8 delapan

Dering ponsel Bella berbunyi dan getaran ponselnya membuat kebisingan di nakas. Gadis itu yang sedang tiduran di tempat tidur merasa terganggu, dia segera mangambil ponselnya untuk melihat siapa yang menelpon. Nomor baru.

"Halo, siapa ya?"

"Hai, Bella. Ini aku Rawzora." Nada keceriaan gadis itu selalu terpancar. Bahkan dari suaranya saja Bella tau gadis itu sedang tersenyum cerah.

"Dapat nomorku darimana?" Tanya Bella bingung. Dia tidak pernah memberi nomornya pada gadis itu.

"Apakah itu penting, Bella?"

"Tidak juga. Lalu ada apa?"

"Begini, kitakan satu kelompok dalam tugas pengambilan vidio tentang proses membuat kue. Kami tidak tau cara membuatnya. Kami tidak pernah memakan makanan manusia. Kalau tugas sejarah di museum waktu itu sih gampang. Lagian biasanya kalau ada tugas begini kami beli, Tapi karena bu Farah minta vidio kita yang membuatnya, Jalan satu-satunya kita harus membuat kue itu sendiri, tapi kami sangat bingung."

"Aku juga tidak tahu cara membuatnya, Zora."

"Kalau begitu datang saja ke apartermen kami, Kita membuatnya bersama-sama. Aku sudah membeli semua alat dan bahannya."

"Aku tidak tau dimana apartermen kalian."

"Aku akan kirim alamatnya melalui pesan."

"Aku tidak terlalu hapal jalan di kota ini Karena aku jarang berpergian. Bisakah kita ketemu saja di suatu tempat?"

"Kalau begitu kita ketemu di depan sekolah saja. Aku akan jemput disitu. Oke?"

"Oh baiklah, aku siap-siap dulu"

Setelah telpon di tutup Bella bangkit dari tidurannya untuk bersiap-siap pergi.  Dia memilih kaos panjang maron dan celana jeans putih. Rambutnya ia biarkan tergerai di belakang. Setelah dia melihat dirinya di pantulan cermin sudah siap, dia langsung mengambil tas di lemari khusus tas dan berjalan ke nakas mengambil kunci mobil.

.

Mobil Bella berhenti di depan sebuah kafe karna melihat Mobil Zora disana.  Dia mengklakson untuk memastikan apakah di mobil itu ada orang. Kepala Zora keluar untuk melihat mobil Bella di belakang, lalu dengan gerakan tangan dia menyuruh Bella mengikutinya.

Hanya 20 menit di perjalanan mereka sudah sampai di depan gedung apartemen mewah. Zora membawa mobilnya ke parkiran di ikuti Bella di belakang.

"Kalau aku tau ini apartemennya aku tak akan menyuruhmu repot-repot menjemputku." Kata Bella setelah dia turun dari mobil dan menghampiri Zora yang juga sudah turun.

Zora terkekeh kecil. "tak apa. Sekalian jalan-jalan." Kata gadis itu.

Mereka masuk ke apartemen, melewati lobby dan setelah itu masuk kedalam lift.

"Aku tidak mengerti, entah apa saja yang di pelajari sekolah Indonesia. Semuanya tercampur aduk seperti adonan kue. Mungkin aku yang bukan manusia masih bisa santai, tapi yang manusia? Apa mereka tahan?" Kata Zora saat ada keheningan di dalam lift.

Bella mengedikkan bahu. "entahlah. Mungkin yang bertahan hanya mereka yang banyak uang dan pintar. Atau mengandalkan Motto 'orang pintar kalah sama orang yang beruntung' padahal motto itu tidak benar. Tidak semua orang bisa beruntung, jadi untuk berjaga-jaga ya harus pintar. Kalau semua orang beruntung maka tak akan ada beras."

Zora mengangguk setuju. "ayo." Ucapnya setelah pintu lift terbuka. Zora membawa Bella berjalan ke lorong 3, di sana setau Bella adalah apartemen kalangan orang kaya karna harganya sangat mahal dan fasilitasnya lengkap.

Mereka berhenti disebuah pintu. Zora langsung memicit sandi kunci untuk masuk. Sebelum Zora membuka knop pintu, Bella menahannya dengan cepat. Tiba-tiba dia teringat kejadian waktu itu dengan Rayyen, dia baru ingat. Bella hendak berbalik untuk pulang tapi Zora menahannya.

"Mau kemana?" Tanya Zora heran.

"Ya Tuhan, mau dimana aku harus menyembunyikan wajah ini dari cowok itu?" Batin Bella.

