webnovel

Rumah Angker Tak Berpenghuni

Bel pulang telah berbunyi, langit senja kini menghiasi langit. Diriku berjalan dengan santai saat pulang sekolah, tidak ada menyapa maupun menghiraukan keberadaanku karena diriku adalah seorang penyendri. Aku terus berjalan hingga melihat jalan yang biasanya kulalui telah ditutup karena ada perbaikan jalan, sehingga terpaksa aku pun harus mengambil jalan memutar.

Semuanya baik – baik saja sampai aku hendak melewati sebuah rumah yang tak berpenghuni. Saat melihat rumah itu, seketika aku jadi teringat tentang rumor yang dibicarakan oleh warga sekitar. Banyak yang mengatakan bahwasanya disana sering terdengar suara piano yang dimainkan, raungan monster yang mengerikan, wanita cantik yang menampakkan diri di lantai atas. Konon katanya, semua itu adalah perbuatan dari arwah sang pemilik rumah yang tidak tenang. Hal ini disebabkan karena ia dibunuh dengan cara yang kejam oleh sekelompok penjahat yang sedang merampok rumahnya saat tengah malam, dikarenakan sang pemilik rumah berpapasan dengan mereka saat ia hendak ke toilet, nahas ia malah digeret dan dijatuhkan dari ketinggian dengan keadaan kepalanya yang membentur benda tajam. Setelah kupikir berulang kali, mungkin aku bisa sedikit melihat TKPnya saat malam hari untuk membuktikan kebenaran akan rumor tersebut. lantas aku melewati rumah tak berpenghuni itu sambil menghela nafas panjang, aku berencana untuk kembali lagi kesini saat malam hari, lebih tepatnya saat pukul 20.00 tiba.

Malam hari pun tiba, bintang – bintang terlihat berkilau disaat jam telah menunjukkan waktu yang direncanakan, aku lalu berangkat sendiri ke rumah tak berpenghuni itu. Berbekal senter dan baterai cadangan semata, seketika diriku berusaha untuk mengumpulkan keberanian saat hendak membuka gerbang dari rumah itu. Akan tetapi disaat diriku baru saja memegang gagang gerbang tersebut, tiba – tiba saja terdengar suara piano yang sedang dimainkan. Meskipun begitu, aku tetap mencoba untuk melangkah sedikit demi sedikit. Rumput – rumput kecil di halaman rumah ini selalu saja berayun secara bergantian, ditambah angin sepoi – sepoi yang menyejukkan tubuh, juga hawa yang semakin dingin saat semakin dekat dengan pintu masuk rumahnya, suara piano yang semakin lama semakin merdu akan tetapi membuatku juga semakin merinding. Suasana yang seperti ini, hampir saja membuatku ingin pingsan karena ketakutan.

Perlahan diriku mencoba untuk memegang gagang pintunya. Rasanya sudah tidak aman lagi pikirku, kayu – kayu itu terlihat kapuk dan sudah banyak berongga, belum lagi gagang pintu yang sudah berkarat dan tidak bisa digunakan lagi. Aku kemudian mendorong pintu itu perlahan agar tidak menimbulkan suara gesekan yang berlebihan. Aku pun masuk ke rumah itu selangkah demi selangkah. Setiap kali diriku melangkahkan kaki di lantai kayu ini, selalu saja terdengar suara retakan kayu, seolah – olah kayu – kayu ini bisa patah kapan saja dan membuatku terjatuh masuk ke dalam bawah tanah.

Saat aku sudah berada di tengah – tengah rumah lantai satu ini, aku seketika berpikir bahwa tidak ada hal yang janggal disini, aku akhirnya berjalan menuju tangga yang akan membawaku pada lantai berikutnya. Baru saja diriku menginjakkan kaki di lantai kedua, tiba – tiba terdengar suara rauman monster yang menggema sangat keras. Tanpa pikir Panjang, aku lantas berlari menuju bawah meja yang biasanya dipakai untuk menata vas bunga dan berada di sudut ruangan. Setelah rauman itu berhenti, aku kemudian melanjutkan perjalananku.

