1 Pertemuan dan Keributan

Disinilah Leo.

Berjalan dengan santai disaat semua siswa siswi berlari, dan ya, tak jarang lelaki itu di pandangi sepanjang detik yang berlalu.

Mata pelajaran pertama akan segera di mulai, namun niat Leo untuk mengikuti pelajaran tampak tidak ada sepersen pun. Seakan sekolah ini adalah milik nya, dan dia yakin jika nanti akan lulus dengan nilai terbaik. Baiklah, semua tau jika itu tidak akan terjadi, tapi kita tidak boleh berpikiran buruk sebelum bukti ada di depan mata.

Saat ini koridor sekolah sudah sangat sepi, seperti nya hanya ada dia sekarang. Dan itu lah dia, siapa yang perduli dengan jam mata pelajaran pertama ? jangan sebut nama Leo jika seseorang bertanya seperti itu, karna Leo tidak akan mau tau dengan suatu hal yang dia sebut 'membosankan:.

"Malas banget liat papan rata di tabur tinta."

***

"Pak cepatan dikit ya."

Renata melipat tangan didepan dada, nada gadis itu sangat gelisah, sesekali dia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Ini tidak menarik, lima menit lagi pagar akan ditutup, dan jika hal itu sampai terjadi, dia akan bertemu dengan lapangan upacara, oh ya, jangan lupakan tiang bendera sebagai pelengkap.

"Baik non, tapi saya juga akan hati-hati, nanti non Renata kenapa-napa." Pak supir menambah kecepatan mobil, namun tetap menyeimbangkan dengan ramai nya lalu lalang kendaraan. Renata menghela, dia sedikit pasrah.

Dia mengetuk-ngetuk benda apapun yang sedang dia jadikan alas tangan, terus berharap jika ketelatan tidak dia temui hari ini.

4 menit kemudian, mobil itu berhenti didepan pagar yang sedikit lagi tertutup sempurna.

"Renata duluan pak, hati-hati di jalan pak."

Renata buru-buru keluar dari mobil, lalu berlari masuk kegerbang sekolah tanpa peduli apapun lagi.

"Makasih pak," ucap gadis itu dengan bersemangat, dia memberi senyum terbaik. Joni, satpam sekolah yang tak pernah absen melihat gadis dengan rambut di kuncir kuda itu hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Nasib baik kamu nak, datang 4 menit lebih cepat," gumam satpam itu sambil memegang pagar besi dan segera menutup nya.

Renata berlari di sepanjang koridor, berharap guru kelasnya belum datang.

Dan lihat kebawah, gadis itu melupakan ikatan tali sepatu nya yang tidak teratur.

***

Leo masih berjalan dengan langkah yang sama, merasa bangga karna sebentar lagi dia tiba dikelas, namun mata Leo sedikit menyipit saat melihat murid perempuan yang belum pernah dia jumpai, bahkan belum pernah dia lihat sebelum detik ini.

Gadis itu sedang berlari, hal ini membuat Leo sedikit kesal.

Kalau bisa jalan kenapa harus lari, ck. Pikir nya seraya menaikkan bahu. Baiklah.

Bad luck.

Sangat buruk.

Tanpa sengaja Renata menginjak tali sepatunya hingga –

Bruk !

Gadis itu hilang keseimbangan, jatuh menimpa lelaki asing yang

Baru dia jumpai hari ini dengan ketidak sengajaan, dan sekarang persis di depan matanya, sangat persis.

Mimpi apa Renata semalam.

Mata mereka beradu, setelah beberapa detik Renata memutuskan kontak mata itu duluan, dia mengerjap beberapa kali, menarik badan nya menjauh dari lelaki yang entah berasal dari bagian bumi mana.

"Eh, m-maaf kak, maaf."

Renata segera berdiri dari posisi yang amat tak mengenakkan itu.

Setelah Renata berdiri Leo pun bangkit, matanya menatap mata Renata dengan tatapan sinis.

"Maaf maaf, enak aja Lu bilang maaf ! Kalo jalan, pake mata ! tolol banget ! kata maaf Lu itu, gak bakal bisa buat Gua langsung sampe di kelas, kata maaf Lu itu, gak bakal bisa balikin waktu Gua yang uda terbuang, dan kata maaf lu itu, gak bisa buat gua gak jatuh ketimpa lu."

