webnovel

Bab 32

Daiki mencoba kembali berbaur dengan semua tamu. Aroma tembakau dan minuman keras tercium di mana-mana. Asap rokok memenuhi ruangan serta gelak tawa genit dari para wanita pendamping mafia bercampur dengan ucapan-ucapan tak senonoh yang dilontarkan. Diam-diam Daiki merekam kode CCTV dan mengirimkamnya pada Hideo.

Di antara ramainya orang-orang yang hilir mudik, Daiki melihat seorang pria tampan duduk di sebuah sofa besar yang dikelilingi para mafia lainnya. Daiki mengenal pria itu sebagai pria bernama Junichi Kimura yang menghampiri Ruri di pusat perbelanjaan Koto. Duduk di kursi di sebelah Junichi adalah Sayuri yang cantik dengan gaun kreamnya yang indah. Wajah cantiknya terlihat kaku dan dingin sangat jauh berbeda dengan wajahnya tadi siang.

Daiki melihat Mamoru mendekati Junichi dan berbisik di telinga sang mafia. Terlihat Junichi menatap ke sekeliling dan bergerak dari duduknya.

Saat sang mafia bergerak, semua mafia yang berada di ruangan itu seperti dikomando, bergerak mengikuti Junichi dan Mamoru ke luar dari ruangan.

Daiki menyelip di antara rombongan itu yang bergerak ke arah lift bawah tanah. suara Hideo terdengar di speaker.

"Daiki, ada sebuah celah di dalam ruang pertemuan nanti. kau bisa bersembunyi di atas plafon. Di ujung lorong lift terdapat pintu rahasia yang bisa langsung terhubung ke ruangan pertemuan itu."

Daiki tidak menyelinap di antara mafia itu memasuki lift. Dia langsung berjalan cepat menuju belokan lorong. Ketika Mamoru hampir memasuki lift, alat speaker di telinganya berbunyi.

Mamoru menunda langkahnya memasuki lift. "Ada apa?"

"Senpai.. kami menemukan Kei-san pingsan di semak-semak hanya dengan memakai boxer dan kaos dalam. ada penyusup dengan menggunakan pakaiannya serta semua perlengkapannya!"

Mamoru segera menatap Junichi yang tengah menatapnya sebelum menutup pintu lift. Dia membungkuk sedikit memberi isyarat pada Junichi. Dengan anggukan kecil Junichi memberikan ijin Mamoru untuk pergi. Tanpa memberitahu apapun, Junichi tahu bahwa ada yang terjadi di luar pengetahuannya di luar sana. Dia memerintahkan Koji menekan tombol lift yang akan membawanya ke ruang bawah tanah di mana telah menanti Soji Hasegwa bersama Ichiro Nakano serta Saburo Nakajima.

Sementara itu Sayuri melihat kehadiran Daiki di antara para tamu meskipun pria itu sudah cukup baik dalam hal penyamaran. Dia berdebar tegang ketika melihat pria itu bergerak dengan tenang di antara para tamu. Sayuri sempat melirik Mamoru yang belum menyadari kehadiran Daiki dan dia bernapas lega hingga Junichi dan Mamoru bergerak menuju ruang pertemuan, Daiki masih belum disadari berada di antara mereka.

Sayuri menyelinap pergi dari ruang tamu yang dipenuhi oleh para pelacur mafia. Dia bukan salah satu dari mereka dan memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Namun langkahnya berhenti ketika melihat beberapa pria berpakaian hitam berlarian menuju luar rumah. Terlihat dari kejauhan Mamoru berlari di antara pria-pria tadi. Wajah pria itu terlihat keras dengan sinar mata marah melewatinya. Sempat didengarnya Mamoru memaki seseorang melalui speaker kecil yang melingkari daun telinganya.

"Brengsek! Apa yang kalian lakukan selama menjaga hah! Cari penyusup sialan itu! Periksa semua CCTV di bagian luar dan halaman."

Sayuri segera bersembunyi di balik pintu penghubung antara teras dan halaman tampak sibuk. Dia menutup mulutnya dan menduga bahwa penyusupan Daiki telah diketahui pihak Junichi. Sayuri berusaha mencari akal namun dia benar-benar tidak menemukan cara untuk memberitahu Daiki.

