1 PROLOG

Sekarang ini Sahila bersama Laras berada di sebuah taman dengan banyak anak-anak kecil bermain ditemani orang tua mereka atau pasangan kekasih yang menghabiskan waktu berdua. Cuaca hari ini sangat cerah jadi kedua gadis itu memutuskan untuk piknik bersama di bawah pohon rindang. Mereka bertukar bekal makan.

Sahila membuka tutup bekal pemberian Laras dan tersenyum lebar saat mendapati makanan rumahan khas buatan tangan yang biasa dibuatkan orang tua untuk anaknya. Nasi dengan lauk pauk adalah hal terbaik bagi Sahila.

Berbeda dengan reaksi Sahila yang kesenangan mendapatkan makanan—yang sebenarnya itu cukup sederhana, tapi reaksinya sangat berlebihan—Laras terlihat mengerutkan dahinya setelah membuka apa yang terdapat disana.

"Curang,"

Sahila mengambil sendok, dengan masih girangnya ia bertanya. "Siapa?"

"Kau."

"Eh aku?" Kebingungan Sahila tanpa sadar ia menunjuk dirinya sendiri. "Ngomong apa sih!"

"Janjinya kan sosis nya ada delapan, disini cuma ada tujuh. Balikin makanan nya!" Ujar Laras memperlihatkan bekal dari Sahila yang berisi sosis ukuran lumayan besar dan ia hampir dapat mengambil bekal miliknya yang sudah di tangan Sahila jika gadis itu tidak segera menjauhkan nya dari Laras.

"Tunggu!" Sahila menenangkan Laras untuk sabar sebentar. "Di rumah sisanya tinggal tujuh kemarin aku salah ngitung ngira delapan makanya aku bilang janji ngasih delapan. Berhubung kita sudah tukar bekal masing-masing, nggak boleh di kembalikan." Jelasnya mencoba bernegosiasi. Laras yang hampir protes segera menutup mulutnya kembali mendengar tawaran menarik Sahila.

"Gimana kalo gantinya besok aku masakin sosis bermacam-macam sekaligus aku bawain ke rumah kamu? Deal?"

"Deal." Sahut Laras cepat tanpa pikir panjang yang membuat Sahila menjadi merasa ada yang salah dengan situasi ini.

"Entah kenapa rasanya kayak masuk kedalam perangkap sendiri. Rugi gara-gara satu sosis doang." Gumam Sahila yang masih bisa di dengar Laras.

"Janji lho." Laras memperingati.

"Iya iyaa!"

"Ngomong-ngomong, kau jadi ikut kompetisi di acara televisi itu?" Laras memulai percakapan di sela-sela makan mereka. Sahila makan dengan khidmat dan membalas mengangguk tanpa suara. Laras membuka tutup termos dan nyodorkan nya pada Sahila. "Isinya sayur sop."

"Iya?! Kenapa nggak bilang dari tadi." Tak tanggung-tanggung Sahila segera menuang isinya kedalam tutup termos sebagai mangkok. "Wah, rasanya benar-benar enak. Kenapa nggak setiap hari aja kita tukaran makanan, karena kamu maniak sosis dan rumah aku adanya cuma sosis kita bisa tukaran setiap hari kan? Apa ya namanya, yang saling menguntungkan itu? Ah, simbiosis putuaslisme!"

"...Mu-tu-a-lis-me." eja Laras memperbaiki kesalahan kata Sahila.

"Apapun itu, intinya sama. Gimana? Ayo ayooo!"

"No." Tolak Laras seraya menggerak-gerakkan sosis yang sudah di tusuk garpu itu ke kanan dan kiri sebelum menggigit nya.

"Kenapa? Bukannya kamu suka sosis kamu kan bisa ambil semua sosis aku, kita tinggal tukar makan aja..." Umpan Sahila bernada manja agar Laras berubah pikiran, meskipun dia tidak tau kenapa Laras tidak mau mengingat bahwa sebenarnya ini sama-sama menguntungkan untuk mereka.

"Kalau kamu mau setiap hari nganterin sama buatin makanan ke rumah aku sih nggak ada masalah. Tapi kamu nggak mau 'kan?"

Sahila yang sebelumnya semangat untuk membujuk Laras berbalik memasang wajah datar mendengar ucapannya. "Benar, ayo kita makan aja."

Laras tersenyum dan kembali menyuapkan sosis kedalam mulutnya.

"Aku berangkat seminggu lagi."

"Secepat itu? Padahal kau baru bilang beritanya seminggu yang lalu 'kan?"

"Hm, cuma pendaftaran nya sudah aku lakuin jauh-jauh hari. Terus juga... Aku terlalu banyak ngulur waktu buat bilang ke kalian kalau aku lulus, sori," Kata Sahila merasa bersalah. "Tapi sekarang masalah nya bukan itu."

"Lalu?"

"Ayah-ku."

Laras mengangguk membenarkan. "Dia pasti khawatir," katanya pelan.

Mendengar itu membuat Sahila tersenyum kecut. "Aku malah berharap itu terjadi."

avataravatar
Next chapter