1 Prolog

"D-di mana ini?!"

Daniel membuka matanya. Dia terkejut saat dia melayang di ruang hampa yang sekitarnya hanya gelap gulita. Setelah beberapa saat, dari kejauhan terbentuklah latar yang tidak dia kenali. Banyak bangunan-bangunan tinggi, kendaraan yang tidak dia kenali.Bayangan tersebut berfokus ke lima siluet di tempat yang sepi, tiga orang berlutut di hadapan dua orang yang berdiri dan menatap mereka dengan bengis.

"(Siapa mereka?)"

Daniel kebingungan dengan kondisinya.

"Ti-tidak! Jangan ambil anakku!"

Suara wanita terdengar yang merupakan seorang ibu. Salah seorang yang berdiri dengan ikat rambut berlogo api menarik paksa siluet paling kecil di antara orang yang sedang berlutut. Temannya menghalangi wanita yang masih memegang erat tangan siluet kecil itu.

"Lepas! Ini akibatnya jika kalian menyinggung kami!"

"Le-lepaskan keluarga..ku."

Suara pria yang sangat lemah terdengar di telinga Daniel.

*swush*

Pemandangan siluet tadi menghilang. Gelap gulita menguasai penglihatan Daniel.

.

Ugh.. Di mana aku? Hutan mana ini? Mana kakakku?

I-ingatanku. Semuanya kabur. Namaku.. Daniel.. Margaku? Sial, aku lupa margaku.

Desaku, gimana dengan desaku? Ugh..

*bugh*.

.

"..-ngun."

"Hey, bangun!"

"Hwah, Natsu!"

"Hah? Apasih, kok nyebut-nyebut nama orang."

"Eh, di mana aku? Kamu siapa?"

"Kamu lupa ingatan? Gak jelas banget."

"Entah."

"Ih, terserah. Namaku Alifa, Alifa Marcelis. Kamu?"

"Aku Daniel.. Cuma Daniel."

"Em, kamu beneran lupa ingatan yah. Sini, ikut aku ke rombonganku."

.

"Ayah! Kakek! Aku nemu anak orang nih!"

Huh, ngomong seenaknya sendiri. Emangnya kau itu tuan putri?

"Ya Tuhan, Alifa. Berapa kali ayah kasih tau, jangan pergi jauh-jauh dari rombongan."

"Hadeh, dia mirip sekali denganmu Adam."

Oh, dia ayahnya Alifa. Apa orang tua itu kakeknya Alifa?

"Aku tadi lihat dia pingsan di bawah pohon, Yah. Daniel, ini ayahku dan kakekku."

"Salam kenal, Paman. Namaku Daniel."

"Hey, Daniel. Aku ayahnya Alifa dan juga ketua rombongan ini. Kau bisa panggil paman, Adam."

"Oh, anak baru. Senangnya.. Aku kakeknya Alifa. Kamu bisa manggil kakek, Kakek Arno."

"Iya, Kakek Arno."

"Baiklah. Karena Alifa dah kembali, kita harus kembali bergerak. Sebelum itu, tolong beritahu seluruh rombongan, Alifa. Suruh mereka berkumpul di sini."

Kakek Arno mau ke mana tuh?

"Ok, Yah."

"Sekarang, Daniel. Bisa ceritakan sedikit tentang dirimu?"

"Uh maaf paman, tapi aku juga kurang ingat apa yang terjadi denganku. Yang aku ingat hanya ayah dan ibuku yang meninggal saat aku kecil. Aku juga memiliki kakak perempuan yang menghilang tanpa kabar. Dan juga, desaku yang terbakar." Ugh, rasanya kepalaku mau meledak saat mencoba menggali ingatanku.

"Apa kau ingat nama desamu?"

Aku menggeleng.

"Huh.. Sulit juga, untuk saat ini kau bisa ikut kami. Tujuan kami adalah Kota Tarquis."

"Terima kasih, paman."

Aku mulai mendengar suara orang-orang mendekat. Berapa banyak orang di rombongan ini?

"Ayah, sudah kupanggil semua orang."

"Iya, terima kasih Alifa."

"Perhatian semuanya, hari ini kita punya anggota baru. Alifa baru saja menemukannya pingsan di tengah hutan. Silahkan, nak."

"Perkenalkan, nama saya Daniel." Aku mencoba tersenyum di depan kerumunan orang asing ini. Rasanya, aku tidak terbiasa dengan kerumunan.

"Apa ada yang keberatan?"

"Ya. Bagaimana dengan status anak itu? Gimana kalau anak itu merupakan buronan Tarq Army atau kota lainnya?"

"Ya, bagaimana dengan itu?"