****

Mamoru mendorong tubuh pria yang telah dirampas pakaiannya oleh Daiki ke tembok di depan semak-semak di mana dia ditemukan pingsan oleh teman-temannya. Dengan geram Mamoru memukul wajah itu dengan kepalan tangannya. Sudut bibir pria itu tampak mengeluarkan darah menetes.

Mamoru mencengkram leher pria yang sudah terlihat pucat dan katakutan atas kemarahan Mamoru.

"Maafkan aku Senpai... Aku...aku terpaksa membuang air kecil..."

"Aku tidak meminta penjelasan konyolmu itu!! Yang jelas aku akan membawamu ke depan Junichi-sama. Kau sudah membiarkan seorang penyusup memasuki pertemuan rahasia kita!" Mamoru semakin kencang menekan leher pria di depannya.

Seorang pria berambut hitam segera mendekati Mamoru. "Si penyusup ditemukan, sinyal dari kacamata digital itu berada di dalam rumah. Tepatnya dia berada di ruang pertemuan yang diadakan Junichi-sama."

****

Daiki mendapatkan tempat sembunyi yang sangat tepat berada di atas meja para mafia di bawah sana. Kali ini dia melihat pertemuan para penjahat besar dari berbagai negara yang melakukan perdagangan illegal. Daiki merekam pertemuan itu melalui kacamata digital yang dikenakannya dan mengirimnya kepada Hideo.

Suara-suara saling berdebat masalah pembagian jalur menjadi pokok masalah di antara mafia itu sementara Daiki melihat Junichi menonton semua itu dengan tenang dan duduk bersandar sebagai seorang pemimpin.

Salah seorang mafia beraksen Amerika Tengah tampak tidak puas dengan perdagangan narkoba yang dibagi oleh Junichi melalui pesawat yang akan terbang besok malam.

"Jika aku tidak mendapatkan kekuasaan semua barang itu di dalam pesawat, aku akan melakukan pembajakan!" protes si pria.

Junichi menurunkan tungkainya yang panjang dari lututnya dan menjawab pria itu dengan datar. "Aku bilang kau harus menaiki pesawat yang sudah kusiapkan untuk berbaur di antara penumpang! Tidak kuijinkan kau berbicara karena semua pembagian barang itu sudah diatur oleh Kepala Ichiro Nakano!"

Daiki nyaris menghantukkan kepalanya pada plafon tempat dia bersembunyi. Dia maju lebih mendekati pemandangan di bawahnya dan dia termangu tidak percaya akan penglihatannya bahwa pria yang duduk sekitar dua orang dari Junichi, duduk Ichiro Nakano dengan setelan cokelatnya. Di sebelahnya duduk pula kepala polisi Soji Hasegawa dan si tua Saburo Nakajima.

"Kau tinggal naik saja ke pesawat. Subuh nanti akan ada anak buahku menyusup ke Narita."

Daiki merasa perutnya mual melihat kelicikan wajah atasannya yang selama ini dikaguminya. Mendengar perkataan Ichiro yang dibenarkan oleh Junichi membuat para mafia yang berasal dari luar negara itu membungkam mulut mereka. Segala transaksi dan perencanaan kelompok mafia itu begitu rapi.

Kalimat dari Junichi membuat Daiki mengepalkan tinjunya. Junichi tampak memandang Ichiro dan Soji.

"Bagaimana masalah penipu kecil yang berada di sel kalian? Kudengar dia membocorkan penangkapan palsunya kepada salah satu detektifmu." Tatapan tajam Junichi menghujam Soji.

"Anjing Labrador sudah menjawab pertanyaanmu. Pria muda itu sudah merasakan akibatnya karena membuka mulut lancangnya."

"Dia mati?"

"Tidak. Tapi dia tidak akan bisa berbicara lagi. Lidahnya sudah berada di perut anjing itu." Kini Ichiro mengambil alih menjawab

Semua yang ada di ruangan itu tanpa sadar bergidik mendengar jawaban Ichiro bahkan rasa mual Daiki naik ke tenggorokannya. Tapi dia menunda rasa ingin muntahnya ketika kembali didengarnya suara Ichiro.

