webnovel

Bab 24

Daiki sama sekali tidak bisa fokus saat melaporkan hasil dari apartemen Peter pada Ichiro bersama Hideo. Kalimat Ruri yang mengatakan arti nama Mamoru menghentak benaknya ingin segera menyelidiki pria tersebut.

Namun demikian Daiki masih bisa menilai reaksi Ichiro ketika Hideo melaporkan bahwa sindikat Lucifer itu terhubung juga pada seseorang di Kepolisian. Raut kaget dan gelisah Ichiro meskipun hanya sekejab namun sempat tertangkap oleh Daiki.

"Sudah bisa dipastikan bahwa pembunuhan Peter McKenzie dan Akemi Kondoo berhubungan. Pemilik dari Bank Asing Pusat yang berada di London adalah milik Kenji Fujita. Dan berdasarkan data yang didapat daiki dari Detektif tua Watanabe, bahwa Kenji merampok seluruh harta yang ada di dalam brankas Kimura di rumahnya di Azabu. Area di mana komputer Peter..." kalimat Hideo terhenti oleh sebuah tendangan keras pada tulang keringnya di bawah meja. HIdeo mendelik pada Daiki yang melakukan hal itu.

Ichiro mengerutkan kening dengan bingung ketika laporan Hideo terhenti tiba-tiba. "Ada apa dengan komputer Peter?"

"Kami bermaksud menemukan si Guardian karena semua data Bank Asing telah terhapus. Ditambah lagi aku sudah mencurigai seseorang yang mendekati sosok si pengantar pizza yang membunuh Jiro Miura. Jika anda mengijinkan, kami akan segera keluar ruangan dan menyelidiki sebuah data kependudukan seseorang." Dengan segera bangkit berdiri dan menghormat, Daiki menarik bahu Hideo agar cepat angkat kaki dari ruangan Ichiro.

"Kenapa kau menghentikan laporanku itu!" protes Hideo panjang pendek ketika mereka menuju bagian Cyber Crime.

"Aku khawatir kau akan kelepasan bicara tentang komputer Peter yang terhubung pada sebuah tempat di Azabu. Besok malam kita akan menyusup ke sana dan aku tidak mau Kepala Ichiro mengetahui bahwa kita tahu di mana letak rumah Shinobu Kimura."

Hideo menghentikan langkahnya dan menatap Daiki. "Apa lagi yang ada di otak sialanmu itu?"

Daiki menerawang menatap panjangnya lorong kantor kepolisian itu. Di tempat yang menegakkan keadilan ini ada seseorang yang berkomplot dengan sebuah sindikat berbahaya. Alis Daiki saling menyatu dan menoleh Hideo.

"Ekspresi itu! Aku penasaran dengan ekspresi itu..."gumam Daiki.

Hideo semakin penasaran. "Ekspresi? Ekspresi apa?"

Daiki menatap Hideo dengan tajam. "Kau polisi paling tidak bisa memandang air wajah seseorang. Maksudku ekspresi Kepala Nakano sewaktu kau melapor kepolisian ini terhubung dengan Lucifer." Daiki berhenti sejenak kemudian melanjutkan dengan suara rendah. "Ekspresi itu begitu aneh!"

****

R.U.R.I Lamp Shop. Pukul 9.15 a.m.

Ruri menatap arlojinya dan memastikan bahwa pukul 9.15 adalah waktu yang tepat untuk menuju Sarutahiko Coffee 1-6-6 Ebisu yang tidak terlalu jauh dari toko lampunya. Dia meraih tasnya dan keluar dari ruangannya bertepatan dengan keluarnya Mamoru dari ruangan sebelah.

"Anda akan bepergian, Ruri-sama?" tanya Mamoru. Di tangannya tampak beberapa lembar yang direncanakannya akan dimintai tanda tangan Ruri.

"Aku ada janji bertemu seseorang di luar. Aku titip toko dan dua orang karyawan di bawah." Ruri siap menuju tangga saat suara Mamoru menghentikannya.

"Kuharap anda menandatangi kontrak kerja sama dengan perusahaan interior di London. Saya sudah membuat surat balasan yang akan kukirim secepatnya hari ini juga."

Ruri membalikkan tubuhnya dan meminta lembaran tersebut dari tangan Mamoru. Dia kembali berjalan ke ruangannya dan mencoretkan tanda tangannya.

