2 Kematian Datang

Langit mulai gelap. Awan yang awalnya putih menjadi hitam. Hujan deras turun membasahi bumi. Pagi itu seolah menandakan firasat. Dani dan Yoga sedang dalam perjalanan menuju ke kampus. Dengan kecepatan tinggi, Dani mengendarai motor dengan asal. Yoga yang membonceng di belakang, berulang kali mengingatkan Dani agar mengurangi kecepatannya.

Sayang Dani mengabaikan perkataan Yoga dan terus melaju dengan kencang. Karena kurang hati-hati, motor Dani tergelincir. Kondisi jalan yang begitu licin, membuat motor Dani terpelanting.

Tubuh Dani menimpa motor, sedangkan tubuh Yoga terpental agak jauh. Yoga yang sadar terjatuh berusaha untuk bangun. Namun naas, saat Yoga hendak berdiri, sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi langsung menabrak Yoga, Yoga terpental ke sisi jalan. Truk yang menabrak Yoga langsung kabur saat mengetahui menabrak seseorang. Yoga langsung tewas saat itu juga.

Dani bergidik ngeri saat melihat kejadian itu. Tubuh Yoga hancur parah. Dani terus berusaha menyingkirkan motor yang menimpanya dan dengan kaki terseok-seok menghampiri Yoga yang sudah tewas.

Badannya terkapar dan dipenuhi darah segar yang terus mengalir dari sekujur tubuhnya.

"Ga, bangun!" seru Dani mengguncangkan tubuh Yoga. Muka sebelah Yoga rusak dan penuh darah.

Yoga sudah tidak bernafas lagi.

Melihat sahabatnya seperti itu, sontak Dani berteriak meminta tolong kepada orang yang mulai berdatangan ke arah sana.

Saat itu juga, orang-orang mengerumuni Dani dan Yoga. Kerumunan orang itu mengangkat tubuh Yoga di tepi jalan dan menutupi dengan sebuah terpal.

Tidak lama kemudian, ambulance tiba dan segera membawa jenazah Yoga menuju ke rumah sakit terdekat. Dani turut dalam ambulance itu. Dia merasa bersalah atas kematian Yoga. Semua ini salahnya. Andai saja dia menggubris perkataan Yoga supaya tidak mengendarai motor ugal-ugalan tadi. Semua ini tidak akan terjadi, Dani merutuki diri sendiri. Cowok berambut cepak itu bingung bagaimana mengatakannya pada orang tua Yoga. Saat di ambulance Dani segera menelepon orang tua sahabatnya itu.

"Halo Tante..." suara lirih Dani ketika Anggi menjawab panggilannya.

"Ya, Dan. Ada apa, ya?" tanya Ibu Yoga.

Dani tidak bisa membendung kesedihan, cowok itu mulai menangis.

"Tante, Yoga kecelakaan bersama saya dan dia meninggal," sahut Dani pelan sambil menahan air matanya yang sudah membanjiri wajahnya itu.

Ucapan Dani membuat Anggi tersentak kaget.

"Ya Allah. Sekarang Yoga dibawa ke rumah sakit mana, Nak?" Tangisan Anggi mulai terdengar dalam telepon. Rasa bersalah semakin menyelimuti hati Dani. Dani membayangkan betapa hancurnya Anggi karena dia harus kehilangan putra semata wayangnya itu.

"Rumah Sakit Sejahtera, Tante." jawab Dani lirih. Setelah menjawab, Dani menutup sambungan teleponnya dan kembali fokus kepada jenazah sahabatnya di dalam ambulance itu.

Sesekali Dani meremas kepalanya dan menjambak rambutnya sendiri. Ia sangat menyesali kejadian yang menimpa sahabatnya itu.

Tangisan Dani semakin tak terbendung, melihat jasad Yoga yang begitu memprihatinkan.

Sepuluh menit kemudian, ambulance telah sampai di Rumah Sakit Sejahtera. Jenazah Yoga segera dibawa ke ruang jenazah. Dani tidak bisa berbuat banyak, selain menunggu orang tua Yoga datang.

Dani mondar-mandir di depan ruang jenazah. Kejadian yang dialaminya barusan terus terbayang. Kematian Yoga terus membayangi dirinya.

"Maafin gue, Ga," ucap Dani lirih. Dani terus menyela wajahnya yang terus basah karena air mata yang tak berhenti menetes.

Tak berselang lama, orang tua Yoga datang dan langsung mengurus kepulangan jenazah Yoga.

Anggi sangat terpukul, tangisnya pecah ketika ia membuka kain putih yang menutupi wajah Yoga. Wajah Yoga hancur parah dan membuat semua orang yang melihatnya akan merinding.

"Nak, gimana semua bisa terjadi?" tanya Anggi sambil terus menangisi jasad putranya.

