9 Ketakutan

Bayu menunjukkan ruangan Dani dirawat sekalian berpamitan pulang kepada orang tua Dani yang sudah datang.

"Terimakasih Pak sudah menolong anak saya," kata Wati, ibu Dani yang asli keturunan orang Jawa.

"Sama-sama Bu. Permisi," jawab Bayu sambil melenggang pergi.

"Gimana kamu bisa sampai ditabrak to, Le?" tanya Wati dengan penuh rasa cemas kepada putranya itu.

"Dani juga nggak tahu Bu," sahut Dani masih belum berani untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada orang tuanya.

"Yo wes, awak mu istirahat wae. Ibu nunggu di sini kok," kata Wati mengangguk pelan.

"Nggih Bu."

Dani mencoba untuk tenang dan melupakan semua kejadian menakutkan yang tadi dia alami di rumahnya itu.

Namun bayangan Yoga yang wajahnya setengah hancur itu seolah tidak mau hilang dari pikiran Dani.

***

Setelah satu minggu Dani dirawat di rumah sakit, akhirnya dokter mengijinkan dia untuk pulang.

Namun sayangnya, kedua orang tua Dani juga harus pulang ke kampung karena tidak bisa meninggalkan kebun dan sawah mereka.

Dani merasa masih sangat trauma dengan rumah ini. Terlebih ketika ia mulai memasuki kamarnya yang menjadi saksi bisu pertemuannya dengan Yoga tempo hari.

Dani tiba-tiba kembali bergidik, bulu kuduknya berdiri ketika ia harus kembali tinggal sendirian di rumah ini.

Tok

Tok

Tok

Suara ketukan pintu itu mengingatkan Dani dengan sosok Yoga yang datang kemarin.

Dani membiarkan pintu itu tetap tertutup karena dia merasa takut.

Namun tidak lama pintu itu terlihat terbuka dengan sendirinya.

"Hai bro... Apa kabar lo? Maaf ya gue baru sempat datang jenguk lo," Sandi masuk ke kamar Dani dan membuat Dani bisa bernafas lega sekarang.

"Teman macam apa lo, gue di rumah sakit nggak dijenguk sama sekali. Sibuk kerja aja sih," kata Dani meledek.

"Iya sorry. Gue benar-benar lagi sibuk kemarin. Eh gimana kondisi lo? Udah baikan kan? Gimana kejadiannya sih? Kenapa lo bisa tiba-tiba ketabrak di depan rumah lo sendiri?"

Dani terdiam dan mencoba menghela nafas panjang sebelum memulai cerita kepada Sandi soal kejadian malam itu.

Dani mulai menceritakan semua kejadian dari awal hingga dia berada di rumah sakit.

"Jadi lo nggak sadar? Yoga datang nemuin lo, dan setelah itu lo nggak sadar lagi?" tanya Sandi kaget dan merasa tidak percaya.

Seperti ada hal yang mengganjal dari cerita Dani tadi.

Dani mengangguk pelan dan masih merasa takut jika harus kembali mengingat kejadian malam itu.

"Jangan-jangan Yoga yang udah bawa lo keluar sampai lo ketabrak gini?"

"Entahlah San. Gue juga nggak ngerti. Tapi serius gue benar-benar nggak sadar malam itu. Tahu-tahu gue udah di rumah sakit. Ditolong sama supir taksi."

"Sahabat lo ngeri juga ya. Gue jadi merinding sekarang," ucap Sandi memegang tengkuknya.

"Teman lo juga kan itu," Dani menepuk lengan Sandi.

"Lagian lo sih pakai janji janji segala mau sehidup semati sama dia. Sekarang dia jadi nagih kan janji itu?" kata Sandi pelan sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kamar Dani.

Sandi tiba-tiba merasa ada aura mistis di dalam kamar ini. Bulu kuduknya berdiri semua dan tengkuknya terasa dingin sekali.

Dan benar saja, ketika pandangan Sandi sampai di sebuah lemari kayu yang berada di pojok kamar Dani, Sandi melihat sosok Yoga tengah duduk di atas sana.

Wajahnya setengah hancur. Yoga menatap Sandi dengan tajam dan tatapan yang menakutkan.