Karena dia orang yang rapi dan teliti, Ruri menatap nama pemilik perusahaan tersebut. Junichi Kimura? Dia mengangkat matanya menatap Mamoru.

"Pemiliknya orang Jepang? Dan sepertinya nama ini pernah kudengar..." di antara kerapian dan ketelitiannya, Ruri juga mempunyai kebiasaan yang kontras yaitu dia termasuk orang yang pelupa untuk hal-hal sepele terutama dengan nama seseorang.

Mamoru segera menarik lembaran tersebut sebelum Ruri menjadi curiga. Dengan senyum manis, Mamoru berkata. "Anda boleh berjalan-jalan sesuka hati anda. Toko aman bersamaku."

Ruri meraih tasnya dan segera berlalu dari hadapan Mamoru. Pria itu menatap lembaran di tangannya dan berjalan ke ruangannya. Disimpannya ke dalam map dan dia berjalan turun ke bawah.

Di pertengahan tangga, Mamoru berhenti dan memaku tatapannya pada sosok pria yang berjalan santai menatap beberapa design lampu tanpa dilayani oleh Rui atau karyawan pria yang ada hari itu.

Pria itu terlihat berpakaian kasual tanpa jaket kulit seperti biasanya. Ciri khas rambut cokelat berantakannya sudah dikenali Mamoru dari semua data yang didapatnya dari berbagai sumber.

Daiki mengangkat matanya dari sebuah lampu taman yang berbentuk lonjong dan langsung tertuju pada Mamoru yang berdiri di tengah tangga.

Daiki memutar tubuhnya dan menatap tajam pria muda yang melangkah pelan menuruni tangga dengan senyum miringnya.

Mamoru berdiri tepat di depan Daiki dan membalas senyum tipis pria itu. Dia membungkuk sopan dan menyapa Daiki.

"Detektif Watanabe? Ruri-sama sedang berada di luar.."

"Aku kemari ingin bertemu denganmu. Bukan bertemu Ruri."

****

Sarutahiko Coffee, 1-6-6 Ebisu, Shibuya

Ruri mendorong pintu kaca Sarutahiko Coffee dan langsung disambut oleh suasana nyaman dari kedai kopi tersebut. Sarutahiko Coffee dikelilingi oleh jendela memanjang yang langsung menghadap jalanan. Kedai kopi independen ini sangatlah populer karena pendirinya sangat mengutamakan kualitas. Tersedia dalam berbagai macam varian dan diseduh dengan metode hand drip, kopi yang disajikan di sini selalu memuaskan semua pelanggannya yang merupakan campuran orang Jepang dan luar negeri.

Ruri menatap berkeliling di mana jam pagi seperti itu kedai kopi terlihat lenggang. Dia melihat hanya beberapa remaja antri untuk membeli segelas kopi panas dan satu orang wanita yang duduk di meja paling sudut membelakanginya.

Ruri menuju meja reservasi dan bertanya halus pada seorang wanita muda yang duduk. "Saya ada janji temu dengan wanita bernama Sayuri Fukuda. Di meja berapa saya bisa menunggunya?"

Wanita itu tersenyum seraya membaca buku reservasi dan keluar dari mejanya. "Nama anda?"

"Ruri."

"Mari ikuti saya. Nona Fukuda sudah menunggu anda."

Ruri mengikuti wanita itu menuju meja paling sudut yang diduduki oleh seorang wanita berambut panjang yang membelakanginya. Wanita itu menegur dan berkata pelan. "Nona Ruri sudah datang"

Wanita berambut panjang itu menoleh dan segera berdiri menatap Ruri. Sepasang mata bertemu berikut senyum keduanya tersungging. Ruri segera duduk di depan Sayuri dan menyapa ramah. "Nona Sayuri Fukuda?"

Sayuri balas berkata ramah. "Nona Ruri".

Dan percakapan keduanya segera mengalir begitu saja. Mereka berbicara yang sangat umum dan akhirnya rasa penasaran Ruri sudah mencapai puncaknya. "Apakah anda ingin memesan lampu?"

Mendengar pertanyaan Ruri, raut wajah Sayuri berubah menjadi lebih serius. Tampak wanita itu memajukan tubuhnya dan berkata rendah. "Siapakan nama margamu, Nona?"