"Bagaimana dengan gelang rahasia itu?"

Sebuah senyum licik bermain di sudut bibir Junichi. "Aku akan membuat dia menyerahkan gelang itu secara suka rela dan jika dia tidak mau kita bersikap manis, pilihannya ada dua. Bunuh atau sakiti orang terdekatnya."

Sampai di situ rasa marah Daiki mulai berkobar. Dia meraba gagang pistol miliknya yang berada di balik belakang celananya. Namun kejadiannya terlalu cepat. Dia melihat seorang pria muda berambut hitam mendekati meja Junichi dan meraih pistol yang disodorkan Junichi. Pria muda itu mengangkat wajahnya dan Daiki sempat bertatapan mata denganya sebelum dengan tepat tangan pria itu terangkat dan mengacungkan ujung pistol ke arah tempat persembunyiannya.

Selang beberapa detik saja jika Daiki tidak segera berguling mungkin tembakan itu akan tepat mengenai dahinya. Daiki seolah dapat mendengar desing peluru lewat di sampingnya. Suara Hideo melengking di gendang telinganya.

"Daiki! Segera keluar dari sana! Kita sudah ketahuan dan lepaskan kacamata digital itu. Kau terdeteksi karena kode yang ada di kacamata itu."

Daiki tidak bisa menjawab kalimat Hideo. Suara desing peluru bertalu talu mengejar tubuhnya yang mencari jalan keluar dari plafon itu. Daiki menendang plafon bawah dan langsung meluncur ke bawah tepat di lorong bawah tanah itu. Dia melempar kacamata itu ke lantai dan berlari.

Namun kembali dia kejar oleh peluru dari rombongan yang dipencar oleh Mamoru. Dengan gemas Daiki menembakkan pelurunya pada pengejarnya. Sebuah pelurunya mengenai bahu salah satu pria berpakaian hitam itu.

Dengan kecepatan larinya, Daiki menekan pintu lift dan tanpa pikir panjang lagi langsung melompat masuk. Dia disambut oleh sebuah pukulan yang dilayangkan Mamoru yang memang berada di lift itu untuk memburu Daiki.

Daiki mengelak dan menangkis pukulan kedua. Pintu lift sudah tertutup dan membawa keduanya naik ke lantai atas.

Dalam sekejab keduanya langsung saling beradu tinju dan tendangan di dalam lift yang sumpit itu. Mamoru sudah tidak lagi menyembunyikan wajahnya dan tinjunya berhasil mengenai wajah Daiki. Namun dia juga harus merasakan sakitnya ulu hatinya terkena tendangan Daiki yang panjang. Punggung Mamoru terhempas pada dinding lift.

Namun dengan ganas Mamoru kembali menyerang Daiki dengan sebuah pisau lipat yang dikeluarkannya dari balik rompinya. Daiki dengan gesit berhasil mengelak dari sabetan pisau bahkan sekali lagi ujung sepatunya mengenai pinggang Mamoru. Tapi Mamoru bukan lawan mudah. Gerakannya sama gesitnya seperti Daiki dan permainan pisaunya luar biasa cepat menyerang leher dan perut Daiki. Daiki cukup kewalahan menghadapi serangan Mamoru yang teratur namun ganas.

TING!!

Suara pintu lift terbuka membuat perhatian Daiki terpecah. Dalam pikirannya dia harus segera melompat keluar dari lift itu sehingga dia lengah akan gerakan tangan Mamoru. Daiki melihat kilatan kilau mata pisau mendekati wajahnya dan dia berhasil mundur mengelak namun di detik berikutnya dia merasakan perih yang sangat luar biasa menyerangnya bersamaan dengan mengalirnya darah segar dari bagian tubuhnya yang tertusuk. Di detik berikutnya dia masih mampu untuk melayangkan tendangan keras pada dada Mamoru sehingga pria itu terlontar menghantam dinding lift.

Next chapter