Sandi menelan ludahnya dan membuang pandangannya ke arah Dani.

Sandi mencoba mencari alasan agar dia bisa cepat keluar dari kamar ini. Sepertinya Yoga tidak suka jika Sandi terlalu dekat dengan Dani.

"Dan, gue balik ya. Gue ada urusan mendadak nih," suara Sandi terbata-bata pelan.

"Mau kemana sih? Kenapa buru-buru banget? Baru juga datang. Lagian gue juga masih butuh lo di siji buat nemenin gue. Nanti dulu lah..." kata Dani merayu Sandi agar tetap di sini.

Namun Sandi segera beranjak dari tempat duduknya dan dengan cepat melenggang keluar kamar.

"Gue beneran ada urusan sekarang. Nanti gue ke siji lagi kok," teriak Sandi sambil berlari meninggalkan kamar Dani.

Dani merasa ada sesuatu yang aneh dengan temannya itu.

Kenapa dia tiba-tiba pergi seperti orang ketakutan gitu?

Dani mulai curiga karena tidak percaya dengan alasan yang dilontarkan oleh Sandi tadi.

"Aneh banget tuh anak. Apa jangan-jangan..."

Dani mulai mengedarkan matanya ke seluruh sudut di kamarnya.

Namun tidak ada sesuatu yang aneh di sana.

Dani menggelengkan kepalanya dan mencoba untuk memejamkan matanya agar rasa takut itu bisa segera hilang.

***

Keesokan harinya

Di kampus sudah ramai sekali Rizal dan teman-temannya membicarakan soal kematian Yoga.

Sepertinya berita ini masih menjadi tranding topik di kelas ini. Terlebih ketika sosok Yoga sekarang sering datang menghantui orang-orang yang dikenalnya, termasuk Rizal. Salah satu teman kuliah Yoga yang paling rese di kelasnya.

"Kalian boleh percaya atau nggak deh. Tapi serius akhir-akhir ini gue sering banget dihantui sama Yoga. Dia datang ke rumah gue dengan wajah yang sangat menyeramkan. Wajahnya hancur, dan dua juga selalu mengatakan pembunuh harus mati!"

"Bisa jadi dia dendam sama lo Zal. Kita semua kan tahu kalau lo sama dia nggak pernah akur selama ini."

"Bisa jadi sih, tapi kan gue udah coba minta maaf," kata Rizal mengerutkan keningnya.

"Gimana kalau lo coba ke dukun aja Zal? Siapa tahu bisa bantu lo?" kata Bimo, salah satu teman sekelas Rizal di kampus.

"Ide bagus sih. Gue juga udah nggak tahan kalau setiap hari harus ketemu sama hantu Yoga yang menyeramkan itu."

"Eh, btw Dani nggak masuk udah semingguan. Lo nggak jenguk dia? Dia kan habis kecelakaan."

"Lo serius Bim? Kok gue nggak tahu ya?" sahut Rizal yang terkejut.

"Iya. Gue serius. Katanya sih dia ketabrak mobil di depan rumahnya sendiri. Tapi mobilnya kabur dan nggak bertanggung jawab."

"Kok bisa? Dia naik motor?" tanya Rizal penasaran.

"Gue juga nggak tahu sih pastinya. Jenguk dia yuk nanti!" kata Bimo mengangguk.

Rizal nampak terdiam sejenak. Dia merasa ragu jika dia ikut datang menjenguk Dani. Karena Dani kan tahu kalah Rizal orangnya rese dan selama ini selalu bermusuhan dengan Yoga. Meskipun yang bermusuhan itu Yoga, bukan Dani.

"Gue nggak ikut ya. Lo aja deh," kata Rizal.

"Kenapa?"

"Iya kan lo tahu sendiri kalau Dani itu nggak suka sama gue. Nanti yang ada dia malah bete lagi kalau lihat gue juga ikut ke sana."

Bimo mencoba memahami maksud Rizal.

"Oke lah. Gue sama yang lain akan ke rumah Dani nanti sepulang kuliah."

"Ya udah gue titip salam aja ya."

Bimo mengacungkan jempolnya ke arah Rizal.

avataravatar
Next chapter