Ruri duduk lebih tegak dan menatap Sayuri dengan tajam. Dia mengepalkan tinjunya di bawah meja dan berkata dingin. "Apa maksudmu?"

Sayuri menyatukan kedua tangannya. "Aku tahu semuanya tentangmu, Nona Ruri Fujita. Aku hanya ingin memperingatkanmu bahwa kau sedang dalam bahaya.."

Ruri tiba-tiba bangkit berdiri dan menyambar tasnya. Dia berkata ketus. "Terima kasih. Aku akan segera pergi..."

Sayuri memegang lengan Ruri dan menatap wajah Ruri dengan pias. "Duduklah dulu. Harus mendengarkanku dan mempercayaiku. Aku sudah berlaku nekad dengan menghhubungimu dan bertemu denganmu hari ini. Aku mempertaruhkan hidupku melakukan semua ini"

Ruri menatap wajah Sayuri tanpa berkedip. Rasa penasaran mulai menggelitik hatinya dan akhirnya dia kembali duduk sambil melipat tangan di meja. "Ceritalah!"

Sayuri segera bekata cepat. "Aku tahu tentang dirimu dan ayahmu, Kenji Fujita. Apa yang terjadi 19 tahun lalu silam. Aku di sini ingin memberitahumu bahwa hidupmu sedang dalam bahaya. Ada seorang pria yang sedang menunggumu lengah karena selama belasan tahun ini dia hidup hanya untuk mendapatkanmu dan terutama ayahmu.Dia membencimu dan ayahmu hingga ke sum-sum tulangnya."

Mendengar penjelasan Sayuri, seketika membuat bulu kuduk Ruri berdiri. "Apa maksudmu?"

Sayuri mengeluarkan sebuah flashdisk dari dalam tasnya dan mengangsurkannya pada Ruri. "Isi flashdisk ini akan menjelaskan segalanya. Aku hanya tidak ingin dia membunuh siapa pun." Ada nada getir di dalam suara Sayuri.

Ruri meraih flashdisk itu dan menatap Sayuri. "Mengapa kau melakukan ini?"

Sayuri menatap Ruri dan mulutnya berucap pelan. "Aku tidak mau lagi tangannya berlumur darah untuk kes ekian kalinya".

"Dia? Siapa dia?" desak Ruri.

Lewat sudut matanya Sayuri melihat seorang pria berpakaian serba hitam dengan kacamata gelap memasuki kedai kopi. Dalam sekejab Sayuri mengenali salah satu anak buah Junichi yang muncul di tempat itu. Ada sebuah tanda yang amat mudah dikenali dari kelompok mafia tunangannya. Yaitu sebuah tatto sayap malaikat berwarna hitam berada di setiap punggung tangan anggota kelompok. Sayuri segera berdiri dan meraih tasnya. Dia masih sempat memberikan kartu namanya.

"Aku harus segera pergi. Kau bisa menghubungi ke nomor ini. Kumohon jangan ada yang tahu jika kita bertemu terutama Mamoru..." Sayuri membalikkan tubuhnya namun Ruri masih sempat mencengkram lengannya.

"Mamoru? Mengapa ada nama Mamoru?" tanya Ruri heran.

Sayuri segera memakai kacamata hitamnya saat melihat pria berpakaian serba hitam itu berjalan lambat mendekati meja mereka. Dengan halus dia melepas genggaman tangan Ruri. "Kita akan bertemu lagi."

Dengan langkah cepat Sayuri berjalan memutari meja yang lebih jauh agar tidak berpapasan dengan pria itu yang sedang melihat etalase biji kopi. Ruri juga segera berdiri dari mejanya dan menuju kasir dan ternyata semua pesanan mereka sudah dibayar oleh Sayuri.

Di dalam mobil dia menatap flashdisk itu dan memutuskan untuk menghubungi Daiki. Namun ponsel pria itu dalam keadaan tidak aktif.

****

Daiki dan Mamoru duduk berhadapan di sebuah restoran kecil di sudut Shinjuku. Beberapa makanan terletak di atas meja namun sama sekali belum tersentuh hingga menjadi dingin.

Mamoru tertawa ketika Daiki memastikan arti namanya. "Aku tidak merasa begitu penting dengan arti namaku itu. Memang Mamoru artinya penjaga namun kurasa tidak ada yang aneh bukan?"

