4 Bab 4 Kedekatan Sabda Dan Syifa

"Kakek sudah sehat? " tanya Syifa sambil menghampiri kakeknya yang sedang duduk di bangku teras rumah.

"Alhamdulillah lumayan membaik kesehatan kakek setelah minum obat dari resep dokter." Jawab Kakek Syifa dengan sesekali batuk kecil.

"Sekiranya badan Kakek capek, mestinya Kakek harus istirahat." Kata Syifa menasehatkan.

"Iya, sejak kemarin Kakek sudah istirahat, Kakek mengkhawatirkan kamu, harus jalan kaki cukup jauh untuk mendapatkan mobil angkot setiap pulang dan pergi sekolah." Lanjut Kakek

"Tidak apa-apa Kek, lagi pula ada teman kok." Jawab Syifa menenangkan Kakek. "Bagaimana dengan sekolah kamu?" Tanya Kakek kepada Syifa.

"Baik Kek, lingkungannya juga menyenangkan." Imbuh Syifa dalam jawabnya.

"Syifa! apakah kamu kangen sama Ibumu nak?" Tanya kakek kepada Syifa. Syifa hanya diam wajah cerianya berubah muram.

"Tidak biasanya sudah sebulan lebih Ibumu tidak telpon walau hanya sekedar tanya kabar kamu dan keluarga, aku khawatir ada apa-apa dengan ibumu di sana." Syifa merapat dengan Kakeknya, dipijitnya punggung kakek.

"Semoga Ibu baik-baik saja di sana." gumam Syifa. Tak terasa air matapun keluar, spontan Sifa menyekanya dengan punggun tangannya.

"Syifa! tolong bawakan bubur ini ke ruang makan!" pinta nenek kepada Syifa. Spontan memecah galau hati Syifa dan Kakeknya.

Syifa beranjak ke dapur dan membantu nenek mempersiapkan sarapan pagi untuk keluarga. Rutinitas di pagi hari yang nyaris tak terlewatkan oleh Syifa terlebih di hari libur sekolah. Membantu nenek memasak di dapur dan kemudian makan bersama keluarga.

"Syifa makanan sudah siap, tolong ajak Kakekmu sarapan di ruang makan!" Suruh nenek.

"Iya Nek." Jawab Syifa mengiyakan saja.

Syifa berjalan menuju ruang tengah dan menghampiri kakeknya yang sedang duduk sendiri.

"Kek sarapan dulu sudah disiapkan di ruang makan." Syifa mengajak kakeknya segera sarapan.

"Iya" jawab kakek menurut saja perintah Syifa. Dan beranjak dari tempat duduk menuju ruang makan.

Diruang makan itulah berkumpul bersama Syifa dan kakek neneknya diselingi obrolan obrolan ringan dan seringkali masalah masalah kecil dalam keluarga terselesaikan di meja makan.

Senin yang indah mengawali hari-hari yang penuh aktifitas namun menjadi hari yang membosankan bagi sebagian orang dikala menikmati libur akhir pekan. Demikian pula yang dialami keluarga Sabda.

Kumandang adzan subuh mushola komplek sebelah tidak cukup kuat membangunkan istirahat keluarga Sabda. Hanya Bi Inah yang lebih dulu bangun ambil air wudhu dan kemudian sholat subuh.

Urusan dapur dan seabreg pekerjaan rumah adalah tugas dia sebagai jendral lapangan dalam keluarga. Maka tak heran dialah manusia super sibuk dalam keluarga. Mulai bangun tidur hingga malam menjelang tidur.

Berikutnya Pak Karta dan Nyonya Indah baru kemudian Sabda. Setelah tunaikan sholat subuh setiap anggota keluarga itu disibukkan dengan urusan masing masing.

Pak Karta mempersiapkan tugas dan kelengkapannya di kantor sementara Sabda mengecek tugas dan buku pelajaran untuk sekolah hari itu.

Di dapur Nyonya Indah Membantu Bi Inah mempersiapkan sarapan pagi untuk keluarga.

Matahari pagi semakin menampakkan diri dengan cahaya sinarnya yang menghangatkan. Suasana sarapan pagi tampak lebih cepat dari biasanya, hal itu dikarenakan tidak ada yang mau telat sampai di tempat kerja atau telat di sekolahan pada Sabda.

"Ma, Papa berangkat duluan ya, hari ini papa banyak pekerjaan di kantor." Pak Sabda berpamitan kepada istrinya.

"Iya..." jawab Nyonya indah sambil menghampiri punggung tangan Pak Karta dan mengecupnya. Nyonya Indah segera ambil tas kerjanya di ruang kerja keluarga.

"Sabda Mama juga berangkat kerja dulu, nanti sepulang sekolah kalau mau keluar rumah jangan lupa telepon Mama ya!" pesan Mama Sabda.

