1 Poligami Pekerjaan

Ruangan itu sempit. Berisi sebuah meja kayu berwarna coklat keemasan dan tumpukan berkas dan dokumen penting. Dindingnya berwarna putih dan pudar, menunjukkan kalau ruangan itu sudah lama tak dapat perawatan. Sebuah lemari panjang berdiri dibelakang, berisi beberapa buku, katalog, dan miniatur motor yang serupa dengan motor-motor yang mereka jual.

Pak Daniel duduk di kursi kebesarannya. Ia berusia paruh baya dengan semangat tinggi. Dia adalah Kepala Dealer, atasan Rinai yang sudah menjabat di dealer setahun terakhir.

Rinai sendiri duduk di hadapan Pak Daniel. Matanya jelalatan dengan lutut yang bergoyang pelan. Mendadak pagi ini Pak Daniel memanggil dia, tapi sampai sekarang yang bersangkutan malah sibuk sama kacamatanya, dan membuat Rinai menunggu dengan kebingungan.

Rinai menerka-nerka apa yang mau dibicarakan oleh Pak Daniel. Apa mungkin Pak Daniel mau naikin gaji Rinai? Duh… jadi terharu. Pak Daniel baik banget, sih! Tisu mana tisu? Rinai mau nangis.

"Kamu admin penjualan, kan?" Pak Daniel mengakhiri kebisuan mereka. 

"Iya, Pak," jawab Rinai.

"Sejak kapan kamu bekerja di sini?"

"Udah setengah tahun lebih, lah, Pak."

"Udah lama, ya." Pak Daniel mengangguk-angguk. Ia mengambil saputangan dan mulai melipat-lipat. "Nah, kan kamu tau ya, kalau dealer kita ini sekarang dipegang sama Pak William. Karena penjualan kita akhir-akhir ini juga turun, jadi saya dapat perintah dari Pak William untuk mengurangi jumlah karyawan," Pak Daniel mendesah lelah, "Karena itu, untuk sementara kamu merangkap, ya, jadi CS."

Eh, tunggu!

Gimana-gimana?

Kok, kayak ada yang beda?

Mana kata gajinya?

"Gimana, Pak?" Rinai bertanya ulang. Ia mungkin salah dengar.

"Kamu ngerangkap mulai besok jadi Counter Sales," ulang Pak Daniel.

Loading …

1 ...

2 ...

3 ...

APAAA?!

DEMI APA ITU GAK SESUAI DENGAN APA YANG RINAI PIKIRKAN TADI?!

Tunggu-tunggu, harusnya kan skenarionya kayak gini: 

(Khayalan Rinai)

Pak Daniel: Rinai, kamu udah bekerja keras begitu banyak selama ini.

Rinai: Iya, Pak. (Malu-malu)

Pak Daniel: Saya mau kasih kamu hadiah.

Rinai: Hadiah apa, Pak?

Pak Daniel: Iya. Karena kamu udah bekerja keras, saya mau kasih kenaikan gaji 3x lipat!

Rinai: (Sok nolak) Gak-gak usah Pak. Saya kerjanya ikhlas, kok.

Pak Daniel: Gak pa-pa, Nai. Saya juga ikhlas

Rinai: Tapi saya sungkan. Kan dealer lagi krisis.

Pak Daniel: Jangan khawatir! Saya ini kan kaya, jadi hobinya riya dan foya-foya. Kalo nanti habis, ya tinggal kita cari lagi. HAHAHAHAHA (Ketawa setan)

Rinai: HAHAHAHAHAHA (Ikut ketawa setan)

Dan kemudian mereka berdua menguasai dunia!

The end.

Ta-tapi ...

KENAPA TIDAK SEDIKIT PUN MENDEKATI DENGAN APA YANG RINAI KHAYALKAN?! 

"Jadi, ya, kamu bantu-bantu dulu lah, ya. Kan penjualan juga turun, harusnya gak terlalu sibuk lah," sambung Pak Daniel lagi, memutuskan lamunan Rinai.

