webnovel

Royal Family Series : Pengantin Sang Raja (The King's Bride)

Author: Galaxypuss
History
Ongoing · 478.7K Views
  • 55 Chs
    Content
  • 4.8
    33 ratings
  • NO.200+
    SUPPORT
Synopsis

Richard adalah raja yang tak pernah menikah. Itu adalah sumpahnya setelah melihat penghianatan yang dilakukan ibunya. Namun bagaimana jika adik lelakinya yang merupakan pewaris tahta akhirnya meninggal dan memohon agar Richard menikah sebagai permintaan terakhirnya? GalaxyPuss

Tags
5 tags
Chapter 1001 : Last Letter

Hujan tidak lagi turun dari langit, meskipun awan mendung masih bergulung liar diangkasa. Tidak ada seorang pun yang berbicara, tak ada seorang pun yang mendongakkan kepala.

Semua orang diam bersama bau apak yang lembab dan tekanan kesedihan yang dalam.

Hari ini seluruh rakyat Chevailer tengah dirundung duka, rakyat negara dengan pulau yang dijuluki surga dunia itu tengah berduka atas kematian sosok Putra Mahkota mereka.

Wajah mereka suram, namun tak sesuram sosok yang berada di tepi liang lahat yang basah. Sosok itu membawa sebuah pigura dengan pita hitam. Ia tegap,dengan rambut sewarna bulu gagak, kulit pucat dan mata tajam gelap yang dirundung luka dan sembab. Wajahnya tenang namun semua orang tahu bahwa tak ada orang lebih terpuruk selain dirinya.

Dialah Richard, sang Raja dan orang nomor satu di Chevailer yang kini harus kehilangan satu-satunya adiknya, keluarganya, pewaris tahtanya. Richard merasa begitu pengecut, ia tak pernah ada untuk adiknya . Adiknya sudah sakit semenjak ia masih kecil, penyakit pernafasan yang dideritanya tak pernah membaik. Namun ia memaksa adiknya untuk menjadi pewaria tahta demi keegoisannya, saat hal yang paling diinginkan adiknya hanyalah ketenangan dan jauh dari segala hal tentang mahkota.

Richard merasa begitu bodoh, ia bahkan tak pernah mengunjungi adiknya kecuali ia ada urusan di daerah sekitar wilayah peristirahatan adiknya. Well, mungkin orang benar. Penyesalan selalu datang di akhir.

"Semoga Tuhan akan menjaganya dan melindunginya di sisinya. Semoga tuhan memberkatinya, amin." sang pendeta yang memimpin upacara telah berhenti berdoa, dan Richard tahu ini adalah saat untuknya mengucapkan kata terakhir bagi adiknya.

Richard melangkah maju dengan ragu, ia menatap makam yang telah dihias dengan marmer hitam mengkilap. Dengan tulisan emas kapital di atasnya.

'Berbaring dengan damai.

James Sebastian Troten Dricv.

Pangeran Muda yang akan selalu terkenang.

17-01-2017'

Richard menarik garis senyum tipis, sebeluk menaruh pigura itu di atas makam. "Jammy," Richard menyebut nama panggilannya pada James saat mereka masih kecil. "Maafkan aku untuk tidak berada di sisimu. Maafkan aku karena menjadi kakak yang buruk, Jammy. Istirahatlah dengan tenang, bahagialah di sana. Sampaikan salamku pada ayah."

Richard bangkit dengan perasaan bersalah yang semakin membuncah, ia terceguk pelan karena ia menahan tangis dan semua perasaannya sekuat tenaga.

"Yang Mulia Raja," panggil seorang lelaki dengan nada tenang.

Richard menoleh, dibelakangnya berdiri seorang pria berusia lanjut. Itu Charles, sekertaris pribadinya.

"Ada apa?" tanya Richard.

"Kita harus kembali sekarang. Dewan Istana dan Perdana Menteri telah menunggu."

Richard menghela nafas, "Ya. Kita kembali sekarang."

Richard menatap makam James untuk yang terakhir, tangannya meraih setangkai bunga iris yang ia selipkan sedari tadi di dalam jasnya. Itu adalah bunga faforit James.

"Aku pergi, dan aku tidak janji akan sering-sering datang," bisik Richard, "Sampai jumpa adik kecil."

°°°

Perjalanan menuju istana terasa begitu memuakkan bagi Richard, ia duduk tenang di kursi belakang dan masih berusaha keras untuk tetap dalam keadaan adem ayem. Walau rasanya ia ingin sekali terjun ke sungai sekarang juga dan melupakan semuanya.

