriak melihatnya.

Setelah gadis itu puas dengan hantu anak cina, dia berjalan lagi ke lorong berikutnya dengan Rayyen yang hanya mengekori tanpa minat di belakang. Berkali-kali Rayyen mendengus melihat gadis itu. Bukannya takut, Bella malah tertawa melihat setan-setan yang berusaha membuatnya takut. Bahkan dengan konyolnya dia minta kenalan dengan salah satu hantu laki-laki yang masih muda dan terlihat tampan di balik dandannya yang enggak iya banget menurut Rayyen.

Kelakuannya itu membuat Rayyen mencibir. "dasar gadis gila."

Setelah melewati lorong terakhir, akhirnya mereka keluar dari rumah hantu itu. Rayyen langsung menatap gadis yang berdiri santai di depannya itu dengan tatapan kesal.

"Bagaimana bisa? Kau tertawa bahagia di dalam tempat seperti itu? Dan aku sengsara melihat wajah mereka."

"Aku tertawa bukan karna dandanannya, tapi karna mereka garing saat menakutiku."

"Terserah." kata Rayyen malas melanjutkan. Telinganya terusik lagi karna mendengar teriakan membahana dan luar biasa dari pengunjung yang manaiki Roller coaster. Matanya menyipit saat menatap wahana itu bergerak bebas di atas.

Dia melirik Bella, gadis itu bergidik ngeri. Bella hendak mengajak Rayyen pergi, namun cowok itu menahannya "Aku sudah menemanimu masuk ke rumah hantu yang menjijikan itu. Sekarang gantian, kau harus menemaniku naik itu." tunjuknya ke arah Roller coaster.

Bella langsung nyengir-nyengir tidak jelas. "Itu Roller coasternya sedang rusak, Rayyen. Apa kau tidak Lihat? besinya goyang-goyang. Kita naik yang lainnya saja ya."

"Besinya goyang? Mungkin matamu saja yang goyang. Pulang dari sini aku akan membawamu ke dokter untuk periksa mata. Ayo naik itu, jangan banyak alasan. Bilang saja kau takut." Rayyen tersenyum tipis karna melihat raut wajah Bella. Dia pikir tak ada yang membuat gadis itu takut, tapi ternyata dia salah, buktinya sekarang dia berhasil menemukan kelemahan gadis itu.

"Aku tidak mau. Bisakah kita cari permainan yang lain saja?" Bella menyatukan kedua tangannya untuk memohon.

"Sepertinya tidak bisa." Rayyen langsung menarik tangan Bella. Kini gantian, dia yang menarik-narik tangan Gadis itu sesuka hatinya.

Rayyen membeli tiket, kemudian membawa Bella naik ke kereta yang sudah siap untuk berjalan di rel. Belum saja keretanya bergerak, Bella sudah memeluk Rayyen dengan sekuat tenaganya. Rayyen bisa merasakan bahwa gadis itu benar-benar ketakutan. Bahkan jika dia manusia, pastilah dia sudah mati sesak napas karena gadis itu memeluknya tak pakai perasaan.

Dengan perlahanan kereta berjalan naik di jalurnya. Ketika sudah di puncak, kereta itu langsung meluncur bebas, kemudian hanya ada suara teriakan yang terdengar. Bella tidak mengeluarkan suara sedikit pun, dan matanya terpejam erat. Sedangkan Rayyen hanya diam merasakan ketakutan gadis itu.

Tidak lama, hanya beberapa menit akhirnya kereta berhenti di tempat semula. Semua orang turun, Bella yang ketakutan tidak sanggup berdiri karena tubuhnya yang terlalu gemetar. Akhirnya dengan sekali gerakan Rayyen menggendongnya turun. setelah menjauh dari wahana itu, dia menyuruh gadis itu untuk berjalan sendiri.