Daiki mengeluarkan smirknya dan matanya tertuju pada gelang yang dipakai Mamoru. Merasa bahwa arah tatapan mata Daiki tertuju pada gelangnya membuat Mamoru menarik turun lengan panjang kemejanya.

"Gelang itu sangat langka dan mahal. Sudah berapa lama benda itu kau miliki?" Tunjuk Daiki.

Mamoru menjawab santai. "Ini hanyalah gelang biasa. Bagaimana bisa kau mengatakan bahwa ini mahal dan langka?"

Daiki menatap Mamoru dengan tajam. Dia tahu kebohongan jenis apa yang sedang dimainkan oleh pria di depannya ini. Daiki teringat bagaimana semalam suntuk dia berhasil meretas data kependudukan dan mendapatkan data diri Hozy Mori atau Mamoru atau si Guardian. Meskipun nama yang terakhir dia belum yakin. Tapi secara fisik dan jenis gelang yang dikenakan Mamoru sama persis dengan si pengantar pizza.

"Apa kau tahu nama gelang yang kau pakai?" pancing Daiki tajam. Sekejab dia melihat rahang Mamoru mengencang.

Meskipun sinar mata Mamoru terlihat tidak senang dengan pancingan Daiki tapi wajahnya selalu tampak tenang dan penuh senyum.

"Aku tidak tahu apakah gelang ini memiliki nama..."

"White Guardian Brecelet! Aku mengenal seseorang yang bernama Guardian, yang namanya memiliki arti sama denganmu. Seseorang yang jenius dan gemar mencuri data..."

"BRAK!!"

Daiki mengangkat alisnya menatap Mamoru yang berdiri tiba-tiba sambil memukul meja. Sebagian pengunjung menatap mereka.

Wajah Mamoru tidak lagi penuh senyum. Tapi kini berganti dengan wajah keras dan sorot mata mencorong. Dia tidak lagi berusaha menutup gelangnya yang berkilau.

"Aku tidak tahu apa keuntungannya kita bertemu hari ini. Permisi." Mamoru meletakkan lembaran Yen di atas meja dan melangkah pergi dari Daiki.

Sambil meraih lembaran Yen itu, Daiki kembali bersuara dengan nada tajam. "Hozy Mori. Lahir dan besar di New york. Di usianya yang masih muda orangtuanya bercerai dan menjadi sasaran target kepolisian Amerika karena sebagai anggota pengedar narkoba serta penjahat dunia maya. Tahun 2011 kelompok pengedar narkoba itu ditemukan mati terbunuh di daerah Bronx dan sang hacker Hozy Mori menghilang ditelan bumi. Setahun kemudian muncul sebuah data baru di Washington DC atas nama Mamoru. Tanpa marga. Tanpa keterangan keluarga. Tapi mempunyai seorang wali bermarga Kimura. Berpenghasilan buncit tiap bulannya. Apa informasi ini salah?" Daiki menatap punggung Mamoru yang tampak tegang. Lewat matanya, Daiki melihat bagaimana kerasnya Mamoru mengepalkan kedua tinjunya.

Dada Mamoru bergemuruh oleh amarah. Jika mengikuti emosinya, dia ingin sekali menerjang detektif sialan itu. Tapi dia tidak ingin terpancing. Daiki sedang menguras emosinya agar identitasnya terbongkar. Kau pikir kau bisa, sialan!

Perlahan kepalan tinju Mamoru terbuka dan tubuhnya tampak santai. Dia berjalan tanpa merespon apapun yang diucapkan Daiki.

Daiki bersiul melihat kekerasan hati Mamoru untuk menyembunyikan jati dirinya. Daiki menekan sebuah speaker kecil yang terdapat di balik kerah polonya.

"Apa semua percakapan kami direkam?"

"Beres. Semuanya akan menambah bukti meski pun tidak ada pengakuan dari pria itu" - suara Hideo di speaker.

Daiki mencabut lepas speaker tersebut. Sedikit lagi. Butuh waktu sedikit lagi akan kupecahkan semuan teka teki ini!.

Sementara Daiki bergerak keluar dari restoran, seseorang di dalam ruangannya di kepolisian menekan nomor pribadi Junichi Kimura. Lama dia menanti panggilannya disambut. Terdengar suara desahan dan erangan di latar belakang berikut suara parau pria.

Orang itu tersenyum. "Sepertinya kau sedang menikmati makan siangmu?"

