2 bab 2 Sabda Purnama

Di kawasan perumahan pinggir kota namun tidak jauh dari fasilitas umum dan kantor pemerintahan meskipun belum semuanya berpenghuni akan tetapi aktifitas lingkungan berjalan baik. Kerja bakti lingkungan, musyawarah lingkungan dan gotong royong dalam suka maupun duka. Tidak ubahnya seperti kehidupan di kampung meskipun berpenduduk yang heterogen, bermacam suku agama ras dan profesi.

Terlihat diujung gang sebuah bangunan rumah baru, sederhana namun penuh estetika seakan menjanjikan kenyamanan bagi penghuninya.

Terdengar suara mesin motor menuju rumah baru itu sehingga motor itu berhenti dan kemudian masuk dihalaman rumah setelah pintu pagar rumah itu terbuka.

"Sudah pulang Nak Sabda?" tegur Bi Inah dengan basa-basi seraya tangannya mendorong pintu pagar rumah agar terbuka.

"Iya Bi, hari ini pertama kali saya masuk sekolah dan jadwal pelajaran belum sepenuhnya ada." Sabda menjawab sambil memasuki rumahnya.

Bi Inah adalah saudara sepupu Ayah Sabda. Sepuluh tahun menikah namun belum juga punya momongan, mungkin karena Bi Inah menikah diusia yang sudah udzur. Usia empat puluh tahun adalah bukan usia yang ideal bagi wanita untuk menikah yang menghendaki keturunan.

Bahagia dirundung nestapa tatkala suami Bi Inah harus menghembuskan nafas terakhir di ruang ICU akibat gagal ginjal yang dideritanya. Hingga Pak Karta Ayah Sabda menawarkan Bi Inah tinggal bersama keluarganya.

"Mau makan sekarang apa nanti Nak Sabda?" tanya Bi Inah sambil menghampiri Sabda.

"Nanti aja Bi" jawab Sabda berlalu menuju kamar hendak ganti baju.

Rumah itu tampak sepi dari keakraban penghuninya. Ayah Sabda berada di kantor hingga larut. Belum lagi kalau ada kunjungan kerja dan urusan pekerjaan lain yang mengharuskannya berada di luar kota berhari hari atau bahkan sampai berminggu-minggu. Kesibukannya sebagai manajer di perusahaan asing membuat sedikit waktu untuk keluarga.

Sementara ibunya menjelang sore baru pulang. Sebuah resiko pekerjaan bagi seorang ibu rumahtangga yang bekerja di Perusahaan milik negara lazim disebut BUMN. Sudah satu tahun lebih Sabda berpisah dengan kakaknya Adam yang menyelesaikan kuliahnya di USA lewat jalur beasiswa.

Gundah hati dalam sepi manakala keluarga teman tidak ada disisi hanya berteman laptop dalam kesehariannya menghibur diri.

"Tok... tok... tok... " suara ketukan pintu membuyarkan konsentrasinya di depan laptop mungilnya.

"Makan dulu Nak Sabda! Bibi sudah masak sayur asem sama ikan asin kesukaan kamu." Bi Inah memanggil Sabda.

"Iya Bi" jawab Sabda sembari langkahkan kaki tinggalkan ruang kamar menuju ruang makan.

"Bibi sudah makan? mari temani saya makan!" Ajak Sabda kepada Bi inah.

"Bibi sudah makan Nak Sabda, barusan tadi namun Bibi akan temani Nak Sabda makan di sini." Sabda menganggukkan kepalanya.

"Bagaimana dengan sekolahmu yang baru Nak Sabda?" tanya Bi Inah dengan sorot mata mengarah ke Sabda.

"Sekolahnya bagus Bi, guru-gurunya baik, teman-teman juga baik meski baru kenal." Sabda menjawab pertanyaan Bi Inah sambil makan.

"Syukurlah kalau begitu, Bibi ikut senang bila Nak Sabda krasan tinggal dan sekolah di sini" Kumandang adzan asar sayup sayup terdengar jelas dari kejauhan dibalik surau kampung sebelah. Bertanda matahari sudah condong kebarat dan siangpun berganti dengan sore untuk menunggu malam.

"Diin.. diin.." suara klakson mobil terdengar jelas didepan pagar rumah. Buru buru Bi Inah menghampiri arah suara klakson mobil itu.

