1 Firasat

Yoga dan Dani merupakan sahabat dari kecil. Mereka selalu bersama-sama sejak mulai dari SD sampai kuliah pun tetap bersama.

Esok itu seperti biasa, mereka sedang duduk di depan kelas sembari menunggu dosen masuk.

   "Udah jam segini, dosen belum masuk aja," gerutu Yoga merasa kesal sambil melirik ke arah jam yang menempel di tangannya.

"Dosen bebas, Bosku," balas Dani terkekeh.

Pandangan mereka tiba-tiba teralihkan saat melihat musuh mereka Rizal.  Ya, sudah sejak awal kuliah, Yoga dan Dani selalu  memusuhi  Rizal sebab Rizal selalu mencari gara-gara duluan. Waktu itu, Rizal sengaja melontarkan kata pedas pada Yoga dan Dani. Semenjak itu mereka bermusuhan sampai detik ini. Yoga langsung menghadang Rizal. "Musuh kita datang," ucapnya dengan tatapan sinis.

"Lo mau ngajak berantem, hah?" Rizal menaikkan satu alisnya, dan bersiap memukul dengan tangan mengepal.

"Ayo kalau lo berani." Yoga maju dan menarik kerah Rizal. Tapi, dosen tiba-tiba datang dan melerai keduanya.

"Kalian ini mau kuliah atau mau jadi berandalan?" Dosen bernama Frida menegur Yoga dan Rizal yang sedang baku hantam. "Udah masuk kelas!" Frida melangkah masuk kelas.

Keduanya terdiam dan melangkah ke kelas. Sebelum melangkah ke kelas, Rizal berkata. "Urusan kita belum selesai!"

Dengan tatapan tajam, Yoga menyunggingkan bibir. Cowok itu masih ingin menghajar Rizal sepulang kuliah nanti.

"Gue pengin hajar si Rizal!" seru Yoga di tengah-tengah dosen menerangkan.

"Udah, biarin aja, Ga," jawab Dani yang masih serius memperhatikan dosen di depan.

"Itu anak kalau didiemin makin menjadi-jadi, Dan!" cetus Yoga semakin merasa kesal.

"Sampai kapan lo musuhan sama dia? Oke, gue dulu juga musuhin dia, tapi gue pikir itu nggak ada gunanya. Ingat, kita di sini buat cari ilmu, bukan buat berkelahi!" Dani mencoba menasihati. Dani hanya tak mau Yoga selalu memendam dendam pada siapa saja. Dendam tak akan pernah menyelesaikan masalah.

"Itu mau gue." ujar Yoga tetap kekeh.

"Terserah lo, sih," jawab Dani cuek dan memilih untuk tetap memperhatikan dosen di depan yang sedang menerangkan.

Seusai kuliah, semua mahasiswa di kelas itu berhamburan keluar untuk pulang ke rumah masing-masing.

"Malam ini kita jadi kan ke pesta ulang tahun Sandi?" tanya Yoga sambil berjalan keluar kelas dan merangkul bahu Dani.

Mereka memang selalu begitu, sampai tak sedikit orang yang mengira mereka itu adalah gay. Saking dekat dan akrabnya mereka berdua. Kemana aja mereka pergi selalu berdua.

"Jadi dong," sahut Dani dengan gembira.

Yoga dan Dani akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing.

***

Malam harinya

Dani dan Yoga mendatangi pesta ulang tahun teman SMA-nya. Keduanya kembali bertemu dengan teman masa SMA. Dani dan Yoga senang bukan main.

   "Lo sekarang kerja apa?" tanya salah satu teman Yoga dan Dani.

"Gue kuliah, udah semester 6," jawab Dani.

"Wah, anak kuliahan. Masa depan terjamin dong." Teman Dani dan Yoga itu bernama Sandi. Sandi merupakan teman akrab Dani dan Yoga sejak jaman SMA. Walaupun sekarang mereka jarang bertemu, mereka tetap akrab.

"Masa depan orang nggak ada yang tahu." kini Yoga yang berbicara.

"Bisa aja lo, Bro." Sandi merangkul erat bahu Yoga.

Tanpa terasa, acara selesai. Dani dan Yoga langsung melesat pulang. Di tengah perjalanan, Yoga berucap,"Dan, kita udah temenan lama, nih. Kalau semisal gue mati duluan, lo mau nggak ngikut sama gue?"

Dani kaget saat Yoga berkata seperti itu. Cowok itu tidak mengerti kenapa tiba-tiba Yoga berkata ngelantur.

"Lo apaan bilang gitu, Ga?" Dani tetap fokus dengan mengendarai motornya.

"Bukan apa-apa, sih."