"Hahahaha...aku masih lapar tapi panggilanmu tak pernah kuabaikan. Ada berita apa?"

"Hubungan kita sudah mulai tercium oleh dua detektif tengik itu! Rencana pemusnahan Bank Asing milik si bangsat Fujita juga sudah terbaca! Sepertinya pembunuhan Akemi Kondoo 19 tahun lalu akan segera terungkap jika kita tidak segera bertindak. Identitas Mamoru dengan gelang sialan itu juga sudah hampir terkuak."

"...bagaimana baiknya?"

"Aku akan menyiarkan ke media bahwa pihak kepolisian sedang mencari si pengantar pizza..."

"Tidak bisa! Aku tidak ingin Mamoru terlihat oleh masyarakat!"

"Tidak akan. Aku akan memberikan rekaman palsu yang tidak akan menampilkan gelang Mamoru tetapi slogan dari toko pizza tersebut."

"....baiklah..kau saja urus yang seperti itu. Masalah Keluarga Fujita adalah urusanku. 2 hari lagi rumah di Azabu akan resmi dibuka kembali. Kita sudah bisa membicarakan bisnis kita. Dan..kedua detektif muda itu sangat mengganggu!"

Orang itu menutup percakapannya dengan Junichi. Dia menangkupkan kedua tangannya. Di atas mejanya tersebar dua buah kasus pembunuhan yang berbeda tahun namun memiliki satu tujuan. Hanya saja salah satunya melibatkan seorang perempuan tak berdosa karena memiliki suami pengecut yang berani mati mencuri White Guardian Brecelet. Kunci dari semua kejahatan yang melibatkan beberapa oknum di kepolisian.

Orang itu menatap layar komputernya yang menampilkan dua profil detektif muda yang sangat diandalkan. Tapi sayangnya jiwa patriot kedua ayah mereka mengalir kuat pada keduanya sehingga menjadi sangat mengganggu!

****

Sebelum bersama Hideo menyelinap ke rumah Shinobu Kimura menjelang tengah malam, Daiki mendatangi apartemen Ruri dan disambut wanita itu dengan senyum manisnya.

Seketika rasa penat, lelah dan frustasi Daiki dalam menghadapi kasus terasa menjadi lebih ringan ketika melihat wajah Ruri. Sejak kemarin kembali dari Koto, dia dan Ruri belum ada berkomunikasi. Setelah pertemuannya dengan Mamoru, Daiki menghidupkan ponselnya dan menerima voice mail dari Ruri. Saat itu juga dia merindukan wanita itu dan setelah mandi langsung menuju apartemen Ruri.

Ruri menyambut Daiki dan menarik lengan pria itu seraya berkata. "Aku baru saja selesai memasak. Makan ya."

Daiki menendang sepatunya dan ikut saja ditarik oleh Ruri memasuki apartemennya menuju ruang makan. "Kau masak? Tidak ada yang gosong atau jari teriris?" goda Daiki ketika melihat makanan lengkap di atas meja makan. Daiki paling tahu bahwa Ruri sangat tidak becus di dapur. Wanita itu sangat menyukai memasak tapi hasil masakannya bisa menjadi bencana sehingga ibunya menyuruh Ruri lebih baik belajar saja atau melakukan apa saja asal jangan berada di dapur.

Ruri menggembungkan pipinya seraya berjalan menuju rak mengambil mangkuk dan sumpit untuk Daiki. "Aku belajar menyelaraskan bumbu agar rasanya tidak menyeramkan. Bagaimana pun aku akan menjadi isteri seorang detektif kan?" Ruri menoleh ke arah Daiki yang berdiri menatapnya.

Terlihat wajah Daiki sedikit memerah ketika Ruri berbalik dan bersandar pada pantry sambil berkata halus. "Kau menelpon Naoko untuk membuatkanku gaun pengantin. Aku bahagia.."

Dalam dua langkah lebar Daiki menghampiri tempat di mana Ruri berdiri dan meraih wanita itu dalam pelukannya. Dengan lembut dia mengecup ujung hidung Ruri seraya bergumam. "Ternyata Naoko tidak bisa menyimpan rahasia."

Daiki menekan tubuh lembut Ruri pada tepian pantry. Tangannya bergerak pada tengkuk jenjang itu dan menariknya pelan mendekat pada wajahnya.