Rayyen menahan tawanya, ingin sekali dia meledakkan tawa itu. Tapi, bukan Rayyen namanya jika dia mau tertawa lepas. Sifat bangsawannya sangat kental. "Aku tidak menyangka kau takut pada wahana yang seperti itu." Ucapnya. Tawa lepas yang tak bisa ia keluarkan hanya diganti dengan kekehan kecil suaranya.

Bukk!!

Bella meninju pelan lengan Rayyen karena mengejeknya di saat dia sedang ketakutan. Untung saja saat ini dia bukan manusia lagi. Jika saat ini dia masih manusia, cowok itu harus menggendongnya sampai kerumah karena pastilah dia pingsan.

Bella tak selera lagi mengelilingi taman hiburan itu. Dia mengambil dua balon merahnya yang dia titipkan di kasir rumah hantu, kemudian dia mengajak Rayyen pergi ke sebuah bukit tempat wisata yang tidak jauh dari taman hiburan.

Mereka sampai di pintu masuk bukit wisata itu. kemudian berjalan naik Ke atas bukit untuk menyaksikan pergantian waktu senja menjadi malam. Bella mencari tempat sepi agar Rayyen merasa nyaman, karena sedari tadi tak hentinya mata manusia menatap kagum ke arahnya. Dia membawa cowok itu ke daerah ujung bukit. Mereka duduk di bawah pohon yang tidak terlalu besar, di depan mereka langsung terpampang pemandangan kota dan langit senja.

Rayyen melirik Bella, gadis itu diam sambil memandangi pemandangan kota dengan langit jingga. Di tangan kanan gadis itu ada dua balon yang sedari tadi membuatnya risih dan ingin memecahkan keduanya sekaligus.

"Pemandangannya bagus." Kata Rayyen tiba-tiba.

Bella menoleh, kemudian mengangguk. "Iya. Terakhir kali aku kesini lima tahun yang lalu."

"Apa kau mau lihat pemandangannya jadi tambah bagus?"

Gadis itu mengangguk. "memangnya bisa?"

"Tentu saja bisa. Sini balonnya." Dia meminta dua balon itu.

Dengan ragu gadis itu memberikannya. "untuk apa?" Tanyanya curiga.

"Mau lihat pemandangan bagus, kan?" Tanya Rayyen. Entah mengapa wajahnya begitu meyakinkan membuat Bella percaya padanya.

Rayyen bangkit dari duduknya, kemudian melepas dua balon itu. Dua balon merah itu pergi menjauh seperti burung yang terbang tenang di udara, bergerak terus dibawa angin. Dengan santai cowok itu melambai sambil berucap. "selamat tinggal balon. Semoga selamat sampai tujuan."

Bella melongo melihat balonnya lenyap ke udara. Bahkan dia tadi belum sempat mengucapkan salam perpisahan. Dia hendak marah, tapi ucapan Rayyen yang sangat meyakinkan membuatnya mengurungkan niat untuk marah.

"Benarkan indah? Lihatlah balon mu itu. Dia pergi ke udara bebas untuk menemui langit senja. Padahal mustahil baginya untuk sampai ke langit senja itu, Setidaknya dia bisa menikmati perjalanannya di udara yang indah, yang belum tentu semua manusia bisa merasakannya. Seperti hubunganmu dengan Farhel. Kalian membangun hubungan untuk bisa kejenjang pernikahan. Padahal mustahil bagi kalian untuk bisa kejenjang pernikahan itu, setidaknya kalian bisa menikmati perjalanan hubungan kalian dan mendapatkan memori serta kenangan indah yang belum tentu semua orang bisa merasakannya." Itulah yang Rayyen katakan pada Bella.

Membuat gadis itu menatap balonnya yang semakin lama semakin tak tampak lagi dengan tatapan menerawang jauh ke masa lalu. Masa lalu dengan memori indah.

"Apa kau merasakan dingin?" Tanya Bella pada Rayyen. Langit senja yang mereka pandangi tadi hilang digantikan langit malam yang gelap. Untung saja ada banyak lampu kecil-kecil di pohon.

