20 20. Lo butuh waktu, gue kasih, La

Gue nggak ingat apapun tentang lo, jadi gue perlu waktu untuk menerimanya. Nggak bisa diomongin sekarang_Dastan.

.

.

.

Sore itu Skala duduk gelisah di bangkunya, gadis itu tengah bimbang antara menghubungi Dastan atau tidak. Layar ponsel pintarnya menunjukan nomor kontak milik Dastan yang diberikan oleh Gia kemarin di Mall. Gadis itu bahkan sudah menyuruh supirnya untuk tak menjemput karena rencananya untuk mengobrol dengan Dastan.

Semalaman dia tidak bisa tidur dan terus memikirkan ucapan Gia kemarin, fakta bahwa ternyata dia dan Dastan menjalin hubungan sungguh membuatkan kaget.

Skala tidak menyangka kalau orang yang dikenalkan Gia sebagai teman sekolah beberapa minggu yang lalu adalah pacarnya. Laki-laki yang beberapa kali main ke rumahnya adalah pacarnya. Tapi dia samasekali tidak ingat dengan lelaki itu.

Skala menghembuskan nafasnya berat, berkali-kali dan tetap tak membuatnya tenang. Menoleh ke arah bangku samping, gadis itu kaget karena Binar sudah duduk manis di bangku sebelahnya itu. Skala terlalu lelah untuk menanggapi sikap Binar sekarang, gadis itu memilih untuk mengabaikannya.

"Kenapa? Lo kayaknya lagi fikirin sesuatu," tanya Binar.

"Nggak usah sok tau," balas Skala dingin.

"Bukannya sok tau, tapi gue emang tau."

"Tau apa? Jangan-jangan lo juga tau kalau gue sama Dastan itu pacaran."

Binar terlihat kaget dengan ucapan Skala barusan, laki-laki itu segera beranjak berdiri dan menghampiri bangku Skala. "Ingatan lo udah balik?" tanya Binar kemudian.

"Jadi bener ya? Gue sama Dastan pacaran," gumam Skala. Respon Binar cukup menjawab pertanyaannya barusan.

"GUE TANYA INGATAN LO UDAH BALIK APA BELUM!" teriak Binar kalab. Laki-laki itu mengguncang-nguncang pundak Skala kasar hingga gadis itu kesakitan.

"Nar, lepasin! Lo nyakitin gue," mohon Skala meringis kesakitan.

"JAWAB PERTANYAAN GUE, LA!" teriak Binar lagi.

Lelaki itu masih tak melepaskan cengkeramannya pada pundak Skala. Hingga akhirnya ada tangan yang menarik pundak Binar hingga lelaki itu terjungkal ke belakang. Pemilik tangan itu kin berdiri di tengah-tengah antara Skala dan Binar.

Dastan, gumam Skala pelan.

Dastan hanya menoleh ke belakang, kemudian meraih pergelangan tangan gadis itu, membawanya keluar ruang kelas.

"Argh, brengsek!" teriak Binar marah. Lelaki itu menendang bangku dan kursi yang ada di dalam ruang kelas tersebut.

Dastan yang mendengar teriakan Binar barusan semakin menggenggam erat tangan Skala, secepat mungkin membawa pergi gadis itu dari sini. Sedangkan Skala yang masih kaget hanya terdiam, menurut saja saat Dastan membawanya ke motor besarnya, memakaikan helm di kepalanya bahkan menurut saat Dastan meminta Skala untuk naik motornya. Dastan berniat untuk mengantar Skal pulang ke rumahnya.

Di perjalanan, mereka berdua sama-sama terdiam. Tak ingin membahas apapaun. Mereka memilih menikmati padatnya jalanan Jakarta, semburat oranye yang mulai timbul juga desiran angin yang menerma keduanya. Hingga beberapa menit kemduian mereka berdua sampai di rumah Skala. Gadis itu turun dari motor dengan hati-hati.

Dastan membuka helm fullface-nya, kemduian menerima uluran helm dari Skala. Lelaki itu kemudian menatap lekat wajah milik orang yang paling dirinsukannya itu. Ingin sekali itu mengusap peluh di dahi Skala, merapikan anak rambutnya yang berantakan dan juga memeluk sosok di hadapannya ini.

Sepulang sekolah tadi, mas Raka mengatakan tentang pertemuannya dengan Skala di Mall. Begitu mendengar hal itu, Dastan segera melajukan motornya ke rumah Skala, namun rupanya gadis itu belum pulang sekolah. Lelak itu memutuskan untuk ke SMA Deandles, dia menunggu lama tak jauh dari gerbang sekolah namun sosok Skala tak kunjung dilihatnya.

Kemudian dia menghubungi Gia, menyanyakan apakah Skala menghubunginya. Lalu Gia menceritakan masalah kemarin, juga mengenai Skala yang sudah tau tentang hubungan mereka.

Dastan memutuskan untuk masuk ke dalam area sekolah, dia sudah tak perduli dengan bahaya yang akan dia hadapi. Tentu saja fakta bahwa pentolan Roma berada di area Deandles akan menggemparkan dua sekolah itu, mungkin saja dia akan di serang oleh anak-anak dari Deandles. Tapi Dastan tidak perduli, fokusnya saat ini hanya Skala.

Setelah mencari-cari kelas Skala, akhirnya dia menemukannya dan apa yang dilihatnya sunggu membuat emosinya meledak. Binar tengah berbuat kasar pada Skala. Tanpa menunggu lagi, dia langsung menarik pundak Binar agar Skal bisa terlepas dari cengkeraman Binar. Dastan segera membawa gadis itu pergi dari hadapan Binar. Dastan tau kalau saat itu Binar sedang kehilangan kendali atas dirinya. Laki-laki itu tengah emosi, akan sangat berbahaya kalau sampai Skala masih berada di sekitar Binar.

"La," panggil Dastan pelan.

"Gue butuh waktu, Das," sahut Skala tanpa menatap lawan bicaranya.

Dastan hanya diam mendengarkan, menatap wajah Skala yang menunduk dengan sendu.

"Gue nggak ingat apapun tentang lo, jadi gue perlu waktu untuk menerimanya. Nggak bisa diomongin sekarang," ucap Skala lirih.

"Gue ngerti," balas Dastan pelan. "Lo masuk gih, gue pulang dulu."

Skala kemudian berbalik masuk ke dalam rumah, setelah melihat Skala benar-benar sudah masuk ke dalam rumah, Dastan melajukan motornya kembali ke sekolah Deandles. Masalahnya dengan Binar masih belum selesai.

avataravatar
Next chapter