22 22. Sekeping Ingatan yang Muncul Ke Permukaan

Lo... inget sama gue?_Binar.

.

.

Skala yang melihat mobil Binar mendekat, malah sengaja pergi menjauh. Namun rupanya, Binar terlanjur melihat sosok Skala, alhasil dia keluar dari mobil dan menarik tangan gadis itu. "Eits, mau kemana? Udah di tungguin malah kabur," omel Binar masih mencengkeram tangan Skala.

"Eh, ada pentolan korek. Sorry gue gak lihat," ejek Skala senyum tiga jari.

"Ck bohong juga yang cerdas dong, La. Masa' lo nggak lihat cowok cakep seantero Jakarta yang nongol di depan muka lo gini," omel Binar narsis.

Skala hanya menatap Binar keki. "Pede banget sih, Lo," sungut Skala.

"Duh, lo tuh ngegemesin banget, sih," oceh Binar lantas mengacak-acak rambut Skala hingga kusut.

"Aduh tuh anak kemana, sih?" Perasaan udah gue sms dari 20 menit yang lalu deh. Tapi kenapa sampai sekarang dia belum nongol-nongol. Ditelfonin nggak diangkat lagi. Kebiasaan deh tuh anak, gerutu Skala sembari menghentak-hentakan kakinya pada tanah yang dipijaknya.

Dengan bibir tertekuk gadis itu berjalan mondar-mandir di halaman depan sekolahnya.

"Eh eh... kok malah hujan, sih," celoteh Skala seraya bergegas mencari tempat berteduh di halte dekat sekolahanya. "Hufft dingin banget lagi. Awas aja kalau tuh anak muncul! Bakal gue cincang-cincang sampai jadi perkedel, udah bosen jadi pacar gue apa?" omelnya seraya merapatkan tangan memeluk tubuhnya, saat ini dia sedang berdiri meneduh .

"Emangnya dengan ngomel-ngomel kayak gitu, pacar lo bisa muncul tiba-tiba?" timbrung seseorang yang duduk di bangku halte dibelakang Skala.

"Ya enggak sih, tapi paling nggak 'kan gue bisa ngeluapin kekesalan gue," celoteh Skala. "Eh, loe anak Roma juga?" tanyanya kemudian sembari duduk dibangku yang sama dengan laki-laki itu. Skala masih belum hafal dengan murid-murid di SMA Roma, wajar saja karena dia baru masuk sekolah selama 3 minggu. Sedikit penasaran dengan lelaki yang memakai celana kain warna hitam serta seragam sekolah yang tertutupi jaket birunya, membuat gadis itu mempertanyakan tempat sekolahnya.

"Bukan gue anak Deandles. Lo sekolah di sini?" tanya balik lelaki itu seraya memandang ke arah bangunan yang menjulang di ujung jalan.

"Oh, Deandles, toh. Iya, gue sekolah di Roma," jawab Skala tersenyum manis.

Hening sejenak karena Skala sibuk dengan gadgetnya sedangkan lelaki itu sibuk dengan pemikirannya.

"Lo kedinginan, ya? Nih, pakai aja jaket gue. Ntar lo masuk angin lagi," ucap laki-laki itu saat melihat gadis yang duduk disampingnya ini mengusap-usap lengannya dan memeluk erat tas oranyenya.

Dengan cepat lelaki itu memakaikan jaket birunya pada pundak Skala, walaupun sempat kaget namun dengan cepat dia bisa mengontrol ekspresinya. Entah karena feeling atau memang terlalu polos dengan santainya Skala membiarkan jaket lelaki itu membalut tubuh kurusnya tanpa rasa curiga sedikitpun. Walapun dia sadar kalau orang yang memberikan jaket itu masih dalam kategori orang asing untuknya.

"Lo itu ceroboh banget, sih! Lo 'kan baru kenal sama gue, lo nggak curiga sedikit pun sama gue? Lo nggak takut kalau gue berbuat sesuatu sama lo?" tanya laki-laki itu memandang wajah polos Skala dalam-dalam.

"Lo punya niat buruk kayak gitu?" tanya Skala santai.

"Ya enggaklah," jawab laki-laki itu terbata dan segera memalingkan wajahnya ke arah lain guna menutupi kegugupannya.

"Ya udah, apalagi yang harus ditakutin," celoteh Skala lagi-lagi membuat laki-laki tadi terkekeh heran.

"Polos banget sih, lo," celoteh lelaki itu tanpa sadar tangannya mengayun mengusap-usap rambut Skala lembut.

"Kita pernah kayak gini, 'kan?" bisik Skala lirih.

Binar menatap wajah Skala bingung.

"Lo pernah ngusap rambut gue, waktu gue masih sekolah di Roma."

Binar yang masih kaget hanya diam di tempatnya. Sekeping ingatan muncul di benaknya, dulu saat kali pertama dia bertemu dengan Skala secara langsung. Gadis itu mengingatnya

"Lo ingat," gumam Binar dalam bentuk pernyataan dan bukannya pertanyaan.

"Kita dulu sedekat apa?" tanya Skala lirih.

Binar masih diam di tempatnya, kemudian dia berujar pelan. "Kita...."

Tiinn... Tiiinnn...

Buni klakson mobil jemputan Skala membuyarkan obrolan mereka berdua. Pak Udin keluar dari mobil dan langsung menghampiri Skala.

"Maaf, Non. Saya telat jemput, tadi ada sedikit masalah sama mesin mobilnya," ujar Pak Udin menjelaskan perihal keterlambatannya.

"Iya, nggak apa-apa, Pak," sahut Skala pelan.

"Ya udah, ayo, Non. Nyonya sudah nelfonin dari tadi," ajak Pak Udin.

"Iya, Pak," sahut Skala. Gadis itu menatap ke arah Binar sejenak, sebelum kemudian ikut masuk ke dalam mobil bersama Pak Udin. Mobil hitam tersebut meninggalkan rasa penasaran Skala di halte bersama dengan Binar.

avataravatar
Next chapter