"Tentu saja." jawab Rayyen. Dia masih berdiri cool sambil memasukkan tangannya ke kantong saku celana.

"Benarkah?"

"Tapi hanya di duniaku. Di bumi aku tidak bisa merasakannya."

"Kau bernapas?"

"Tidak."

"Apa makananmu?" Tanya gadis itu lagi, seperti wartawan. Dia menatap punggung Rayyen yang membelakanginya, sedangkan cowok itu menatap lampu-lampu kota yang indah.

"Makanan yang dihasilkan secara alami."

"Berarti kau bisa makan nasi?"

"Tidak. Kalau di Bumi aku hanya makan buah dan sayur, dan minumnya hanya air meneral."

"Kalau minum jus? Itukan dari buah juga."

"Tidak bisa. Meminum jus harus melewati proses blender. Kami tidak bisa memakannya. Kami hanya bisa memakan-makanan yang langsung di makan. Tidak bisa memakan makanan yang sudah melalui proses."

"sayur? Kau makan sayur yang tidak dimasak? Apa kau tidak sakit perut?"

"Jangan samakan aku seperti manusia. Di bumi aku hanya makan 1 bulan sekali untuk tenaga, kecuali minum. Aku membutuhkan air mineral setiap hari."

"Kalian enak sekali bisa makan walau 1 bulan sekali. aku tidak bisa makan."

"Makananmu tidak ada di bumi. Makananmu itu bubuk peri."

"Apa aku akan mati karena tidak memakan bubuk peri itu?"

"Setahuku, Kaum Ruzh tidak akan mati dengan sendirinya kecuali menjalankan ritual tidur abadi. Kalau kau tidak memakan bubuk peri, kau akan lemah dan bodoh seperti sekarang ini. apa kau tidak tau?" Rayyen menoleh kebelakang untuk melihat gadis itu, kemudian dia ikut duduk di sampingnya.

"Aku tinggal di Bumi, Raye."

"Pantesan kebodohanmu melebihi manusia yang paling bodoh." Bella hanya tersenyum mendengar ucapan cowok itu. Entah mengapa kata-kata kasar Rayyen sudah membuatnya terbiasa dan nyaman?

"Apa kau sudah melihat bintang untuk mendapatkan ide?" Tanya Bella. Dia teringat ucapannya yang menyuruh Rayyen melihat bintang agar mendapatkan ide ketika dia melihat bintang yang mulai bermunculan.

"Belum." Jawab Rayyen singkat.

"Kau harus mencobanya."

"Tidak. Aku tidak tertarik hal konyol seperti itu. Aku bukan sepertimu yang akan mendapatkan ide ketika melihat bintang, aku tidak suka bintang. Aku hanya menyukai malam."

Bella terkekeh kecil. "kau tau? Langit malam tidak indah tanpa bintang."

Rayyen menoleh, matanya mewakili kata tidak setuju. "langit malam memang tidak indah tanpa bintang, tapi kau tidak dapat menyentuhnya kecuali kau mati."

Bella terdiam. Itu memang benar, langit memang terlihat seperti hamparan kosong. Terang ketika ada matahari, dan gelap ketika matahari meninggalkannya. Tapi walau begitu tidak satupun manusia bisa mengejeknya, karna tidak satupun manusia yang sanggup bertemu dan menyentuhnya. Dan tidak satupun manusia atau makhluk seperti dirinya tau seperti apa langit itu, berapa jauh jaraknya, dan seperti apa di baliknya.

"Mau pulang?" Tanya Bella.

"Sebentar lagi. Aku suka tempat ini." Dan setelah itu mereka hanya berdiam di tempat itu sampai embun mulai melembabkan baju dan rambut mereka. lagi dan lagi Rayyen tanpa sadar membiarkan gadis itu berada di dekatnya.

**************

avataravatar
Next chapter