21 21. Kembali Mengingat Luka

Lo nggak bisa kembali ke masa lalu, Nar. Lo nggak bisa memperbaiki apa yang sudah lo rusak_Dastan.

.

.

.

Dastan kembali ke SMA DEANLDES dan menemukan Binar masih di dalam kelas yang tadi. Kelasnya Skala. Lelaki itu melihat betapa kacaunya ruangan itu, bahkan juga dengan kondisi Binar. Betapa mengenaskan nya penampilan Binar saat ini.

"Ingatan Skala belum balik. Lo pengen denger itu, 'kan?" ucap Dastan berdiri tak jauh dari Binar yang duduk di lantai kelas, dihadapan kursi dan bangku yang berserakan tidak pada tempatnya.

"Gue berharap dia ingat semuanya," balas Binar menatap tajam ke arah Dastan. "Gue mau dia ingat tentang kejadian dulu! Dia harus ingat tentang luka dan kesakitan itu!" teriaknya penuh dengan amarah.

"Skala nggak berhak nerima kesakitan itu, Nar. Orang yang pantas menderita karena kejadian dulu itu, elo dan bukan Skala! Lo penyebab semua ini terjadi!" balas Dastan ikut bereriak.

Binar tak bergeming di tempatnya. Laki-laki itu terperanjak akan kalimat yang keluar dari mulut Dastan barusan. Nafasnya tiba-tiba saja terasa berat, seperti ada sebongkah batu yang menekan dadanya. Rasa sakit tak kasat mata mengiris relung hatinya, membuatnya berdarah-darah dan juga terluka.

"Bukan salah gue," gumam Binar pelan. "Ini semua bukan salah gue."

"Lo nggak bisa kembali ke masalalu, Nar. Lo nggak bisa memperbaiki apa yang sudah lo rusak." Begitu mengatakan hal itu, Dastan segera beranjak pergi. Niatan awalnya yang ingin menghajar Binar lenyap sudah saat melihat betapa nelangsanya laki-laki itu.

*****

Binar semakin memperlihatkan kebenciannya pada Skala, sering menganggu gadis itu. Terlebih lagi semenjak Skala mengetahui fakta bahwa dia dan Dastan berpacaran. Seperti pagi ini, Skala sedang duduk manis di kursinya karena datang terlalu pagi. Kelasnya masih kosong tak berpenghuni.

Dari jendela, gadis itu dapat melihat sosok Binar yang melintas di depan kelasnya. Melihat gerak-gerik lelaki itu yang akan menghampirinya, Skala bergegas beranjak berdiri. Dia tidak ingin paginya di sambut oleh sikap menyebalkan Binar.

"Eits, mau kemana, La? Nyantai dulu lah." Binar memegang pundak Skala dan menekannya hingga kembali duduk.

"Mau lo apa, sih? Gue nggak ada urusan sama lo," ketus Skala.

"Kita emang nggak ada urusan, tapi gue lagi bosen, jadi gue mau nyari masalah," kekeh Binar tersenyum mengejek. Laki-laki itu lantas mengutak-atik ponselnya, kemudian mendial nomor kontak seseorang.

Skala menatap gerak-gerik Binar dengan mata menyipit kesal.

"Halo, Bro, apa kabar?" sahut Binar setelah telfonya tersambung.

"Nggak usah basa-basi, mau lo apa?" desis suara di seberang telfon.

"Wah, lo pagi-pagi udah ngegas gini... lupa sarapan?" Binar tertawa mengejek. "Atau lo lagi panik karena cewek lo ada di kawasan gue?" imbuhnya menyebalkan.

Skala menatap Binar sinis, gadis itu sadar kalau orang yang di telfon Binar adalah Dastan.

"Brengsek!" maki Dastan di seberang. "Urusan kita nggak pernah ngelibatin cewek! Lo tau itu!" desisnya tajam.