Rinai menarik napas panjang. Sebenarnya, ia bukan lah yang pertama. Hampir semua karyawan dealer merangkap kerja sejak Pak William mengambil alih dealer. Alasannya sederhana, supaya bisa menghemat biaya, tapi sudah menjadi rahasia umum kalau dealer sedang krisis. Satu per satu karyawan dirumahkan. Rasanya begitu pilu setiap kali mereka pamit. Karena semua tahu mereka tak akan kembali lagi. Itu adalah pemecatan secara halus. Dan Rinai yakin, cepat atau lambat akan datang gilirannya. Pilihan hanya ada 2; rangkap kerja atau dirumahkan.

Setelah kedatangan Pak William, begitu banyak aturan yang berubah. Dimulai dari menghilangkan reward untuk karyawan yang rajin, mengurangi jatah uang makan, sampai insentif untuk marketing yang diperkecil.

Sebulan sejak aturan baru diberlakukan, banyak marketing yang mendadak hilang dari peredaran. Tentu saja hal itu memberikan dampak besar untuk perusahaan, tapi Pak William berkilah bahwa turunnya penjualan bukan karena aturan barunya, namun karena memang Pak Daniel yang tidak mampu menjadi Manajer.

Pak Daniel tentu berusaha untuk mempertahankan marketingnya, karena bagi perusahaan retail seperti mereka, marketing adalah ujung tombak perusahaan. Namun, meskipun mereka merasa betah memiliki bos seperti Pak Daniel, bukan berarti itu akan membuat penuh penanak nasi di rumah. Beberapa dari mereka tetap pindah ke dealer sebelah, yang lebih royal.

Sebagian lagi ada yang tinggal, namun tentu saja tidak membawa banyak perbedaan. Jualan bulanan masih diangka 100, hanya satu per tiga dari penjualan yang biasanya. Dan juga adanya kabar yang beredar bahwa beberapa karyawan yang tinggal lebih memilih melakukan kecurangan. Mereka sih bilangnya OD, tapi Rinai tidak benar-benar mengerti apa itu OD. 

"Karena kamu Admin Penjualan, saya rasa bisalah kerja merangkap jadi Counter Sales. Nanti kalau bisa jual unit, kamu bisa dapat insentif. Lumayan, menambah gaji," bujuk Pak Daniel lagi. "Jadi, mulai besok kamu turun ke bawah, ya. Biar bisa bantu Sutan. Itu lah, udah hampir dua minggu dia sendirian merangkap jadi counter sales, kasian juga dia."

GAK-MA-U!

Rinai gak mau!

Rinai kan tipe setia, cukup satu saja, gak mau mendua. Sekarang malah disuruh poligami pekerjaaan, moh lah!

Kerjaan Rinai sudah cukup banyak tanpa harus disuruh ikut jualan unit! Meski Rinai juga gak nolak naik gaji.

"Tapi Pak, kalau saya juga jualan unit, nanti pekerjaan saya sebagai Admin Penjualan gimana? Kan komputernya khusus, letaknya di lantai 2." Rinai mulai berargumen. Berani mati! Ia harus berjuang sampai titik darah penghabisan. Ini demi kesejahteraan dan kedamaian di masa depan. Ia gak keberatan kerja banyak, tapi harus masuk akal. Bagi Rinai, kerja merangkap itu gak masuk akal, kecuali kalau gajinya juga ikut rangkap.

Ini gak boleh dibiarkan.

Rinai harus menolak mati-matian!

Pak Daniel tertegun sejenak, membuat Rinai merasa menang karena sudah berhasil mematahkan niatnya. Mungkin ia tidak menduga masalah ini sebelumnya. Ia tampak berpikir dengan serius. Dalam hati, Rinai berharap Pak Daniel kehabisan akal dan menyerah, terus Rinai gak jadi kerja rangkap, terus gak perlu jadi Counter Sales, horeee!

Tapi sayangnya, Pak Daniel bisa menjadi Kepala Dealer bukanlah tanpa alasan, dia bukan orang bodoh. Ia adalah orang yang diminta langsung oleh pemilik sebelumnya untuk mengurus dealer. Meski masih muda, ia cakap dan cerdas. 

