1 Bab 1 Kepergianmu

"Aku harus meninggalkanmu untuk sementara waktu demi karirku dan demi masa depan kita juga. Ayumi, Aku tidak akan melarangmu untuk dekat ataupun menjalin hubungan dengan laki-laki lain. Karena aku tidak akan menyiksamu dengan kesendirian tanpa seseorang di sisimu. Aku harus merelakan itu untuk sementara waktu, hingga sampai saatnya untuk aku kembali lagi di sisimu dengan gelar Magister yang akan aku sandang di belakang namaku. Aku tahu rindu itu berat, jadi aku tidak akan menyiksamu dengan kerinduan yang amat sangat mendalam. Cukup aku saja yang merasakannya dan menyimpannya dalam-dalam. Aku akan berjuang demi masa depan kita. Tanpa perlu kau menungguku. Namun satu hal yang harus kamu ingat. Jika ketika aku kembali nanti kamu sudah bersama laki-laki lain, aku tidak akan segan-segan untuk merebutmu kembali Ayumi," ungkap Dito yang akan melanjutkan pendidikan S2-nya di Belanda dengan beasiswa yang didapatkannya.

Dito adalah kekasih hatiku yang harus berangkat ke Belanda demi meraih cita-citanya. Umur kami terpaut 4 tahun. Jadi ketika aku berada di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), aku berpacaran dengan dirinya yang tidak lain adalah saudara Sintia.

Sintia adalah sahabatku sejak kecil. Rumah yang berdekatan dan hubungan persahabatan yang terjalin di antara kedua orang tua kami, membuat hubungan persahabatan itu pun secara otomatis diwariskan kepada aku dan Sintia. Sintia terlahir dari keluarga berada, sedangkan aku hanya terlahir dari keluarga yang sederhana.

Sikap keluarga Sintia yang rendah hati dan dermawan membuat aku dan keluargaku merasa beruntung bisa dekat dengan keluarga mereka. Tak jarang keluarga Sintia dengan sukarela membantu kesulitan yang dialami oleh keluarga kami, terutama kesulitan ekonomi.

Sintia pernah menyampaikan bahwa dia sangat bahagia selama bersahabat dengan diriku. Karena selain frekuensi pembicaraan ku dengan dirinya yang relatif sama dan bisa dikatakan sangat nyambung, aku memang sering mengajarkan pelajaran yang tidak dia mengerti selama ini.

Selain dia, aku juga merasa bahagia bisa bersahabat dengan sintia. Hubungan kami sudah terasa seperti saudara. Bahkan, tidak jarang aku menginap di rumah Sintia ketika orang tuanya sedang bertugas ke luar kota. Begitu pun sebaliknya. Meskipun rumah keluarga ku sangatlah sederhana, namun dia tidak enggan untuk menginap di rumah kami.

***

Aku tidak bisa berkata apa-apa ketika Dito mengungkapkan isi hatinya. Aku hanya bisa berdoa demi kesuksesannya. Berharap dia lancar dalam menjalankan studinya di Belanda dan berhasil pulang dengan gelar yang diimpikannya.

"Tapi kita kan masih bisa berkomunikasi lewat email atau fitur chatting dari social media?" kataku.

"Iya bisa, tapi aku tidak akan janji untuk bisa menghubungimu setiap waktu. Aku takut akan membuatmu semakin kecewa, dengan tidak segera membalas pesan-pesanmu," ucap Dito.

"Apa sebenarnya selama ini Aku membebanimu? Aku sadar bahwa tidak banyak yang Aku lakukan untukmu selama berpacaran. Tapi Aku tidak sampai berpikir bahwa Aku sebegitu membebani hidupmu selama ini," ungkapku kepada Dito.

"Enggak kok Sayang. Kamu sama sekali tidak membebaniku. Malah dengan adanya dirimu, aku sangat terbantu selama ini. Terima kasih ya, Ayumi saying. Tapi, aku memang ingin lebih berkonsentrasi dan tidak ingin membuatmu kecewa saja. Aku ingin membuktikan kepada orang tuaku bahwa tanpa bantuan mereka, Aku bisa melakukan semuanya," jelasnya.

"Ya … mau bagaimana lagi. Aku tidak ingin memaksamu dan menambah bebanmu. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu. Dan meskipun Kamu melarangku untuk menunggumu, Aku akan selalu setia menunggumu di sini. Jadi Kamu pun harus berjanji akan segera kembali kepadaku setelah semua pencapaianmu itu," pintaku padanya.

"Hmmm … terserah Ayumi saja. Terima kasih ya, Sayang. Aku tidak akan mengecewakanmu. Tapi jika dirasa Kamu tidak mampu bertahan dengan kesepianmu selama kepergianku, ingatlah apa yang sebelumnya Aku katakan kepadamu ya. Tidak perlu memaksakan dirimu. Bersama siapapun Kamu nanti selama Aku pergi, Aku akan merebutmu kembali setelah kedatanganku kembali. Karena Kamu adalah satu-satunya permata hatiku," pungkasnya.

