3 Tangisan Pertama dan Terakhir

Mei menangis sesegukan di ruang tamu rumah mereka. Begitu pun dengan Juni dan Ahadia, hanya Januari yang tidak menangis. Entah Januari memang tidak merasa sedih atau dia bahkan tidak tahu apa yang membuat Mei menangis.

"Nak, mulai sekarang kalian bantu Mamak ya. Mei, sebagai sulung Mamak harap kau bisa merawat dan menjaga adik-adikmu selagi Mamak bekerja. Begitu pun dengan kalian bertiga, bantu kakak kalian ini menyelesaikan semua pekerjaan di rumah. Mulai sekarang, Bapak kalian bukan bagian dari keluarga kita lagi." berkaca-kaca mata Mamak saat ini.

Namun, kenyataan tak berjalan sesuai harapan Mei. Mamak jatuh sakit. Mamak juga tidak mau berbicara. Sepanjang hari Mamak hanya melamun dan menangis. Pekerjaan nya terbengkalai. Seminggu kemudian dia di pecat. Mei mengambil alih semua pekerjaan rumah. Tidak jarang Ahadia membantu Mei menyelesaikan pekerjaan rumah. Semakin hari kondisi mamak semakin parah. Mamak mulai melakukan kekerasan fisik ke Juni. Setiap malam Mamak memukul Juni dengan sapu sampai gagang sapu itu patah. Pernah juga Mamak melempar makan malam nya ke wajah Mei. Lalu memaki dan memukul Mei karena menurut Mamak masakan Mei terlalu pedas. Mei hanya diam membisu. Menahan semua sedih hati yang dirasakannya saat ini. Januari teriak melihat Mei di pukuli. Tak terima dia kakak tersayang nya terluka.

Semakin hari kondisi keluarga itu bertambah buruk. Hutang melilit pinggang. Bapak yang berjanji memberikan biaya hidup mereka tak nampak realitanya. Mei dan adik-adiknya semakin tidak terurus. Mei semakin sering bolos sekolah. Setiap harinya dia sibuk merawat Januari yang masih sangat kecil. Bully yang di terima Juni semakin parah. Awalnya Juni hanya pulang sedikit terlambat, lambat laun dia pulang dengan seragam sekolah penuh lumpur serta luka lebam di seluruh tubuhnya. Awalnya Juni hanya diam ketika Mei bertanya penyebab nya pulang babak belur. Namun, setelah Mei memaksa dan menangis melihat kondisinya, akhirnya Juni mau berbicara. Juni takut kondisi nya merepotkan kakaknya.

Mei sebagai sulung keluarga merasa bertanggung jawab atas penderitaan adik nya saat ini. Pagi-pagi sekali Mei berangkat sekolah hari ini. Sengaja dia berangkat pagi agar bisa mencari pelaku bully Juni. Di interogasi nya semua teman sekelas Juni. Awalnya teman-teman Juni memilih menutup mulut. Mereka tidak ingin berhadapan dengan preman di kelas Juni. Melihat kondisi itu membuat Mei habis kesabaran.

"Apakah kalian semua bisu ? tidak adakah seseorang yang bisa menjawab pertanyaan ku ?!!" Mei membanting meja di depannya. Terkejut seisi kelas mendengar meja di banting oleh Mei. Seorang anak lelaki bertubuh tinggi yang duduk di pojok kelas memaki Mei karena telah membangunkan tidur nya. Terhenyak Mei mendengar makian keluar dari bocah kelas 5 SD tersebut. Seketika dia sadar bahwa mungkin bocah yang memaki ini lah pelaku bully Juni. Dihampirinya bocah bertubuh besar itu. Lalu Mei berteriak kencang di dekat telinga bocah itu

"Hei bang**t, selama ini Juni selalu pulang terlambat dan babak belur. Apa kau tahu siapa penyebab Juni pulang babak belur setiap harinya ? " Mei menarik kerah baju seragam bocah besar itu.