"Tau kok, tau... tau banget malah." Binar sengaja memancing amarah orang yang di telfonya. "Tapi 'kan... colak-colek dikit, boleh lah... Ya, nggak, La," godanya pada Skala. Laki-laki itu mencolek dagu Skala, kemudian tersenyum jail karena pekikkan dari si pemilik dagu.

Mendengar jeritan Skala barusan, Dastan sadar kalau Skala ada di dekat Binar. "Sial. Nar, gue peringatin, ya! Jangan sentuh Skala, bangsat!" maki Dastan kalap.

"Hahahhaha." Binar tertawa kencang. Menertawakan kepanikan kapten tempur sekolah ROMA. "Ya udah deh, cukup sampai di sini aja, gue godain cewek lo. Ntar, lo nekat pindah sekolah ke sini lagi. 'Kan repot kalau tawuran sama keluarga sendiri. Bye, Das! Lo nggak usah khawatir, gue jagain cewek lo, kok," oceh Binar panjang lebar. Laki-laki itu kemudian menutup sambungan secara sepihak. Membiarkan Dastan memakinya di manapun dia berada saat ini.

*****

"Brengsek!" maki Dastan nyaris membanting ponselnya ke lantai. Laki-laki itu memaki orang yang telah membuatnya kalap dan juga panik.

"Binar ngapain lagi? Masih gangguin Skala?" tanya Enggar.

Dastan mengangguk, sibuk mengontrol emosinya yang semoat tersulut.

"Terus lo sekarang gimana?"

"Apanya?" Dastan menaikkan alisnya karena tak paham dengan pertanyaan Enggar barusan.

"Ya, hubungan lo sama Skala. Lo sekarang pacaran sama anak Deandles, Das."

"Gue nggak perduli. Gue pacaran sama Skala udah hampir 2 tahun."

"Gue sama anak-anak yang lain mungkin ngerti, kita semua juga dukung lo. Tapi 'kan judulnya tetap anak Roma pacaran sama anak Deandles. Gimana respon anak-anak satu sekolah? Ntar lo di kudeta lagi."

"Sekarang yang jadi prioritas gue itu Skala. Gue nggak perduli sama yang lain, apalagi masalah pangkat," ujar Dastan serius.

*****

"Mau jadi apa kamu, kalau setiap pulang ke rumah selalu luka yang kamu dapat?" teriak lelaki paruh baya  saat melihat putranya pulang sekolah dalam keadaan babak belur. "Berantem saja terus!"

"Pa, sudah. Biarkan Binar istirahat dulu, pasti dia capai sehabis pulang sekolah," lerai Sang Istri menenangkan suaminya.

"Halah, sekolah apanya? Jangan-jangan dia pamit berangkat sekolah tapi ternyata bikin ulah di tempat lain."

"Aku ke kamar dulu," ujar Binar pamir pergi.

"Dasar anak jaman sekarang! Hidup enak di sekolahkan, tapi malah melakukan hal-hal yang tidak penting."

Omelan lelaki beruban itu masih dapat di dengar oleh Binar yang berjalan menaiki anak tangga. Remaja itu mendengkus mendengar Omelan Papanya barusan.

"Kalau tau kayak gini, lebih baik gue di omelin terus-terusan daripada harus diabaikan seperti ini," gumam Binar pelan.

Lelaki itu rebahan di atas kasurnya. Memori singkat yang melintas di kepalanya membuatnya teringat akan orang-orang yang dia sayang.

"Binar merindukan kalian," gumamnya pelan.

Bi Sarni yang hendak memanggil anak majikannya untuk sarapan, mengelus dadanya di depan pintu kayu berwarna hitam tersebut. Meratapi nasib malang yang menimpa putra majikannya. Sudah beberapa bulan ia melihat Binar kesepian tanpa kehadiran sosok orangtua yang seharusnya mengasihinya.

"Jika saja kejadian itu tidak terjadi, jantung itu akan tetap berdetak dan Mas Binar tidak akan semenderita ini," gumam Bi Sarni pelan. Meneteskan air matanya dalam diam.

avataravatar
Next chapter