***

Dito adalah laki-laki yang sangat baik dan pengertian. Meskipun terlahir dari keluarga yang berada, dia sangat mandiri. Selama ini dia tidak mau hanya berdiam diri, berpangku tangan kepada orang tuanya dan menikmati kemewahan yang telah disediakan oleh mereka. Terbukti dengan dia berhasil mendapatkan beasiswa S2 di luar negeri. Meskipun sebenarnya, dimanapun Dito ingin melanjutkan studinya, pasti orang tuanya tidak akan keberatan dalam hal biaya. Dia adalah anak satu-satunya yang pastinya, Mama dan Papa Dito ingin selalu memanjakannya. Namun dia selalu menolak dan memilih menjalankan kehidupannya dengan penuh kerja keras.

Itulah yang membuatku semakin jatuh cinta kepadanya. Perbedaan umur yang cukup jauh membuat dia sangat mengayomiku. Tidak jarang dia memanjakanku dengan mengantar jemput ku ke sekolah, mentraktir makan, membelikanku kado, bahkan sampai hal kecil seperti mengikat tali sepatu pun tak ragu-ragu dia lakukan.

Aku tidak pernah sekalipun memintanya melakukan itu semua, namun Dito masih bersikap manis kepadaku. Dia tak malu sedikitpun, meskipun teman-temannya sering meledeknya gara-gara berpacaran dengaku. "Ngapain sih pacaran sama bocah ingusan. Kan masih banyak cewek-cewek di kampus yang bisa Lu pacarin. Mau yang seksi, mau yang pinter, mau yang cantik, atau mau yang manis, tinggal pilih. Mana ada cewek yang bakalan nolak cowok kayak Lu." Itulah yang sering teman-temannya katakana kepadanya.

Dito tidak pernah mengatakannya padaku, karena dia takut aku akan sakit hati mendengar perkataan teman-temannya itu. Tapi aku pernah mendengarnya secara langsung ketika aku menunggu Dito di kampusnya untuk mengantarkan makanan untuknya. Saat itu dia sedang sibuk mengerjakan tugas kelompok dan tidak sempat makan siang.

Dito sering sekali meninggalkan jam makan siangnya. Jadi seringkali kalau aku tidak datang langsung ke kampusnya, aku biasanya memesankan makanan melalui delivery order yang tersedia. Aku tidak asing dengan kampus Dito, karena kebetulan ada saudaraku yang juga kuliah ditempat yang sama dengannya. Sisil adalah orang pertama yang awalnya mengenalkanku pada Dito. Dan ketika aku tahu bahwa dia adalah saudara dari Sintia, hubungan kami menjadi lebih dekat dari sebelumnya.

Dito hampir tidak pernah berkunjung ke rumah Sintia. Karena sebenarnya, keluarga mereka memang tidak begitu dekat. Namun setelah Sisil memperkenalkan diriku padanya, dia mulai sering berkunjung ke rumah Sintia untuk menjalankan misi mendekatiku. Hingga akhirnya dia berhasil memenangkan hatiku.

Hari ini adalah hari terakhir aku bisa bertemu dengan Dito, sebelum kepergiannya ke Belanda. Aku ikut mengantarnya ke bandara bersama Sisil. Kali ini Sintia tidak ikut bersama kami, karena kesibukannya. Sintia tengah sibuk melakukan pemotretan. Karena dia merupakan salah satu model yang tengah naik daun berkat keaktifannya di Instagram dan kanal Youtube miliknya.

Aku sengaja datang lebih awal sebelum dia dan keluarganya datang. Syal yang sengaja aku rajut untuknya, sudah aku bungkus rapi dengan kotak kado untuk bisa dia bawa. Aku sudah menahannya, namun air mataku tidak bisa menahan tangisnya.

Dito memelukku dengan erat sambil berkata, "I'll be back soon, Dear. Ssst … cup cup cup. Enggak usah nangis lagi ya, Ayumi sayang. Nanti Aku enggak bisa tenang lo ninggalin kamu kalau kamu sedih terus kayak gini." Seketika aku menghentikan tangisanku dan mulai melepaskan pulukanku dari tubuhnya.

Dito mulai berjalan menjauh, memasuki gate khusus penumpang. Aku hanya bisa memandangnya dari jauh sambil melambaikan tanganku ke arahnya. Aku harus merelakannya pergi, demi kebahagiaan dan kesuksesan Dito di masa depan. Aku akan bersabar menunggunya, sesuai janjiku. Bukan janjiku padanya, tapi janjiku kepada diriku sendiri.

***

avataravatar
Next chapter