Setiap kali aku sedang melewati sebuah ruangan, aku selalu saja meliriknya dalam sekejap. Akan tetapi, barusan aku seperti melihat ada sebuah piano di dalam ruangan yang baru saja kulewati. Aku pun menarik nafas dalam – dalam dan mulai menenangkan diri serta pikiranku, lalu melihat dengan jelas ke ruangan itu. Ternyata benar, terdapat sebuah Grand Piano yang terletak di tengah – tengah ruangan tersebut. Aku pun menunjukkan cahaya senterku ke segala penjuru ruangan itu. Akan tetapi, aku tidak melihat adanya binatang atau seseorang pun di dalam ruangan tersebut, "Sepertinya tidak ada apa – apa disini…," ujarku dalam hati. Aku kemudian berbalik, akan tetapi dalam sekejap terdengar lagi suara piano itu. Aku pun menoleh lagi, akan tetapi tidak melihat apapun yang bisa menjadi penyebab piano itu tadi berbunyi. Karena ketakutan sendiri, aku pun berlari terbirit – birit menjauhi ruangan itu dan menaiki tangga selanjutnya.

Lantai ketiga, itulah lantai terakhir dari rumah tak berpenghuni ini. Hal yang paling kutakutkan setelah berada di laintai teratas ini ialah, jika nanti tiba - tiba ada sesuatu yang mendorongku dari belakang dan menyebabkanku terjatuh dari ketinggian. Baru saja diriku berjalan satu dua langkah di lantai tersebut, tiba – tiba terdengar suara langkah kaki lain. Aku pun langsung berhenti dan mencoba mendengarkan sekitar. Tidak salah lagi, ada suara langkah kaki lain di rumah ini, akan tetapi suara itu perlahan menghilang.

Hanya tersisa dua ruangan saja di lantai ketiga ini. Saat aku berada di antara kedua pintu masuk ruangan itu, aku tidak sengaja melihat ada bayangan orang yang digantung di atas tiang saat melirik ke kanan. Detak jantungku semakin tidak bisa ku kendalikan lagi, rasanya diriku ingin muntah. Aku pun perlahan membuka pintu itu lebar – lebar, ternyata aku hanya melihat sebuah baju kimono yang sedang digantung di tiang tersebut. Saat aku memastikannya, baju kimono itu benar – benar berbau harum dan basah seperti baru dicuci. Aku pun menjadi sedikit kebingungan, tetapi juga merasa sedikit lega.

Aku lalu mendekat ke jendela dan melihat ada seorang gadis yang berlari keluar dari rumah ini. Saat aku hendak kembali ke tempat piano itu berada, tiba – tiba terdengar suara raungan monster lagi. Akan tetapi diriku sudah tidak mempedulikan hal seperti itu. Aku kemudian benar – benar mendekati pianonya, dan ternyata aku melihat tetesan air yang jatuh dari lantai ketiga itu menekan dawainya sehingga membuatnya menghasilkan suara.

Aku lalu berjalan kembali ke lantai satu, kali ini aku memastikan setiap ruangan yang ada. Aku akhirnya melihat kedua kucing yang sedang bertengkar di suatu ruangan lantai satu dan suara itu menggema sangat keras karena ruangan tersebut benar – benar kosong sehingga suaranya terpantul - pantul.

Kini diriku menjadi lebih mengerti, mengapa ada orang yang bisa ketakutan sepertiku tadi. Ternyata semua itu hanya karena imajinasi yang terlalu berlebihan terhadap suatu pandangan, kemudian pemikiran tersebut seakan – akan nyata padahal hanya berupa ilustrasi semata. Aku akhirnya pulang ke rumah dan tidur dengan nyenyak setelahnya. Semenjak kejadian malam itu, diriku kini telah menjadi seseorang yang bersifat pemberani.