"kreeek..." suara pintu pagar rumah bersambut mengiringi derap langkah kaki Bi Inah.

"Sore bu" sapa Bi Inah dengan senyum kecil seraya sedikit menunduk.

"Sore Bi" jawab Nyonya Indah dengan senyum tipisnya sembari berlalu dengan mobilnya menuju car port.

"Bapak sudah pulang Bi?" tanya Nyonya Indah sembari keluar pintu mobil.

"Belum bu" jawab Bi Inaj polos.

"Sabda di rumah Bi?" lanjut Nyonya Indah menanyakan.

"Nak Sabda ada di kamarnya bu" kembali Bi Inah menjawab.

Beranjak malam satu persatu angggota keluarga kembali terlengkapi hingga menyusul suara pintu pagar rumah tanda orang datang. Segera Bi Inah datang menghampiri.

"Selamat malam Pak" sapa Bi Inah dengan kepala sedikit menunduk.

"Malam" jawab Pak Karta dengan nada tenang penuh wibawa.

"Ibu ada Bi?" tanya Pak Karta sembari turun dari mabil.

"Sabda sekolah tadi Bi? " tanya Pak Karta penuh selidik.

"Sekolah Pak". Jawab Bi Inah meyakinkan.

"Assalamualaikum " ucap Pak Karta ketika buka pintu rumahnya.

"Waaalaikum salam " jawab Nyonya Indah Istri Pak Karta seraya beranjak dari sofa diruang keluarga menghampiri Pak Karta di ruang depan.

Banyak kerjaan Pa di kantor?" Tanya Nyonya Indah kepada suaminya.

"Banyak kerjaan sih nggak juga, cuman Papa harus koordonasi dan bangun komunikasi antar staf dan kolega di tempat kerja baru Papa, Sabda dimana ma?" Tanya Pak Karta kepada Istrinya.

"Di kamar pa" Pak Karta mengangguk mendengar jawaban istrinya.

"Coba panggil kemari!" Perintah Pak Karta kepada Nyonya Indah.

Segera Nyonya Indah berjalan menuju kamar Sabda.

"Tok.. tok.. tok.. Sabda... " Nyonya Indah memanggil putranya.

"Ya Bu " jawab Sabda dari dalam kamar.

"lagi Ngapain kamu, sayang? sendirian di kamar." tanya Nyonya Indah kepada Sabda.

"Baca-baca buku di internet Ma" Jawab Sabda dibalik pintu kamarnya yang terbuka.

"Dipanggil Papa di ruang depan" kata Nyonya Indah.

"Iya Ma" jawab Sabda berlalu meninggalkan kamarnya dan menghampiri Papanya.

"Ada apa Pa?" tanya Sabda mengawali pembicaraan.

"Bagaimana dengan sekolahmu yang baru?" Tanya Pak Karta kepada Sabda.

" Sekolahnya bagus Pa, fasiitas lumayan lengkap layaknya sekolah negeri yang lain. Guru-gurunya juga baik, begitu juga dengan teman-teman walau ada satu dua yang usil." Sabda bercerita kepada Papanya.

"Makan malam sudah saya siapkan di ruang makan Bu" kata Bi Inah ditengah obralan Pak Karta dan Bu Indah.

"Iya Bi" Jawab Ibu Indah sambil menoleh ke arah Bi Inah.

"Ayo Pa, Sabda kita makan malam dulu" Satu persatu anggota keluarga menuju ruang makan, tak ketinggalan Bi Inah selalu diajak makan bersama keluarga.

Lewat obrolan-obrolan kecil di meja makan ada bahagia yang terungkapkan. Masalah-masalah kecil di rumah, di tempat kerja di sekolah terselesaikan dengan obrolan-obrolan ringan di meja makan.

Pak Karta orang yang bijaksana mendidik keluarganya. Beliau orang yang egaliter menempatkan suatu hal dengan sewajarnya. Termasuk melarang Bi Inah memanggil dirinya Tuan dan cukup dengan panggilan Bapak. Dan panggilan ibu untuk istrinya. Sementara panggilan untuk Sabda cukup dengan panggilan Nak Sabda.

Begitu cara bijak Pak Karta membangun kedekatan keluarga jauh dari sifat feodal dengan strata sosial.

avataravatar
Next chapter