Bukannya bersikap berlebihan atau apa, masalahnya ia paham topik apa yang membuat Dewan Istana dan Perdana Menteri gerusah-gerusuh ingin berkumpul. Apalagi jika bukan masalah penerus tahta?

Adiknya baru meninggal, membuat posisi pewaris kosong. Sementara ia jelas tak akan pernah memiliki seorang anak.

Richard tertawa miris, bagaimana dia mau punya anak, jika menikah saja membuat ia merasa geli dan alergi. Ia benci dan tak pernah percaya apa yang orang katakan sebagai pernikahan, fakta bahwa hal itu hanya terjadi sekali seumur hidup dan dilandasi oleh cinta. Demi Tuhan, Richard seratus-persen-positif-tidak percaya.

Bagaimana ia bisa percaya? Jika wanita yang melahirkannya mempertontonkan kenyataan bahwa menikah bisa terjadi tanpa cinta dan ikatan yang katanya sekali seumur hidup bisa ditinggalkan begitu saja.

"Yang Mulia. Kita sudah sampai," ucapan itu membawa Richard mendongak. Ia menatap pada bodyguard yang membuka pintu mobilnya dengan lelah. Ia keluar dengan agak resah, namun tetap berdiri tegak dengan dagu terangkat setelah berada di luar mobil. Bagaimanapun ia adalah Raja, dan ia harus tetap berwibawa. Apapun yang terjadi.

Begitu Raja Muda tiba di aula rapat, seluruh orang yang berada di sana bangkit berdiri. Mereka baru duduk setelah Richard duduk di kursi di ujung ruangan. Seluruh orang itu menunduk di kursi mereka di sisi kanan dan kiri Richard, tak seorang pun berani berkata. Hingga seorang lelaki yang duduk di kursi sebelah kanan paling dekat dengan kursi Raja bangkit berdiri.

"Yang Mulia," pria itu berucap lalu membungkuk ke arah Richard. "Kami berduka begitu dalam atas kematian mendiang Pangeran James. Namun pada saat ini keadaan tengah begitu genting karena posisi penerus tahta tengah kosong, sementara anda tak memiliki istri yang bisa memberikan penerus, dan anda juga tidak memiliki seorang penerus lain. Rakyat tengah berduka, namun juga khawatir akan masa depan negeri kita Yang Mulia."

Richard menghela nafas. Tangannya bertumpu di tepi kursinya, memijat pelipisnya dengan letih.

"Aku tahu perdana menteri," ucap Richard. "Tapi tak ada yang bisa aku lakukan."

Perdana menteri tampak gelagapan sesaat, ia menelan ludah gugup dan akan membuka mulut saat ia disela oleh Richard.

"Aku tidak akan menerima penyelesaian apapun jika berhubungan dengan pernikahan, tida satupun."

Pandangan Richard menjadi tajam dan ia langsung duduk tegak. Matanya memicing ke arah Perdana Menterinya itu. "Kau tidak menyarankan sebuah pernikahan untukku kan?"

"Ti..,tidak Yang Mulia. Saya," Perdana Menteri tergagap. "Saya hanya..saya tidak menyarankan pernikahan untuk anda tentu saja."

Richard tersenyum dingin, "Tentu saja, aku tahu. Kau tak akan menyarankah hal bodoh itu."

Ia kemudian memandang Perdana Menteri demgan tenang sebelum berucap. "Bawa semua nama putra Duke-bangsawan istana- di Chevailer. Bawa yang berusia dibawah 23 tahun, dan pastikan ia terdidik."

Perdana Menteri mengerutkan kening, "Yang Mulia tidak akan mencari pewaris dari mereka bukan?"

Richard tersenyum, "Entahlah. Kita akan lihat, lakukan dengan cepat dan aku mau berkasnya sudah di mejaku besok." Richard berdeham, "Rapat selesai."

Richard bangkit dengan cepat dari kursinya, dan melangkah menuju ruang kerjanya. Charles yang sedari tadi mengekor dibelakangnya menutup pintu dan berdiri di sisi meja kerja Richard.

"Kau bilang ada surat dari James," ucap Richard. "Apa isinya?"

Charles menunduk, "Saya belum membuka suratnya Yang Mulia."

Kening Richard berkerut, ia dan James memang sering saling berkirim surat. Walaupun dimasa sekarang ada yang dinamakan E-mail dan telpon, namun James suka mengirim surat untuk berbincang dengan Richard. Sehingga walau terasa aneh, Richard memilih menurutinya. Sementara Charles sendiri adalah tukang pos mereka, ia kadang yang membaca surat James pada Sang Raja, dan membalasnya saat Raja terlalu sibuk.