Keduanya saling diam sambil menikmati perjalanan pulang ke rumah mereka.

Tidak terasa mereka sudah sampai depan rumah Yoga. Dani masih memikirkan perkataan Yoga tadi.

"Lo jangan bilang kayak tadi lagi, ya, Ga?" kata Dani sambil melepas helm.

"Takdir kematian orang nggak ada yang tahu," kata Yoga.

"Tapi, kalau gue mati duluan, gue bakal ngajak lo mati juga. Biar kita sama-sama, Dan." lanjut Yoga kembali ngelantur.

Perkataan Yoga semakin membuat Dani bergidik ngeri, kemudian Dani hanya mengangguk. "Kalau lo mati, gue juga mati." ucap Dani dengan begitu yakin.

Yoga melingkarkan jari kelingkingnya ke jari kelingking jari Dani. "Janji  sehidup semati!"

Dani mengangguk. "Janji, sehidup semati!" ulang Dani mengikuti perkataan Yoga.

Mereka pun saling berpelukan di depan rumah Yoga.

Dani telah sampai mengantar sahabatnya itu pulang sampai ke rumah dengan selamat.

Dengan raut wajah yang sumringah Yoga memasuki rumahnya.

Yoga merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Entah kenapa badannya tiba-tiba merasa gerah. Padahal AC di dalam kamarnya sudah menyala. Lalu Yoga menambah kekencangan AC menjadi full. Namun Yoga masih tetap kepanasan. Berulang kali ia mengibaskan kipas memakai tangannya namun angin yang keluar seakan tak terasa di tubuh Yoga. Yoga lalu mencoba menyalakan kipas angin dan mendekatkan arah kipas itu ke badannya. Namun keringat Yoga masih terus bercucuran.

Pikiran yoga seakan tidak dapat lagi fokus, tatapan Yoga juga nampak kosong seperti tak terarah.

"Yoga..." sapa Anggi, ibu kandung Yoga yang datang ke kamar Yoga dan mengetuk pintu kamarnya.

"Iya Bu, masuk aja!" sahut Yoga sambil mengibarkan kipas tangannya itu.

"Astaga Yoga... Ini kenapa kamar kamu dingin banget. AC full begini, kipas angin menyala, terus kamu masih makai kipas tangan?" tanya Anggi melihat ke arah Yoga dengan tatapan heran.

"Nggak tahu Bu, kenapa rasanya panas banget ya Bu. Lihat deh badan aku masin keringatan begini. Padahal sudah semua nyala," sahut Yoga yang masih gelisah karena kepanasan.

Anggi mencoba mendekati putranya, dan memegang tubuh Yoga yang memang sudah bercucuran keringat di sana.

Padahal Anggi merasa dingin hingga menggigil.

'Yoga kenapa ya? Kok aneh banget, ruangan sedingin ini dia masih kepanasan?' gumam Anggi masih menatapnya dengan heran.

"Ya udah kamu tidur aja," ujar Anggi kembali keluar dari kamar Yoga dan membiarkan putranya itu untuk beristirahat.

Semakin malam, semakin gelisah tak menentu perasaan Yoga. Ia semakin kepanasan sampai tak bisa tertidur.

Berulang kali ia mencoba untuk memejamkan matanya namun Yoga tetap tidak bisa tidur karena merasa gerah.

Lalu Yoga mencoba untuk keluar dari kamarnya dan melangkah menuju ke ruang depan. Ia duduk di teras rumah, udara malam itu sangat dingin. Ditambah dengan hujan deras yang mengguyur wilayah itu.

Namun Yoga sama sekali tak dapat merasakan dingin, yang ada justru semakin kepanasan.

Sambil terus mengibaskan kipas tangannya, Tiba-tiba ia dikejutkan dengan adanya cicak yang jatuh di atas kepala Yoga.

Kata orang jaman dulu, kalau kita kejatuhan cicak di atas kepala kita itu tandanya kita akan kena sial nanti.

Saat itu juga Yoga menangkap cicak itu dan membantingnya sampai mati.

Karena merasa bulu kuduk nya berdiri, Yoga akhirnya masuk dan kembali ke dalam kamarnya.

Yoga semakin merasa takut ia lalu memaksakan diri agar bisa tertidur cepat.

Ia menutupi wajahnya dengan selimut, namun karena semakin kepanasan ia mencoba menutupinya lagi dengan bantal, tapi itu malah membuat Yoga jadi semakin ketakutan karena di al bawah sadarnya situasinya jadi berubah menjadi gelap gulita.

Lalu ia memiringkan badannya dan akhirnya Yoga bisa tertidur dalam keadaan mata yang tertutup dengan guling.

avataravatar
Next chapter