15 Kalung Penangkal

Di tengah perjalanan menuju ke rumah Yoga, tiba-tiba mobil Bimo mogok. Bimo mencoba menyalakan lagi mobilnya, mengecek bensin dan bagian mesinnya. Semua dalam keadaan baik, namun kenapa mobil itu tiba-tiba mati dan tidak bisa menyala lagi.

"Gimana nih Zal? Mobil gue mogok, nggak bisa nyala. Ini sama persis waktu kita dari rumah dukun itu. Mobil tiba-tiba mogok padahal baru aja gue servis."

"Perasaan gue jadi nggak enak Bim," kata Rizal sambil mengelus tengkuknya.

Bimo dan Rizal pun turun dari mobil. Karena suasana di dalam mobil semakin mencekam. Ditambah mereka terjebak di jalanan yang sepi.

Hari sudah semakin sore, tidak ada satu orang pun yang melewati jalanan ini.

Angin berhembus kencang, membuat tengkuk Rizal jadi semakin terasa dingin. Rizal mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut jalanan itu.

Dan benar saja, dia melihat sosok Yoga dengan wajah setengah hancur itu sedang berdiri di samping pohon besar.

Sosok itu memperhatikan ke arah mereka. Membuat Rizal jadi gemetar, wajahnya pucat pasi.

"Bim, kita harus pergi dari sini. Dia ada di sini ngikutin kita," kata Rizal terbata-bata.

"Maksud lo apa? Yoga? Dia di sini?".

"Ssstt! Udah, cepat masuk mobil. Coba nyalakan lagi mobilnya. Ayo cepat!" kata Rizal dengan terburu-buru.

Bimo pun menuruti apa kata Rizal, meskipun dia tidak melihat sosok Yoga yang dimaksud oleh Rizal.

Beruntung, mobil Bimo kini telah menyala. Mereka kembali melanjutkan perjalanan.

"Bim, ini kan udah sore. Gimana kalau kita besok pagi aja ke rumah orang tua Yoga? Hari ini kita ke dukun itu lagi, gimana? Kebetulan jalannya juga searah kan?" kata Rizal menoleh ke arah Bimo.

Rizal masih penasaran dengan maksud sang dukun.

"Ya udah deh, kita ke dukun itu lagi. Semoga kali ini dia mah kasih kita penangkal ya, atau apa kek supaya kita nggak dihantui Yoga lagi," ucap Bimo membelokkan mobilnya ke arah jalan menuju ke rumah dukun itu.

Sesampainya di rumah Ki Romo, mereka langsung masuk menemui Ki Romo yang sedang duduk di depan lilin yang menyala.

"Ki, kenapa saya masih selalu dihantui oleh arwah teman saya itu ya? Padahal saya nggak ada salah apa-apa sama dia," kata Rizal melirik ke arah Bimo.

Bimo selalu ketakutan jika sedang berada di ruangan dukun itu. Dia memilih diam dan hanya Rizal yang berani berbicara dengan pria berjanggut panjang itu.

Dukun berusia tujuh puluh tahun itu mengangguk seakan sudah mengetahui apa maksud dan tujuan mereka datang ke sini lagi.

Ki Romo memejamkan matanya dan mulutnya komat kamit membacakan mantra.

"Hmm," gumamnya sambil terus mengangguk angguk.

"Kenapa Ki?"

Ki Romo memegangi jenggot panjangnya dan mengangguk lagi.

"Teman kamu itu dendam dengan seseorang. Dia belum merasa tenang kalau dendamnya itu belum terbalaskan," kata Ki Romo sedikit melotot dan membuat Bimo jadi semakin ketakutan.

"Apa dia dendam dengan saya Ki?" tanya Rizal kembali melirik ke arah Bimo.

Ki Romo kembali mengangguk. Lalu dia memberikan sebuah kalung kepada Rizal.

"Kalung apa ini Ki?" tanya Rizal kebingungan setelah menerima kalung itu.

"Penangkal setan. Kamu pakai kalung itu agar dia tidak datang menghantui kamu lagi," ucap Ki Romo sambil mematikan lilin di depannya itu.