"Kenapa kau belum membacanya Charles?" tanya Richard.

"Saya rasa," Charles diam. "Ini adalah surat terakhir yang ditulis oleh Pangeran James, dan akan lebih baik jika anda sendiri yang membaca surat itu Yang Mulia."

Richard terdiam mendengar kata-kata Charles, sekali lagi ia ingin menangis. Namun ia memilih berdeham dan memalingkan muka.

Richard menarik nafas, "Ya. Aku akan membacanya sendiri, dimana suratnya?"

Charles menunduk sesaat, sebelum menarik sebuah surat yang dibungkus dalam amplop warna abu-abu, warna faforit James.

Charles mengulurkan surat itu dan Richard meraihnya pelan. Ia tak langsung membuka surat itu, ia hanya menatap amplopnya yang polos dan menghela nafas. Dengan ragu ia membuka amplop itu dan menarik suratnya, gemetar ia membuka lipatan surat dan membacanya.

Suratnya ditulis di atas kertas warna tulang dengan tinta biru, di beberapa bagian ada kalimat yang luntur karena air. Richard menyimpulkan bahwa adik lelakinya itu menulis sambil menangis, dan itu membuat ia merasa ada sesuatu yang mencelos di perutnya.

Untuk kakakku..

Hai kak,apa kabar?

Sudah lama aku tidak mengirim surat dan bercerita padamu. Apa kau sibuk sekarang?

Kemarin aku melihat beritamu di tv. Aku tidak suka dengan kantong matamu, itu bahkan lebuh buruk dari punyaku.

Kak, apa kau tahu? Aku bermimpi melihat ayah semalam. Kami berbicara dan ayah bilang dia bangga padamu.

Kak, apa kau akan marah kalau aku ikut kerumah ayah disana? Aku bukannya tidak ingin bersamamu, aku tahu kau hanya punya aku. Tapi aku merasa lelah sekali sekarang. Jadi aku ingin bertemu dengan ayah.

Kakak. Aku ingin bilang bahwa ini mungkin adalah surat terakhirku, dan aku inigin menyampaikan sesuatu padamu. Ingat, natal tahun kemarin kau tidak bisa menemaniku dan berkata akan menuruti permintaanku. Apapun itu, jadi kak. Boleh aku minta padamu sekarang?

Aku ingin kau menikah. Aku tahu kau akan marah dengan permintaanku, tapi aku memohon padamu. Jika aku pergi kau akan sendirian, dan aku tak mau itu terjadi. Aku ingin kau memiliki seorang teman. Jadi aku ingin kau mau menikah.

Kak. Aku mohon kabulkan permintaanku ini, aku mohon padamu. Aku ingin kau bahagia tanpa aku, dan aku ingin kau tidak sendirian.

Lagipula, aku bahkan tak tahu sampai kapan aku bisa tetap ada di sini.

Kak, aku pikir aku akan berhenti menulis sekarang. Aku merasa lelah sekali, jadi aku aka istirahat sekarang. Sampai jumpa. Aku mohon berbahagialah, dan aku ingin kau tahu, aku selalu bangga menjadi adikmu.

Love, james

.

Richard terdiam tanpa kata setelahnya, ekspresinya masih datar. Namun kedua matanya memerah dan tampak basah, pandangannya kosong dan hening panjang terasa menyesakkan dalam ruangan.

"Dia..," bisik Richard. "Ingin aku menikah Charles. Itu permintaan terakhirnya."

Charles terdiam namun wajahnya menunjukkan rasa khawatir yang besar, bagaimanapun juga. Ia telah ada di istana sejak mendiang Raja-ayah Richard-masih hidup. Ia bertahan disana, dan bahkan ia adalah orang yang ikut merawat Richard dan James sejak mereka masih kecil. Baginya, dua lelaki itu sudah seperti anaknya sendiri.

"Yang Mulia..-,"

"Charles," bisik Richard parau. "Apa yang harus aku lakukan? Ini permintaan terakhirnya. Apa yang harus aku lakukan?"

Tapi, tak ada suara yang bergema sebagai jawaban atas kegelisahan Richard. Ia bahkan tak tahu, apa ia akan punya sebuah pilihan.

