20 Dua Puluh

Matahari sudah mulai condong ke arah barat, artinya hari sudah mulai sore, namun Anala masih fokus dengan kertas didepannya dan pensil ditangan menggambar sebuah desain pakaian. Kini ia meregangkan tangannya yang lelah dan memutar bangkunya untuk menghadap ke jendela ruangannya yang terbuka, angin pelan menerpa wajah lelah Anala. Tangan kecil gadis itu mengusap matanya yang mengantuk dan beralih ke sebuah speker kecil yang memang ada diatas mejanya untuk menghidupkan musik yang mungkin bisa membuatnya lebih rileks.

Anala memejamkan matanya bersandar pada punggung kursinya yang terasa nyaman untuk sekedar beristirahat sejenak, saking nyamannya sampai-sampai membuatnya nyaris terlelap kalau saja musik yang ia putar tidak mati tiba-tiba. Anala memutar kursinya untuk melihat apa yang salah.

"Ya tuhan!" kaget Anala mendapati seseorang duduk diatas mejanya dan pasti dia juga yang kurang kerjaan mematikan musik dari speaker.

"Apa yang kamu lakukan disini!?" lanjut Anala karena manusia dihadapannya yang tak juga bersuara.

"Apa lagi kalau tidak ingin bertemu denganmu? Lalu satu lagi, jangan putar lagu tadi, penyanyinya sangat menyebalkan, bukankah laguku lebih bagus?" ujar Jaeta masih dengan posisinya duduk di atas meja Anala.

Anala membuang pandangannya malas, "orang lagi enak-enak nyantai malah gangguin aja,"

"Bukannya kerja malah santai-santai,"

"Suka-suka dong! Ngapain kamu yang ngatur? Lagian ngapain kamu kesini? Bukannya didepan udah ada tulisan yang boleh masuk sini cuma yang udah bikin janji dan ada kepentingan?" Binggung Anala kenapa pria ini enak saja keluar masuk ruangannya dan yang lain membiarkan begitu saja. Sepertinya ia harus bicara dengan karyawannya nanti mengenai ini.

"Artinya jika aku masuk, aku memiliki kepentingan. Kamu ini benar-benar, lagian aku baru saja pulang dari luar kota, apa kamu tidak menyambutku? Malah ngomel-ngomel ga jelas,"

"Kamu yang ga jelas, emang kepentingan apa sih kesini?" Anala bergerak merapikan mejanya sambil merebut speaker yang masih di pegang oleh Jaeta.

"Jalan yuk, bosan nih. Capek baru balik dari luar kota," ajak Jaeta dengan wajah lesu.

"Ya kalau capek istirahatlah, ngapaian malah jalan? Itu aja repot, heran."

Jaeta mendengus turun dari meja dan menuju sofa yang berjarak tidak begitu jauh dari meja Anala untuk merebahkan tubuhnya. "Numpang tidur disini ya,"

Anala membelalakkan matanya heran, "astaga, ini orang ngapain sih? Dari sekian banyak tempat kenapa harus kesini?"

"Disini nyaman, aromanya beda gitu. Aku tadinya mau ke minimarket, tapi tadi ramai sekali. Ngomong-ngomong kamu pakai pewangi ruangan apasih? Aku juga suka sofamu ini," Jaeta makin menyamankan posisinya untuk tidur.

Anala mengerutkan dahinya mendengar alasan Jaeta sambil berpikir apa bedanya memang ruangannya dengan tempat lain.

Jaeta menghirup napas dalam memperhatikan sekitar, "ini seperti bau kayu alami, bau tumpukan kain juga mempengaruhi aroma ruangan ini."

Anala tidak peduli apapun itu, baginya tidak ada yang spesial dari ruang kerjanya ini. "Mau minum tidak?" tawar Anala selaku tuan rumah yang baik.

"Apa aku boleh minta sesuatu?"

"Jangan repotkan aku!" Anala langsung memperingatkan dengan terang-terangan.

"Tadi diluar panas, minum sesuatu yang dingin mungkin tidak bagus untukku sekarang. Bagaimana kalau dengan buah segar? Apa kamu punya semangka? Aku sedang sangat menginginkannya," tanpa peduli dengan ucapan Anala sebelumnya, Jaeta menyampaikan keinginannya tanpa ragu.

"Apa tadi kamu mendengarkanku yang mengatakan jangan merepotkan?"

"Apa kamu mendengarkan apa yang sedang kuinginkan?" Jaeta balas bertanya dengan polosnya.

Anala mendengus dan membuka pintu ruangannya untuk keluar entah kemana. Disisi lain Jaeta tidak peduli.

Jaeta berbaring santai diatas sofa layaknya ini adalah rumahnya sendiri, sambil mengangkat kaki keatas ia membuka ponselnya untuk bermain game, cukup lama dan Anala belum juga kembali. Hingga akhirnya pintu kembali terbuka.

"Sayang? Ini ada brownies kesukaan kamu," suara seorang pria memasuki ruangan dan meletakkan sebuah paper bag diatas meja Anala.

Jaeta yang menyadari itu langsung duduk memperhatikan pria berjas yang berdiri membelakanginya dan kini berbalik melihat kearahnya dengan wajah kaget. "Siapa kamu!?"

Jaeta tergagap tidak tahu harus menjawab apa, disisi lain Anala yang baru masuk dengan piring berisi potongan semangka terbelalak, mendapati tidak hanya ada satu manusia disini, tapi dua.

"Hey pa? Kok papa disini?" Anala cepat sadar dengan wajah tersenyum mendekati papanya yang masih mempelototi Jaeta dari ujung kaki sampai ujung kepala.

"Iya, papa bawain titipan mama kamu. Dia siapa?" Raka masih penasaran dengan sosok pria muda yang memakai celana jeans berwarna krem dan kemeja cokelat gelap yang didalamnya ada kaos putih yang juga mempelototinya.

"Eum ini, ah itu pa.., dia ini model aku, ya dia model yang dikasih sama Pak Wira yang teman papa itu loh," Anala tertawa cengengesan sambil meletakkan piring semangka diatas meja dan memberi isyarat tatapan tajam pada Jaeta untuk menyapa dan menunjukkan sikap sopan pada papanya.

Jaeta yang butuh waktu lama untuk paham akhirnya mengerti dan bergerak cepat menyalami papa dari Anala.

"Siang om, apa kabar? Aku Jaeta, yang jadi model produk baru Anala."

"Oh gitu, ngomong-ngomong ini sudah tidak siang lagi sebenarnya," Raka menjawab sambil melirik jendela ruangan sang anak.

Jaeta hanya bisa terkekeh kecil, "oh iya, benar juga sih om."

Melihat kondisi yang terlihat tak begitu nyaman bagi Jaeta, Anala kembali mengajak papanya berbincang, "tumben papa kesini nggak ngasih kabar?"

avataravatar
Next chapter