webnovel

Pria Keren

Aku, Naya, dan Bambang langsung terlonjak kaget saat pintu markas Roullete tiba-tiba terbuka dengan kasarnya.

Aku masih menjalankan tugas dari Yogo, yaitu membantu Naya memasak untuk anak-anak aliansi.

Bambang membanting sendok ditangannya dengan kesal, lalu segera beranjak keluar dari dapur.

Tak lama kemudian, Bambang kembali ke dalam dapur diikuti Naca di belakangnya.

"Lo ngapain ke sini?" kalimat itu otomatis keluar dari mulut Naya, begitu ia melihat Naca.

Ah, mereka sungguh membuatku sakit kepala. Mereka lebih mirip seperti musuh bebuyutan dari pada sekutu.

"Bukan buat nyapa lo yang jelas!" ketus Naca.

Bambang yang berdiri di antara mereka pun langsung menutup matanya sambil memijit pelan pelipisnya.

Aku tahu apa yang dia rasakan. Tentu sangat melelahkan menyaksikan pertengkaran kedua gadis yang tak pernah ada akhirnya itu.

Aku sendiri hanya memilih diam, daripada berurusan dengan keduanya.

"Terus apa? Mau ngapelin Bambang?" Naya menatap Naca tajam.

Oh, tidak!

"Lo kalo bosen idup bilang!" Naca sudah melayangkan death glare-nya pada gadis itu.

Haruskah aku pergi saja?

"Lo berdua kalo ketemu, biasa aja bisa? Gausah pada ngegas!" Bambang menghela napas berat setelah mengatakan itu.

Naya langsung manyun sementara Naca langsung mengalihkan pandangannya dan mencomot sepotong kentang goreng dari piring.

"Paijo minta gue jemput makanan." seru Naca sambil melirik ke arahku.

"Ntar juga gue anter!" ketus Naya.

"Lo dilarang ke markas!" sergah Naca.

"Kenapa?"

Naca menyandarkan punggungnya pada dinding setelah mengambil sepiring kentang goreng lengkap dengan sausnya.

"Dia trauma. Takut lo kenapa-napa di jalan!"

Apa terjadi sesuatu sebelumnya? Kenapa Naya dilarang pergi ke sana?

"Gue kan sama Bambang, gak sendirian!" sentak Naya kesal.

"Kok lo malah ngegasnya ke gue?" sentak Naca.

Aku menghela napas panjang. Drama apa lagi, ini?

"Woi, yang di dalem! Keluar lo pada!" teriakkan keras seseorang, disusul dengan suara ricuh di luaran sana, membuat kami tersentak saking kagetnya.

Kami berempat langsung beranjak untuk melihat apa yang terjadi di luar sana.

Dan, segerombol abang-abang yang jelas bukan ABG lagi, sudah berdiri di depan markas Roullete.

Ada empat orang di sana, lengkap dengan tongkat kasti di tangan mereka. Mereka menatap nyalang ke arah kami dengan wajah memerah menahan amarah.

Apalagi sekarang? Apa mereka akan menyerang kami yang hanya memiliki satu pria di sini?

"Siapa yang kemaren ngerjain adek gue? Maju lo!" seru salah seorang di antara mereka.

Bambang menghela napas panjang, sementara Naca merengut seperti biasa. Naya dan aku hanya bisa melongo tanpa tahu harus melakukan apa.

"Siapa sih, adek lo?" tanya Bambang malas.

"Yufi!"

Yufi?

Aku melihat Naya dan Naca saling bertukar pandangan dan menghela napas berat.

Sepertinya aku pernah mendengar nama itu sebelumnya.

"Siapa di antara lo berempat yang gangguin adek gue?" si abang masih berapi-api.

"Gue! Kenapa? Mau balas dendam lo?!" sahut Naca dengan entengnya.

Apa dia gila? Bukankah lebih baik jika dia diam saja dan berpura-pura tidak tahu?

Si abang langsung mengayunkan tongkatnya ke arah Naca, tapi dengan cepat di tangkis oleh Bambang.

Bambang melempar sebuah tendangan kilat di perut si abang hingga ia terpental menjauh dari kami.

"Lo bertiga, masuk sana!" perintah Bambang.

Bambang meregangkan ototnya dengan tatapan nyalang yang terus tertuju pada mereka.

"Mereka berempat!" sergahku.