××××××××××××××××××××××××××××××××××××××

You May Also Like

Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed

Sinopsis Sebagai pria bangsawan dengan gelar ksatria pedang agung yang cukup disegani pada banyak medan pertempuran, Lorant sering menjadi bahan pembicaraan gadis-gadis bangsawan. Wajahnya yang memiliki tulang rahang tegas, dengan hidung bagaikan terpahat sempurna yang memisahkan kedua mata coklat setajam elang berbingkai alis berbentuk golok tebal, membuatnya sangat berkharisma. Tubuh atletisnya yang dipenuhi guratan luka akibat perang, justru semakin membuatnya terlihat gagah. Bahkan para gadis sering membual bahwa dia tahu berapa jumlah bekas luka yang ada di tubuh Lorant, untuk menimbulkan asumsi bahwa dirinya cukup intim dengan Lorant. Tetapi Lorant justru mencintai Benca, gadis biasa yang tinggal terisolir di tepi hutan selama delapanbelas tahun. Hubungan cinta mereka menghasilkan dua orang anak kembar, Lovisa dan Edvin. Lorant tidak menyangka kisah cintanya bersama Benca merupakan awal perjuangan panjang dan pertarungan mental yang kerap membuatnya frustasi. Selain harus menghadapi kecemburuan Ivett, wanita bangsawan yang telah dijodohkan dengannya dan berusaha mati-matian untuk melenyapkan Benca dengan cara apapun, Lorant juga harus menerima kenyataan, bahwa Benca adalah putri kandung dari bibinya sendiri, seorang wanita bangsawan kelas atas penganut satanisme yang sering melakukan ritual berupa mandi darah perawan, dan telah menculik Lovisa, untuk dijadikan korban ritual. Dengan segala kemampuannya, Lorant berusaha melindungi dua wanita yang paling dicintai dalam hidupnya dari cengkraman bibi sekaligus ibu mertuanya yang haus darah.

Risa Bluesaphier · History
Not enough ratings
119 Chs

I'M STOP HERE

Alex mengguyur Naura dengan air putih yang ada di tangannya. “Lo itu cuman cewek murahan yang sama sekali ngak ada harga dirinya Naura. Lo sadar ngak sih kalau lo ini cewek?” Tanya Alex yang masih berdiri tegak di hadapan Naura. “Gue sadar kok kalau gue cewek.” Balas Naura santai, sambil berusaha menahan air matanya. “Kalau lo sadar, harusnya lo punya otak buat ngak ngelakuin ini bego. Lo itu cewek murahan yang dengan sok jagoannya lo, lo berani ngejar ngejar gue. Lo pikir dong, pantes ngak seorang cewek ngejar ngejar cowok? Apalagi cewek yang modelnya kayak lo gini, pantes ngak ngejar cowok kayak gue? Mikir ngak sih lo hah?” “Oh gue sampe lupa, gue denger denger nyokap lo udah meninggal dan bokap lo nikah lagi, kasian banget sih hidup lo. Pantes lo kayak cewek ngak punya didikan. Pantes sikap lo kayak P-E-LA-C-U-R.” Ucap Alex sambil menekan kata pelacur. Plak.... Naura menampar Alex. Cukup. Hati Naura terlalu sakit saat mendengar perkataan Alex. “Lo bisa ngehina gue sepuasnya, lo bisa nyebut gue sebagai cewek murahan tapi jangan pernah bahas mengenai orang tua gue, apalagi ngomong hal hal yang ngak pantas tentang mereka. Walaupun gue suka sama lo, bukan berarti lo bisa ngomong sesuka hati lo. Gue ngak akan biarin siapapun ngomong hal yang ngak pantas tentang orang tua gue, termasuk lo Lex.” Naura menangis sesenggukan, dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan ucapanya. “Dan ya, lo bener Lex. Selamat lo bener karena bilang gue sebagai cewek murahan. Gue emang murahan, dan hari ini gue bakal janji sama lo, kalau cewek yang lo sebut dengan cewek murahan ini, ngak akan ngejar ngejar lo lagi, gue ngak akan ganggu hidup lo lagi lex. I’M STOP HERE.” Ucap Naura dan langsung berlari meninggalkan Alex. “Lo bener bener ngak punya otak ya Lex. Gue pastiin lo bakal nyesel karena udah ngelakuin ini sama Naura.” Ucap Icha lalu berlari menyusul Naura.

Mega_Sari_Purba · History
5.0
168 Chs
Table of Contents
Volume 1

ratings

  • Overall Rate
  • Writing Quality
  • Updating Stability
  • Story Development
  • Character Design
  • world background
Reviews
Liked
Newest
neng_dia
neng_diaLv4
thearies24
thearies24Lv4

SUPPORT