Bahkan di sekolah saja dia selalu menghindar jika berpapasan dengan Rayyen, atau menempelkan buku di wajahnya. Untung saja Rayyen tipe orang yang tidak pedulian.

Bella nyengir kaku. "tak apa. Ayo masuk," katanya setelah berpikir dua kali, tidak mungkin dia pulang setelah melihat perjuangan Zora menjemputnya.

Zora menggeleng melihat Bella mendadak aneh, dia membuka pintu untuk membawa Bella masuk. Baru tiga langkah dia memasuki apart itu, nada-nada indah langsung mengusik pendengarannya. Nada yang di hasilkan musik Piano. Suasana ini mengingatkannya pada waktu dia dan Farhel masih kecil. Dulu saat mereka kecil, mereka slalu bermain alat musik di rumah kakeknya. Farhel memainkan piano dan dia memainkan Biola.

Tanpa sadar Bella mencari sosok yang memainkan nada seindah itu. Matanya menangkap sosok Rayyen yang serius memainkan grand piano berwarna merah gelap dengan ukiran-ukiran tulisan yang mungkin dia tidak mengerti artinya.

Dia langsung jatuh cinta pada benda berwarna merah gelap itu. Lagi, tanpa sadar kakinya berjalan mendekati sosok yang memakai kaos hitam berambut coklat itu.

"Permainan piano mu sangat bagus." Kata Bella. Suara gadis itu langsung membuat Rayyen menghentikan permainan pianonya, dan menoleh ke belakang untuk melihat Bella yang berdiri di belakangnya.

Dia menatap sebentar gadis itu, lalu kembali fokus pada pianonya. "Terimakasih. Aku harus berkonsentrasi untuk menyelesaikan lagu ciptaanku kalau kau tidak keberatan."

Bella tersenyum, mungkin kali ini dia sudah terhipnotis akan nada-nada indah, sehingga dia melupakan rasa malu yang ia rasakan tadi. "Tentu menciptakan lagu tidaklah mudah. Tapi coba sesekali kau menatap Bintang. Aku yakin kau akan terpanggil membuat nada-nada yang indah setelahnya." Setelah berucap begitu dia berjalan pergi meninggalkan Rayyen untuk duduk di ruang tamu bersama keempat temannya.

Gadis itu duduk di samping Zora, di depannya ada Ruxe, Ryder, dan Rayyora. Awalnya mereka hanya saling diam, tapi dengan cepat Bella memecahkan kebeningan dengan bertanya. 

"Ada berapa kamar di apartemen kalian?"  Tanya Bella sambil memperhatikan ke sekelilingnya.

Dengan senyum yang mengembang Ryder menjawabnya. "Ada tiga." Bella menatap lama ke arah Ryder, mencoba mengingat wajah itu karna tak asing baginya.

"ada tiga? Lalu siapa yang tidur sendiri?" Tanya Bella lagi.

"Rayyen." Celetuk Ruxe, sengaja agar Ryder tak punya kesempatan untuk bicara dengan Bella. Bisa-bisa bahaya.

"Kenapa Rayyen yang tidur sendiri? Kaliankan bukan manusia, apa kalian butuh tidur?"

"Kami tidak tidur, hanya beristirahat. Kalau soal Rayyen, itu karena dia yang pantas untuk itu." Jawab Ruxe lagi.

"Lalu apa kalian makan?" Tanya Bella lagi. Bahkan dia tak percaya bahwa dirinya seperti wartawan sekarang.

"Tentu saja kami makan."

"Lalu, apa kalian makan-makanan manusia?"

"Tidak, Kami hanya bisa memakan beberapa buah saja dan air mineral di bumi. Walaupun rasa buah disini tidak seenak rasa buah di Negri kami." Jawab Ruxe lagi. Ryder, Rawzora, dan Rayyora memilih untuk mendengarkan saja percakapan mereka berdua.

"Lalu apa sebenarnya tujuan kalian datang ke bumi?" Tanya Bella lagi. Ruxe terdiam, tak bisa menjawab apapun hingga suara Rayyen menyelamatkannya.

"kalian semua! Kalian ingin mengerjakan tugas atau hanya ingin mengobrol?" Teriak Rayyen dari arah dapur. Spontan membuat Ruxe, Ryder, Rawzora, Rayyora bangkit dari duduk dan berjalan cepat menuju dapur. Bella mengikuti mereka. Sempat terlintas di pikiran gadis itu mengapa Ruxe sulit menjawab pertanyaannya yang terakhir.

.....

avataravatar
Next chapter