"Kalo komputer kan gampang, tinggal di pindahkan aja ke counter. Nanti minta Dewa bantu angkatin. Bisa tu, gampang, lah." Pak Daniel mengangguk-angguk, tampak bangga pada dirinya sendiri karena bisa menemukan solusi. Beda jauh dengan Rinai yang mulai menangis di dalam hati.

Kenapa sih, Tuhan nggak bikin aja Pak Daniel telmi (telat mikir) sejenak, jadi Rinai kan gampang bersilat lidah. Seenggaknya sampai dia menemukan orang lain yang bisa ngerangkap jadi counter sales. 

Rinai gak bisa diginiin!

"Mulai besok kamu udah mulai di counter, ya! Nanti setelah pulang, saya suruh Dewa mindahin komputer kamu. Jadi kalau lagi gak ada konsumen kan kamu bisa input penjualan."

Rinai sudah membuka mulut hendak bicara, yang langsung dipotong pak Daniel. "Ha-ah, pusinglah. Pak William mintanya setengah dari karyawan di pangkas aja. Karyawan kita dinilai terlalu banyak. Ini aja masih ada beberapa karyawan yang harus saya rumahkan. Sebenarnya saya gak mau, tapi mau gimana lagi. Terpaksalah." Pak Daniel memijat-mijat keningnya. "Gak apa lah ya, kamu rangkap jadi CS dulu. Nanti kalau penjualan kembali naik, kita coba bujuk Pak William lagi untuk nambah CS."

Dengan berat hati, Rinai mengangguk sedih. Ia gak bisa melawan. Mending kerja rangkap dibanding dirumahkan. Setelah Pak Daniel mengakhiri pembicaraannya, Rinai kembali ke ruang admin penjualan yang terletak di lantai dua dengan lemas.

Rinai rasanya ingin menolak dengan tegas, tapi masa depan suram yang menantinya alias jadi pengangguran lebih mengerikan dibandingkan harus rangkap kerja.

Jadi admin STNK saja sudah sangat sibuk. Ia memiliki banyak jobdesk, laporan, dan tetek-bengek lainnya yang harus diurus. Rinai khawatir ia akan mati muda karena kelelahan bekerja.

Walaupun saat ini dealer mengalami penurunan penjualan, itu tidak berlaku untuk pekerjaannya sebagai admin. Tetap banyak seperti biasa. Bahkan lebih banyak dari sebelumnya, karena Pak Daniel juga memintanya untuk merekap penjualan tahun-tahun lama, membantu marketing membuat rencana program kerja, dan hal-hal lainnya.

Rinai juga merasa tidak siap menjadi Counter Sales. Ia menjadi admin karena kurangnya kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Ia merasa kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain, dan menjadi CS ( Counter Sales ) sendiri akan menuntutnya untuk dalam mengambil hati konsumen.

Ini sama saja dengan bunuh diri. Ia akan berakhir kena pecat juga, cuma sedikit lebih lama dan lebih berwarna jalannya. Rangkap CS dulu, turun ke lantai 1 dulu, gabung sama tim counter dulu, habis itu baru deh, duarrr ... dipecat. Yey, selamat Rinai! Selamat ya, Rinai!

Ishhh!

Rinai pengen nangis aja!

Naik ke lantai dua, Rinai langsung masuk ke ruangan berukuran 3x3 meter. Itu adalah markas kerja Rinai yang sudah ia tempati selama 6 bulan terakhir. Tempat itu bisa menampung beberapa karyawan dan lemari arsip. Di dalam ruangan ada 4 buah kursi, yang biasanya ditempati Rinai, Bang Dewa, dan 2 orang rekan lainnya. Tapi sekarang, 2 kursi itu kosong, ditinggalkan pemilik yang sudah menempati mereka bertahun-tahun karena dirumahkan. Saat ini, hanya dia dan Bang Dewa yang masih dipertahankan Pak Daniel.