Leo menunjuk mata indah Renata dengan jari telunjuknya, gadis itu secara otomatis memundurkan muka dari telunjuk Leo yang terlalu maju.

Renata sedikit tersentak, rasanya hari Ini dia memang sial, double sial, gadis itu membalas tatapan sinis Leo dengan tatapan horor ciri khas seorang gadis. Semua perkataan Leo dia anggap kekonyolan yang terlahir sempurna.

"Mata buat ngeliat, kaki buat jalan, jadi mohon atur susunan kata kakak sebelum dituturkan, nilai bahasa Indonesia kakak kena, pasti rendah kan, guru pasti gak suka sama orang yang ngomong nya gak di pikirin lagi."

Leo terdiam sekejap, berfikir, apa yang di bilang gadis ini benar, sedikit malu, Leo mencari sesuatu untuk mengganti topik yang sukses mempermalukan diri nya sendiri, pandangan nya segera beralih ke nametag Renata, lelaki itu mengangguk, ini dapat di jadikan peralihan yang tepat.

"Renata Nadine," ujarnya setelah membaca nametag yang terpajang simple dibaju gadis itu.

"Heh kak ! Ga sopan liat-liat!" Renata menutup nametag nya dengan tangan, lalu kembali teringat bahwa dia sedang terburu-buru.

"Seenak jidat Io panggil-panggil Gua kakak, emang Lu kelas berapa?" tanya Leo memelototi Renata, mata Renata menyipit untuk menghindari mata Leo yang sedikit lagi akan keluar.

"Berasa tua Gua, buset ni cewe."

"Pertama, aku kelas 11, kedua aku gak suka di pelototin! Gak lucu!" Renata menaikkan nada bicaranya, membuat Leo menutup telinga dengan tangan, lalu membuka nya lagi setelah gadis itu berhenti berteriak.

"Pertama, Gua itu seangkatan sama Lu, kedua, jangan panggil Gua kakak, karna Gua bukan kakak Lu. And, Gua gak akan mau jadi kakak Lu."

Leo meniru gaya bicara Renata, menekan di kata kakak yang dia lontarkan, Renata hanya bisa membesarkan mata, sedikit malu karna telah menyebut lelaki menyebalkan didepannya ini dengan sebutan 'kakak', tapi apa boleh buat, ini sudah terjadi.

Renata teringat lagi bahwa dia sedang buru-buru ke kelas, bagaimana jika guru nya sudah ada di dalam kelas dan –

Tidak !!.

Renata segera menggeleng kan kepala, berharap fikiran nya adalah suatu kesalahan.

Ini karna Leo !

"Nyebelin!" teriak Renata lagi pada Leo, lalu dia segera pergi, tidak peduli dengan lelaki yang menghabiskan waktu nya secara Sia-sia.

Leo menyelipkan tangan kedalam saku celana, dia melihat Renata yang berlari kecil menaiki anak tangga satu persatu.

"Aneh, stres." Ucap Leo pelan, lalu dia melanjutkan langkah kaki nya.

***

Bel tanda jam istirahat sudah berbunyi, semua anak yang mengeluh lapar segera berhamburan pergi kekantin. Tak terkecuali Renata dan Lian.

Mereka berjalan ke kantin dengan semangat extra, terutama Lian yang begitu excited.

Ya, gadis itu sangat rewel jika kelaparan. Lian mencari meja yang masih kosong, lalu mereka duduk disana setalah memesan makan dan minum.

"Li." Renata membuka obrolan baru.

"Paan?"

"Tadi kan Gua telat datang, terus pas mau ke kelas Gua nabrak cowok, Gua kesal serius, gaya nya sok kece banget, dan Lu tau yang paling nyebelin, Gua manggil dia kakak, astaga!, padahal dia seangkatan kita."

Lian melihat Renata dengan tatapan aneh, Renata mengangguk.

"Sok kece?" tanya Lian heran, Renata mengangguk lagi.

avataravatar
Next chapter