Lembut bibir Daiki menyentuh bibir Ruri dan memberikan kecupan panjang yang amat sangat lembut hingga membuat jantung Ruri nyaris jatuh. Gairah nyaris menguasai mereka namun sebuah tugas menyadarkan Daiki saat jarinya hendak membelai tubuh Ruri.

Dengan enggan Daiki menjauhi wajahnya dari Ruri dan mengecup dahi wanita itu dengan mesra. "Maaf, malam ini aku mesti bertugas menyelidiki suatu tempat bersama Hideo Senpai."

Daiki melihat wajah kemerahan dan bibir Ruri yang setengah terbuka. Wanita itu sangat luar biasa menggoda bahkan sebelum dia menghujaninya dengan ciuman barusan. Daiki berusaha menekan hasrat untuk memeluk Ruri seperti di rumah ayahnya dengan berjalan menuju meja makan dan meraih mangkuk. Dia menumpuk lauk di dalam mangkuk dan mulai makan.

Ruri mengatur napasnya dan mengusap rambutnya. Sepertinya dia mulai mengerti dengan kondisi Naoko.

Ruri berjalan ke meja dan duduk di depan Daiki. Dia mengambil mangkuk dna menumpuk lauk di sana dan mulai makan.

"Kau ingin menyelidik kemana?"

"Aku dan Hideo Senpai ingin menyusup ke rumah Kimura tua. Kami harus ke rumah mafia tua itu untuk mencari bukti kuat keterlibatan kelompoknya dalam pembunuhan ibumu dan kerja samanya dengan pihak polisi."

Mata Ruri terbelalak. Dia memajukan wajahnya dan berseru kaget. "Benarkah? Apakah kau sudah pasti akan dugaan itu?"

"Aku mendapatkan file yang mengarah ke arah itu waktu aku dan Hideo Senpai menyusup ke apartemen Bank Asing Saitama." Daiki menatap Ruri yang tampak terkejut. Dia menahan lidahnya untuk tidak mengatakan keberadaan ayah kandung wanita itu. "Mengapa kau meninggalkan banyak voice mail di nomorku. Dari nada suaramu kau tidak sedang rindu denganku.." senyum Daiki.

Ruri teringat akan pertemuannya dengan Sayuri. Meskipun wanita itu memperingatkannya untuk tidak mempercayai orang lain tapi Sayuri tidak mengatakan dia harus menyembunyikan pertemuannya dengan orang terdekatnya.

"Aku ingin memberimu sesuatu yang mungkin bisa mempermulus penyelidikanmu. Lagipula ini tentang keselamatanku. Ada seseorang yang kutemui tadi pagi memperingatkanku..."

Telinga Daiki menjadi lebih tegak seperti telinga kelinci. "Kau bertemu dengan siapa?" tanya Daiki serius.

"Aku bertemu dengan seorang wanita bernama Sayuri Fukuda."

****

Dua sosok gelap tampak melompati tembok tinggi rumah kediaman Shinobu Kimura yang gelap. Dua sosok yang bergerak gesit itu adalah Daiki dan Hideo yang mengenakan pakaian serba hitam dan masker menutupi separuh wajah. Setiap mereka melewati kamera CCTV, Hideo selalu merekam kode setiap CCTV itu.

Rumah gedung itu tampak gelap dan keduanya mengambil jalan belakang membelah sebuah taman bunga yang sedang dipugar. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di rumah itu. Daiki membongkar kunci pintu belakang rumah itu dan bersyukur bahwa Hideo selalu siap dengan senter kecilnya yang serba guna.

Hideo memberikan satu pada Daiki saat mereka mulai menyusuri lorong gelap rumah itu. Langkah-langkah mereka ringan memasuki tiap ruang di rumah itu.

Daiki dan Hideo memasuki sebuah ruangan luas berbau kayu mahoni dan menyinari seluruh ruangan itu. Tampak ruangan itu lebih bersih dari ruangan lain dan terdapat sebuah meja besar dan seperangkat komputer yang tampak baru.

Mereka saling berpandangan dan yakin bahwa ruangan itu telah digunakan dalam waktu dekat. Daiki segera menuju komputer sementara Hideo mulai memeriksa seluruh ruangan itu.

Daiki membuka komputer dan langsung masuk pada sandi Lucifer yang ternyata tidak atau belum memiliki proteksi.

Dia mulai mengetik beberapa sandi dan seluruh data tentang sindikat tersebut. Dia men-copy semua data tersebut kedalam flashdisk.