Ki Romo merasakan ada hawa lain di rumahnya itu. Dan benar saja, dia melihat ada arwah gentayangan di sana. Dia melihat sosok menyeramkan sedang berdiri di belakang Rizal.

"Dia ada di belakangmu sekarang," ucap Ki Romo sontak membuat Bimo kaget bukan main. Tangannya gemetar dan wajahnya sudah pucat pasi.

Begitu pula dengan Rizal, dia juga sangat ketakutan dan tidak berani untuk menoleh ke belakang.

Namun dengan perlahan, Rizal mulai menoleh ke arah belakang.

Leher Rizal seakan tercekat ketika melihat arwah Yoga ada di belakangnya sambil menatap tajam ke arahnya. Semakin hari arwah Yoga semakin menyeramkan. Wajahnya kian hari kian hancur, membuat siapa saja yang melihatnya pasti ingin muntah.

Rizal segera membalikkan kepalanya ke posisi semula.

"Jadi apa yang harus saya lakukan Ki?"

"Pakai kalung itu! Dan saya akan mencoba mengusirnya dari sini." Ki Romo memejamkan kembali matanya dengan mulut yang masih komat kamit membaca mantra.

Suasana di rumah dukun itu semakin mencekam ketika Ki Romo terlihat sedang perang kekuatan dengan arwah Yoga.

Arwah Yoga terlihat sangat marah, sampai semua barang yang ada di rumah dukun itu berterbangan ke sana kemari.

Akhirnya Ki Romo kalah dengan kekuatan yang dimiliki oleh arwah Yoga.

Ki Romo menekan dadanya yang sakit. Nafasnya terengah-engah.

"Saya tidak kuat. Energinya terlalu besar seperti dendamnya yang sangat besar itu. Saya tidak sanggup lagi melawan nya."

Rizal dan Bimo menelan ludahnya. Mereka semakin ketakutan. Dengan cepat Rizal segera memakai kalung yang diberikan oleh Ki Romo tadi.

Tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan di tempat ini.

"Kalau begitu kami permisi ya Ki," ucap Rizal beranjak dari duduknya.

"Kamu harus tetap hati-hati Nak," kata Ki Romo masih menekan dadanya yang sakit.

Rizal dan Bimo pun kembali menuju ke rumah masing-masing. Sebelum hari semakin gelap dan suasana jadi semakin mencekam.

Rizal tak habis pikir, dukun yang terkenal paling sakit di desa itu pun bisa kalah dan tidak sanggup melawan arwah Yoga. Namun Rizal harus tetap mencari cara agar dia dan teman lainnya bisa terbebas dari gangguan arwah Yoga yang gentayangan.

Di dalam kamar Rizal melihat ke arah jam dinding. Jam sudah menunjukan pukul 11 malam.

Kata orang jaman dulu, di atas jam 10 malam hantu hantu sudah mulai bergentayangan dan Rizal mempercayai hal itu.

"Heh, Yoga! Keluar lo!" kata Rizal sambil mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kamarnya.

"Kalau berani hadapi gue!" kata Rizal kembali menantang.

Seketika kamar itu jadi semakin mencekam dan menakutkan. Angin berhembus sangat kencang. Jendela dan pintu terbuka sendiri, padahal posisinya tadi sudah terkunci.

Semua barang di dalam kamar itu mulai berterbangan.

"Heh keluar lo!" teriak Rizal masih menantangnya.

Tidak lama sosok Yoga terlihat sedang duduk di atas lemari baju milik Rizal.

"Harus mati!" kata Yoga sambil menatap Rizal dengan sengit.

"Siapa yang harus mati maksud lo?" tanya Rizal dengan dada yang naik turun. Jantung nya berdegup kencang, Rizal yang sebenarnya takut setengah mati itu mencoba menyembunyikan rasa takutnya dalam menghadapi Yoga kali ini.

"Dia! Dia harus mati!" katanya lagi sambil melotot ke arah Rizal.

"Siapa yang lo maksud Dia?"

Belum menjawab pertanyaan dari Rizal, arwah Yoga tiba-tiba menghilang begitu saja.

"Sialan!" umpat Rizal dengan kesal. Kata-kata Yoga tadi membuat Rizal jadi semakin penasaran. Siapa orang yang dimaksud oleh Yoga?

avataravatar
Next chapter