Dani menelan ludah, dia tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya. Dani takut dipenjara karena semua ini memang salahnya.

"Jalanan licin, Tante. Kami tergelincir. Saat Yoga mau berjalan dari tempat terpental, tiba-tiba saja ada truk melaju kencang dan langsung menabrak Yoga, Tante," jelas Dani pelan.

Ada fakta yang diceritakan dan ada fakta yang ditutupi untuk menutupi kejadian yang sebenarnya.

'Maaf, aku terpaksa bohong. Aku nggak mau dipenjara,' gumam Dani sambil menundukkan kepalanya karena ia masih sangat merasa takut karena kejadian ini.

Tiba-tiba polisi datang menemui orang tua Yoga dan Dani yang masih duduk di depan ruang jenazah itu.

"Selamat Siang. Kami dari kepolisian sudah menangkap orang yang menabrak anak Anda." Seorang polisi berusia tiga puluh tahun berucap dengan tegas.

"Kami mengucapkan terima kasih, Pak. Semoga pelaku diberikan hukuman yang setimpal," jawab Firman, Bapak Yoga.

Polisi bernama Dedi mengangguk. "Sama-sama, Pak. Saya pamit. Permisi," Polisi itu lalu melangkah pergi meninggalkan mereka.

Dani masih terpaku dengan rasa bersalahnya.

Ia tak berhenti membayangkan kejadian itu, kejadian mengerikan yang telah menghilangkan nyawa sahabatnya sendiri.

***

Seusai pemakaman, keluarga Yoga masih berada di kuburan Yoga. Anggi masih terpukul dengan kematian anak semata wayangnya itu.

Tangis itu kembali pecah. Sambil memegang nisan anaknya, perempuan paruh baya itu terus menangis.

"Udah, Bu. Kita pulang," ajak Firman menarik tubuh Anggi agar mau keluar dari pemakaman.

Awalnya Anggi menolak dan tetap ingin berada di sama untuk menemani putranya, namun suaminya terus membujuk Anggi untuk pergi dari sana.

"Biarkan Yoga istirahat dengan tenang ya. Kasihan dia kalau Ibu terus-terusan menangisinya," lanjut Firman mencoba menggandeng tangan istrinya dan membawanya kembali ke rumahnya.

Tak berselang lama, Dani datang dan menaburkan bunga ke tanah tempat Yoga dikuburkan. Dani baru sempat datang dikarenakan  mendadak kepalanya pusing dan harus beristirahat lebih dulu.

Tangis Dani kembali tak dapat dibendung. Air matanya mengalir deras membasahi tanah makam itu.

"Bro, maafin gue, ya. Semoga lo tenang di sana," ucap Dani sambil memegang nisan Yoga.

Entah kenapa, bulu kuduk Dani mendadak berdiri. Seperti ada yang mengawasi. Dia menoleh ke belakang, tetapi tidak ada siapa-siapa di sini. Hanya Dani seorang. Cowok itu mencoba fokus dan mendokan Yoga. Setelah itu, Dani berlalu meninggalkan pemakaman. Rasa merinding itu masih menghantui Dani. Tetapi dia mencoba mengabaikannya.

Dani pergi meninggalkan pemakaman itu, namun entah kenapa dia masih merasa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Ketika Dani menoleh, tidak ada satupun orang yang ada di sana. Hal itu membuat bulu kuduk Dani semakin berdiri. Ia lalu mempercepat langkahnya keluar dari sana.

Suasana yang sepi dan mencekam membuat Dani jadi semakin merasa takut.

Dani segera menyalakan motornya dan pergi meninggalkan tempat itu.

Dengan hati yang masih was-was dan gelisah, Dani kembali ke rumahnya.

Suasana hatinya masih diselimuti rasa bersalah kepada Yoga, bahkan dia merasa bahwa hidupnya kini tidak akan bisa tenang.

Bayangan kejadian nahas itu selalu menghantui nya.

Namun Dani mencoba untuk mengalihkan semua pikirannya itu dengan bernyanyi dan bermain gitar.

Dani sengaja mengeraskan suaranya untuk menghilangkan rasa takut pada dirinya.

Ketika ia sudah lelah, ia merebahkan tubuhnya ke atas ranjang dan mencoba untuk memejamkan matanya sekejap.

Namun bayangan itu kembali muncul dan membuat Dani jadi gelisah tak karuan.

Entah kenapa sekarang Dani jadi tak bisa tenang, dan terus kepikiran soal kecelakaan itu.

Bahkan bayangan wajah Yoga yang telah hancur itu ikut tersirat dalam benak pikiran Dani.

Belum lagi perasaan Dani yang dari tadi merasakan seperti ada seseorang yang terus mengikutinya dan memperhatikannya.

avataravatar
Next chapter