Terdengar bisikan Hideo pada Daiki. "Psst...Daiki! Kemarilah!"

Daiki mendekati Hideo yang berdiri di area kumpulan foto-foto yang berjejer. Pria itu tampak mengacungkan sebuah foto berbingkai yang terdiri dari 3 orang. Pasangan suami isteri dan seorang anak lelaki yang tampan.

Daiki langsung mengenali anak lelaki di dalam foto tersebut yang terdapat di dalam rekaman CCTV di rumah ayahnya di Koto. Lewat sinar senter, Daiki dan Hideo membaca tulisan dibelakang foto tersebut.

Ulang tahun ke 10 anak kami, Andrew Kimura / Junichi Kimura.

Daiki dan Hideo tersandar membaca kalimat tersebut. Nama tersebut mengingatkan Daiki dan Hideo pada orang yang membeli gelang White Guardian Brecelet di etalase H&M yang ditemukan mereka melalui data penjualan Versace di Amerika. Nama di belakang nama Amerika itu juga menghentak ingatan Daiki akan seorang pria yang ditemuinya di pusat perbelanjaan di Koto. Pria yang berjalan bersama Ruri.

"Ya Tuhan!" Daiki segera kembali ke arah komputer dan membuka semua data dari isi komputer tersebut. Dia mengklik data pemilik dari Lucifer dan kepala Daiki seketika menjadi pusing.

Di bawah foto sang mafia tua, Shinobu Kimura, terdapat foto penerus sang mafia yang kini menjadi pemilik Lucifer yang baru.

Wajah yang sama yang ditemuinya di pusat perbelanjaan Koto. Sama sekali tidak ada bedanya. Pria yang membeli gelang White Guardian Brecelet pada tahun 2013, pria yang mengambil alih kepemilikan Bank Asing Saitama, pria yang menargetkan atas pengalihan Bank Asing pusat yang ada di London milik Kenji Fujita dan yang paling terpenting pria itu telah menemukan Ruri. Saksi dari pembunuhan 19 tahun silam. Daiki juga langsung menghubungkan wanita yang diceritakan Ruri secara singkat pertemuannya tadi pagi.

"Aku bertemu dengan seorang wanita bernama Sayuri Fukuda."

Sayuri Fukuda adalah pemilik rekening Bank of Tokyo dalam transaksi yang dilakukan Andrew Kimura alias Junichi Kimura atas White Guardian Brecelet yang sangat dipastikan gelang itu berada di tangan Mamoru si Guardian.

"Daiki, aku menemukan kotak dari White Guardiang Brecelet produksi tahun 1995 di dalam kotak pribadi milik Shinobu Kimura yang berada di dalam brankas yang dibobol oleh Kenji Fujita. Kotak itu kosong!"

Daiki berbalik dan menatap Hideo yang mengacungkan sebuah kotak kosong di tangannya. Hideo membalik kain beledu di bawah kotak dan menyinarinya dan berkata perlahan.

"Sepertinya gelang yang hilang ini menyimpan sebuah kode rahasia di kotak penyimpanan di Bank of Tokyo.." Hideo memandang Daiki yang memucat. "Sepertinya aku mulai mengerti mengapa kelompok Lucifer mencari Kenji Fujita. Semua karena gelang yang kemungkinan besar telah dirampoknya ini."

Tiba-tiba mereka berdua mendengar banyak suara langkah kaki berlari menuju ruangan tempat mereka berada. Daiki segera mencabut flashdisknya dan Hideo mengambil kain beledu tersebut dan menyimpannya ke dalam saku celananya.

Dari bawah pintu mereka melihat lampu-lampu di luar sana telah menyala. Daiki dan Hideo melihat bagaimana pintu ruangan itu didobrak dan belasan pria berpakaian serba hitam telah mengepung mereka.

Tanpa kompromi lagi belasan pria itu langsung menyerang Daiki dan Hideo dengan tinju serta tendangan mereka.

Ruangan luas itu seketika menjadi sempit akibat perkelahian yang berat sebelah itu. Baik Daiki dan Hideo tidak menggunakan pistol karena semuan penyerang mereka melakukannya dengan tangan kosong.