"Iya Ma" jawab Sabda. Segera Nyonya Indah menuju carport dan menjalankan mobilnya menyusuri jalan menuju tempat kerjanya.

Sementara itu, Sabda selepas sarapan pagi menghidupkan mesin motornya pada beberapa menit agar kompresi mesin setabil. Baru kemudian dia ambil tas sekolahnya yang sudah disiapkannya di teras rumah.

"Bi...! Sabda berangkat dulu ya Assalamualaikum." Sabda berpamitan kepada Bi Inah.

"Iya, Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh hati hati di jalan Nak Sabda!" kata Bi Inah menjawab salam dan kembali menasehatkan.

Suara mesin motor semakin menjauh dari rumah. Sementara Bi Inah menjaga rumah dan kembali dengan pekerjaannya yang nyaris tidak ada habisnya.

Sabda memperlambat laju motornya ketika dari kejauhan matanya mendapati ada teman siswinya berdiri dipinggir jalan untuk menunggu mobil angkutan dan kemudian roda motor itu berhenti didepan gadis sekolah tadi. Matanya terperanjat ketika dia tahu bahwa gadis itu adalah orang yang sama ketika kemarin menawarkan tumpangan untuknya.

Sabda hanya diam tidak menyapa tidak pula menawarkan tumpangan seperti tempo hari. Pelan-pelan sabda kembali menjalankan mesin motornya.

"Hai tunggu!" kata Syifa mengarah kepada Sabda yang hendak menjalankan laju motornya. Spontan sabda menghentikan motornya dan menoleh asal suara tadi dan kemudian mendekatinya.

"Kamu tidak ingin telat lagi dan tidak perlu berdiri hormat bendera di lapangankan kan?" Tegur sabda pada Syifa.

"Lantas kenapa kamu juga dapat hukuman dari guru BP itu?" Sanggah Syifa dengan maksud membela diri.

"Andai saja aku tidak menghampirimu dan ban sepeda motorku tidak bocor tentu aku bernasib lain kemarin." kata Sabda dengan egonya.

"Aku tidak menyuruhmu menghampiriku" Sambung Syifa bernada ketus.

"Kamu memang tidak menyuruhku menghampirimu, hanya perasaan empatiku saja ingin menolong orang dengan memberi tumpangan, terus salahku apa?" kata Sabda.

"Apa aku menyalahkanmu? baper amat sih ini orang." Lanjut Syifa dengan gaya centilnya.

"Udah! jadi bareng gak? udah siang kita bisa telat!" Kata Sabda mengakhiri percakapan.

Syifa masih diam dengan egonya. Sementara Sabda mulai menarik kabel gas motornya.

"Eh, tunggu!" kata Syifa sambil buru-buru naik jok belakang motor Sabda.

"Nah gitu..." kata sabda.

"Jangan ge-er ya aku mau bonceng kamu karena takut telat aja" kata Syifa dengan egonya.

Sabda hanya diam sambil memacu mesin motornya seakan tak pedulikan kata-kata usil Syifa. Tidak berapa lama motor itu telah sampai tempat yang dituju. Buru-buru Syifa menepuk punggung Sabda sebagai kode agar Sabda menghentikan laju sepeda motornya.

"Aku turun di sini saja." kata Syifa kepada Sabda sebelum masuk pintu gerbang sekolah.

"Memang kenapa?" kata Sabda ingin tahu.

"Aku tidak ingin diledek teman-teman" jawab Syifa sambil buru-buru turun dari motor.

"Pagi Pak?" Sapa Syifa kepada Penjaga Sekolah yang sedang membersihkan halaman aekolah.

"Pagi" Jawab bapak penjaga Sekolah sambil melanjutkan pekerjaannya.

"Hai Syifa" sapa Dina sahabat karibnya.

"Kirain kamu telat lagi hari ini" lanjut Dina menyambung dengan obrolan.

"Eh! suka ya temennya dijemur ditengah lapangan sambil hormat bendera?" sambung Syifa ditengah obrolan.

"Ya enggaklah kamu kan sohib baik gue." Sambung Dina dengan bahasa gaulnya.

"Tapi ngomong-ngomong tempo hari bisa telat kenapa sih?" Tinya Dina ingin tahu.

"Kepo aja sih kamu Din! Kakekku beberapa hari ini sedang sakit, jadi nggak bisa antar aku sampai batas jalan ber aspal akhirnya aku banyak kehilangan waktu untuk jalan kaki sampai pinggir jalan beraspal tempatku menghentikan mobil angkutan hingga sampai Sekolahan." kata Syifa menjelaskan.

"Terus gimana ceritanya kamu bisa sampai sekolahan dan tidak terlambat?" lanjut Dina mengorek keterangan pada Syifa layaknya seorang wartawan pencari berita.

"Ya berangkat lebih pagi lah" jawab Syifa menutupi kebohongannya jika hari itu ia menumpang motor Sabda.

avataravatar
Next chapter