" Oh, ternyata kau ini kakak nya Juni, si gagap itu ? apa kau tidak malu punya adik gagap begitu ? dia bahkan kesulitan untuk menyebutkan namanya sendiri. Aku memukulnya agar dia belajar dari kesalahannya." tertawa terbahak-bahak bocah itu.

Mei sudah tidak bisa menahan amarah nya lagi. Disikutnya lutut bocah itu sampai dia terjerembab ke lantai. Lalu Mei langsung duduk di atas bocah itu dan memukul wajah nya berkali kali. Bocah yang tak sopan itu berteriak minta tolong ke teman sekelas nya, namun tidak ada yang peduli. Darah segar mengalir dari hidung bocah itu. Gigi depannya patah. Wajah nya bengkak. Bocah itu tidak dapat dikenali lagi. Seorang guru masuk ke ruangan itu, mencari tahu penyebab keributan di kelas itu. Melihat pertengkaran hebat Mei dengan bocah itu membuat guru yang melihatnya tak bisa berkata lagi. Dia hanya memerintah kan mereka berdua datang ke kantor guru saat ini juga. Dengan sigap Mei berdiri dan pergi meninggalkan bocah yang babak belur itu. Tak peduli dia meski akan mendapatkan hukuman terberat. Siapapun yang mencoba menyakiti adik-adiknya akan mendapat siksaan terburuk yang pernah di bayangkan. Lambat laun Mei tumbuh menjadi pendendam dan ambisius.

Mei memilih tidur di kelas sejak pertengkarannya tadi pagi. Orang tua bocah itu menumpahkan semua amarah nya ke Mei. Tak pedulia mereka dengan kesalahan anak nya sendiri. Guru Mei juga memilih membela bocah preman itu karena orang tua Mei tidak hadir. Mei harus lari keliling lapangan sekolah nya sebanyak 30 kali. Dengan dengus kesalnya Mei melaksanakan hukuman itu meskipun menurutnya dia tak salah dalam hal ini.

" Mei, adikmu Ahadia ada di depan kelas kita. Dia mencari mu tuh.." Seketika Mei terbangun dari tidurnya.

"Desi, bilang saja ke adikku kalau aku sudah pulang ke rumah. Aku sedang tak ingin mendengar ceramah tambahan." berbisik-bisik Mei menyampaikan pesannya itu ke teman dekatnya, Desi.

" Hei kawan, temuilah adikumu itu. Kasihan sekali dia. Sejak tadi dia khawatir dengan keadaan mu. Apa kau tega ? " Desi mendekatkan wajah nya ke wajah Mei. Berusaha meyakinkan Mei.

"Haish.. Tolong jangan kau ceramahi aku lagi. " Mei sudah berjalan meninggalkan Desi sambil menggerutu sebal. Dari belakang Desi tertawa melihat tingkah temannya itu.

" Kakak jangan bertengkar lagi ya kak. Nanti kakak jadi terlihat jelek dan galak. Ahadia tidak mau punya kakak yang galak. ya kak ?" Tanpa basa basi Ahadia langsung menceramahi Mei.

"Iya Ahadia iya. Tadi kakak tidak bertengkar kok. Kakak hanya sedang menyingkirkan nyamuk yang membuat Juni terluka kok." Mei berusaha meyakinkan Ahadia dengan senyumnya.

"Sebelum berangkat sekolah kau sudah memandikan dan memberi makan Januari kan ? " Mei mencoba mengganti topik pembicaraan mereka dan juga memastikan kecemasannya sejak tadi.

"Sudah kok kak. Januari juga tenang saat kami berangkat tadi."

"Oh baguslah. Kau masuk ke kelas sana. Aku mau lanjut mengerjakan pr ku yang belum selesai. Mumpung Desi mau memberi contekan." Mei mendorong punggung Ahadia menjauh dari pintu kelas nya. Lalu dia pergi meninggalkan Ahadia masuk ke kelas. Setelah itu, dia melanjutkan tidurnya di kursi belakang.

avataravatar
Next chapter