Melirik kedua kursi itu, sejujurnya Rinai merasa tidak enak hati. Dua rekannya dirumahkan tak lama sejak Pak William datang. Pak William berpikir kalau pekerjaan mereka bisa di handle oleh admin lain, jadi langsung memangkas mereka begitu saja. Sejujurnya, Rinai beruntung masih bisa bertahan saat yang lain bahkan tidak diizinkan berjuang.

Ya … mungkin Rinai harus mencoba menerima dengan ikhlas tugas baru ini. Bagaimanapun, ini bukan sesuatu yang bisa ia tolak dan abaikan begitu saja. Jika dia tidak berdamai dengan situasi dari awal, itu akan berpengaruh pada kinerjanya.

"Dikasih tugas siapa, Nai?" Itu Bang Dewa. Ia menatap Rinai dengan pandangan 'Pekerjaan admin yang dirumahkan mana yang dilimpahkan ke kamu?' Soalnya sudah hampir setengah karyawan pada kena PHK. Jadi mudah untuk menebak itu.

Rinai tersenyum miris. Ia tidak mau pindah sama sekali! Meski ruangan ini begitu sempit dan penuh dengan dokumen, tapi Rinai sudah di menetap di sini sejak pertama kali kerja. Ibarat rumah, ruangan ini sudah seperti kamar, tempat paling nyaman dan paling bebas. 

"Jalanin aja dulu, nanti kalau nggak sanggup, coba ngomong lagi," sarannya. 

Rinai mengangguk pelan. Ia memang tidak begitu dekat dengan Bang Dewa meski sudah satu markas selama setengah tahun. Mereka jarang mengobrol. Rinai pendiam, dan Bang Dewa tidak begitu memperdulikannya. Sekarang hanya tinggal mereka berdua, mau tak mau Bang Dewa akhirnya sadar kalau di dalam ruangan itu, ada makhluk hidup yang bernama Rinai.

"Kenapa, heh?" Desak Bang Dewa lagi, gagal sok bersikap 'Ceritain nanti aja pas kamu udah siap'.

"Jadi Counter Sales," kata Rinai, akhirnya. Ia merasa malas untuk curhat pada Bang Dewa, tapi saat ini dia adalah satu-satunya rekan Rinai dan satu-satunya orang yang memiliki banyak interaksi dengan Rinai selain Pak Daniel.

"Hah? Serius?"

"Iya. Katanya nanti aku pindah ke bawah."

"Kok jadi Counter Sales pula? Kan ada Sutan sama Rhea di sana?" Bang Dewa gak terima. Ia terancam kehilangan rekan kerja, jadi wajar kalau kesal.

"Kak Rhea kan udah dirumahkan." 

Bang Dewa langsung tepuk jidat. Dia lupa.

"Apa pula orang tu, aneh-aneh aja. Udah jelas kerjaan admin juga banyak, malah disuruh jualan. Apa susahnya pertahanin satu orang CS. Ini Sutan juga disuruh rangkap, padahal kerjaanya juga banyak. Laporan aku yang berurusan sama Sutan jadi sering telat kirim."

Rinai hanya memutar mata. Orang Rinai yang dipindahkan ke counter , kok malah Bang Dewa yang ngomel, sih? Dia bahkan gak di suruh rangkap tugas sama sekali!

Tanpa merasa tersentuh melihat Bang Dewa yang membelanya di setiap omelan, Rinai memutuskan menidurkan kepalanya di atas lipatan tangan di atas meja, dan menutup mata. 

Kalau boleh, semoga pas bangun nanti, kedua bangku kosong itu masih terisi oleh dua orang rekannya yang menyebalkan tapi ia sayangi. Seandainya, pas bangun nanti, ini semua cuma mimpi dan Rinai tidak perlu terjebak dalam situasi yang tidak dapat ia kendalikan. Atau saat bangun nanti, ada yang ingat kalau hari ini hari ulang tahunnya dan ia hanya dikerjai.

Ha-ah, Rinai capek.

avataravatar
Next chapter