Daiki diserang dengan pukulan dan tendangan wajah dan perutnya dan dengan gesit dia mengelak dan melalukan serangan balik. Sementara Hideo juga melakukan pembalasan pada setiap orang yang menyerangnya dengan tamparan dan tendangan.

Keduanya berusaha keluar dari ruangan itu dan dengan tegas membalas dengan pukulan pada beberapa orang dan berhasil membuat mereka jatuh.

"Bagaimana kita bisa ketahuan?" teriak Hideo.

"Lebih baik pikirkan bagaimana kita keluar dari sini!" Daiki membuka jalan dengan menjatuhkan beberapa orang dengan pukulan di tengkuk dan bantingan.

Hideo cepat melakukan hal yang sama dengan Daiki dan keduanya berhasil keluar dari ruangan itu dan cepat menuju pintu di mana mereka masuk. Namun di hadapan mereka sudah menanti puluhan orang yang berpakaian sama seperti yang mereka lawan barusan.

"Sialan!!" desis Hideo geram. Dia dapat melihat orang-orang itu bergerak bersamaan menyerang mereka. Baik Hideo dan Daiki tahu mereka tidak bisa meminta bantuan dari markas karena tidak adanya surat perintah atasan dalam menyusup ke rumah Shinobu.

Maka dengan sepakat keduanya akan menghadapi pengeroyokan itu agar bisa keluar. Orang-orang yang datang kali ini lebih lihai dari sebelumnya. Tampak seorang pria bertubuh sedang dengan wajah separuh tertutup memimpin pengeroyokan tersebut.

Mereka berdua berjuang mati-matian melawan agar dapat menuju pintu keluar. Melihat pria bermasker itu, Daiki melompat ke dekat pria tersebut dan menyerang pria itu.

Mereka saling beradu tinju dan tendangan. Gerakan pria itu sangat gesit dan kuat. Dalam pikiran Daiki jika dia bisa membekuk pria itu maka jalan keluarnya bersama Hideo akan lebih mudah.

Dan agaknya pria itu mengerti jalan pikiran Daiki. Dia tidak pernah mau beradu tangan dengan Daiki dan selalu mengelak. Daiki akhirnya geram juga dan mengambil cara dengan menunduk dan menggerakkan kakinya menendang bagian bawah kaki pria itu tanpa terduga.

Pria itu berseru kaget dan jatuh terguling di lantai marmer. Kesempatan itu digunakan Daiki untuk menyambar kerah jaketnya dan mengangkat tubuh pria itu dan menelikung. Sebuah pistol melekat di bawah telinga dan dia berteriak keras.

"Biarkan kami pergi atau dia kutembak!" Daiki berteriak keras membuat puluhan pria itu menghentikan serangannya pada Hideo yang sudah kepayahan.

Mereka melihat pimpinan mereka sudah terperangkap oleh Daiki dengan pistol teracung tepat di nadi bawah telinga. Daiki memberi tanda pada Hideo agar mendekat padanya dan dia menyeret pria itu mendekati pintu keluar.

"Jangan ada yang bergerak atau pelatuk akan kupicu!" Daiki dan Hideo semakin dekat pada pintu. Daiki sekilas melihat kilauan pada pergelangan tangan pria itu membuat dia semakin ketat mencengkram lengan pria itu dan menekan moncong pistolnya.

"Jika kau berani menyentuh Ruri, kau akan kubunuh!" desis Daiki. "Dan aku akan buktikan bahwa si pengantar pizza itu adalah kau, Guardian! Sekarang katakan pada mereka untuk membiarkan kami pergi!"

Pria itu memberi tanda pada semua pria yang berdiri tegak dan tanda itu dipahami Daiki dan Hideo. Daiki melepaskan sanderanya dan bersama Hideo berlari di dalam kegelapan malam.

"Senpai! Kita bisa mengejarnya sekarang!"

"Jangan! Biarkan saja mereka pergi!" Pria itu melepas maskernya dan tampaklah wajah tampan milik Mamoru. Dia mengurut pergelangan tangannya dan menatap ke arah luar yang gelap. Ia mengepalkan tinjunya. Daiki Watanabe!

Mamoru memandang semua yang ada di sana dan berkata rendah. "Periksa semua rekaman CCTV. Cari tahu apakah kedua detektif tersebut mengambil sesuatu."

Mamoru melangkah pergi menuju ruangan kerja milik Shinobu dan mendapati bahwa proteksi komputer tersebut telah bobol.

Next chapter