Bambang hanya melirik sekilas ke arahku, lalu tersenyum sinis.

"Lo terlalu ngeremehin gue Mel! Gue dipanggil Bambang bukan tanpa alasan!"

What?

Gundulmu Bambang!

Bambang menarik tanganku, dan mendorongku masuk ke dalam markas. Ia lalu menghampiri Naca, dan Naya, lalu meminta mereka masuk juga.

Aku langsung membalikkan badanku, dan kembali keluar untuk melihat apa yang akan terjadi.

"Masuk lo!" perintah Bambang ke Naca yang enggan masuk ke dalam.

"Ogah! Mereka ke sini nyari gue!" sahut Naca yang sudah bersiap melawan para abang yang lebih mirip preman itu.

"Lo di markas Roullete, lo dalam perlindungan gue sekarang! Jadi masuk sana lo!"

Wow. Tatapan Bambang yang begitu dalam membuatku berpikir keras. Dia terlihat sangat keren sekarang.

Bambang menarik belakang kerah kemeja Naca, lalu mendorong gadis itu ke arahku.

"Masuk kalian!" Seru Bambang sebelum dia terlibat perkelahian sengit dengan ke empat abang Yufi.

Entah mana yang abang dari gadis itu, yang jelas mereka semua di sini karena dia.

Aku, dan Naya, langsung menahan Naca saat ia hendak menghampiri mereka dan membantu Bambang.

"Lepas!" sentak Naca.

"Kata Bambang, dia bakal lindungin lo! Dia kalo udah serius kayak gitu gak boleh dibantah, ntar ngamuk!"

Setelah mengatakan itu, Naya menarik lengan Naca, dan menyeret dia masuk ke dalam markas.

Kami pun memperhatikan Bambang dari jendela.

Bambang sangat gesit, berkali-kali ia menendang dan melayangkan tinjunya ke abang-abang Yufi. Meski dia juga sempat terkena hantaman tongkat beberapa kali, Bambang mampu membalas mereka.

Mereka masih terus saling melayangkan serangan hingga para abang Yufi terjatuh lemas di aspal karena kehabisan tenaga.

"Cabut ajalah bos! Gak kuat gue!" seru salah seorang di antara mereka sambil menarik pria lainnya yang menjauh dari markas kami.

Bambang masih berdiri di sana. Ia memunguti tongkat-tongkat kasti yang berserakan di aspal dan membawanya masuk ke dalam markas.

"Astaga Bambang, itu muka lo bengep semua, om Uyon marah, habis lo!" pekik Naya begitu melihat wajah Bambang.

Jangan tanya seperti apa wajah Bambang saat ini!

"Berisik lo! Ternyata, berantem itu capek ya, ambilin gue minum, Mel!" Bambang ngabrek di sofa setelah meletakkan tongkat-tongkat itu di lantai.

Belum sempat aku beranjak dari tempatku, Naca sudah menyodorkan segelas air ke arah Bambang.

"Sakit ya?" tanya Naca dengan bodohnya.

"Enggak! Enak kok, mau coba?" Bambang meraih gelas dari Naca dan meneguk isinya sampai habis.

Seketika itu juga, aku langsung teringat dengan ucapan Bambang tadi malam.

Ia bertanya apakah aku ingin melihatnya berantem.

"Sok jago banget sih, Mbang?! Mereka berempat, kamu cuman sendirian!" celetukku kesal.

"Terus, lo maunya gimana? Gue diem aja biarin mereka ngelukain kita? Atau, lo mau gue biarin kalian ikut berantem?!" sahut Bambang dengan santainya.

"Halah, anjir lo! Lo tahu kalau gue sama Naca bisa bantu lo kalahin mereka! Sok-sokan ngelawan sendirian! Mau sok keren lo, di depan Melody?! Mau pamer lo, hah?!" samber Naya yang terlihat begitu santai.

"Pamer pala lo peyang?! Kalau gue sendiri aja bisa ngatasin mereka, kalian para perempuan gak perlu turun tangan! Gue laki! Paham, gak lo?!" geram Bambang.

Aku tersenyum tipis. Sikap dia ini, patut diberi dua jempol.

Andai dia bukan saudara temu gedheku, mungkin saja aku bisa jatuh hati pada pria ini.

"Tai lo, Mbang!" maki Naca.

Next chapter