"Ya benar."

Uh, beberapa ada yang gak suka dengan orang luar. Yah, mau gimana lagi.

"Tenang! Aku bisa menjamin kalau Daniel bukan orang yang bermasalah."

Ah, terima kasih paman. Kurasa itu merupakan pertaruhan yang berbahaya.

"Lalu bagaimana dengan marganya? Aku takut dia satu marga dengan beberapa tiran kota."

"Daniel lupa ingatan. Dia juga kurang tau dengan asal-usulnya."

"Apa-apaan ini? Sejak kapan kita memungut orang ke rombongan kita?"

"Aku tahu itu, Nokk. Tapi dia tidak berbahaya sama sekali, kau bisa pegang kata-kataku."

"Terserah kau."

Kurasa Nokk tidak jauh beda denganku. Mungkin umur 19 atau 20-an.

"Em, ada yang lainnya?"

Beberapa orang mulai balik badan mengacuhkan Paman Adam.

"Baiklah, itu saja. Kalian boleh kembali ke aktifitas kalian."

-

Para anggota rombongan mulai pergi, kembali melanjutkan aktifitas mereka masing-masing. Dirasa sudah selesai, Adam mengajak Daniel masuk ke salah satu kereta rombongan. Alifa dan Arno mengikuti.

"Omong-omong, kita sampai di Kota Tarquis tiga hari lagi dengan kecepatan ini Daniel." Adam memulai percakapan.

"Iya." Daniel membalas seadanya.

"Jadi, apa yang mau kau lakukan Daniel?"

"Entahlah paman, mungkin aku akan ikut kalian ke Kota Tarquis dan berpisah di sana."

"Apa kamu punya tujuan lain, nak?" Kakek Arno ikut angkat bicara.

"Mungkin ada.. Aku ingat, kalau aku punya seorang kakak perempuan. Namanya Schnee."

"Ah, begitu."

Mereka menghabiskan waktu dengan ngobrol sepanjang perjalanan.

-

Dua hari kemudian.

Adam sudah memberi Daniel bagiannya dalam rombongan, yaitu ikut berburu makanan. Daniel pun mengikuti arahan Adam untuk mengikuti Nokk. Ternyata Nokk adalah wakil ketua dari Adam sekaligus ketua grup pemburu rombongan itu. Nokk mau tak mau mengajari Daniel dasar-dasar dari berburu.

Setelah dirasa cukup, Nokk yang tak ingin berburu dengan Daniel mengutus tangan kanannya, Sin untuk menemani Daniel berburu. Sin berpenampilan sederhena, memakai pakaian desa dengan rambut abu-abu berponi yang hampir menutupi matanya yang memilik iris berwarna biru laut. Sin yang terkenal sebagai laki-laki yang jarang berbicara pada siapapun mulai ramah dengan Daniel. Adam yang mengetahui itu mengapresiasi Daniel karena berteman dengan Sin. Daniel penasaran mengapa partnernya dulu dikenal pendiam.

"Paman, apa yang terjadi dengan Sin dulu?" Daniel mengampiri Adam saat sedang menebang pohon.

"Ah iya juga. Kau kenal Marga Kitana? Itu keluarga Sin. Dari yang paman dengar selama perjalanan, keluarganya dibantai oleh pasukan kota terlarang. Tidak ada yang tahu penyebabnya. Sin lah satu-satunya yang selamat dari pembantaian itu. Kami menemukannya sedang berburu di hutan. Dan kita semua sepakat untuk tidak membahas itu lagi didepannya." Adam menghentikan kegiatannya dan menyuruh Daniel duduk di sampingnya.

"Oh begitu, aku jadi tidak enak dengannya. Kurasa aku dan dia itu satu nasib."

"Setidaknya kau masih punya kakak meskipun kau belum tahu keberadaannya."

Adam tersenyum sambil mengusap kepala Daniel.

-

Suatu hari saat Daniel dan Sin sedang mengejar rusa, mereka mendengar suara yang kencang. Tanah dan pohon juga bergoyang.

*crack* *crack* *brugh*

"A-apa yang terjadi?! Sin, tetap di dekatku!" Daniel menghentikan langkahnya, jongkok dan memperhatikan sekitar.

"Gempa bumi? Kita harus cepat kembali ke rombongan, Niel!" Sin menarik lengan baju Daniel.

"Aku di belakangmu!"

Daniel dan Sin meninggalkan kejarannya dan berlari kembali kearah rombongan. Setelah beberapa saat, mereka mulai melihat Adam dan Alifa sedang mengumpulkan orang-orang rombongan.

Tiba-tiba muncul pusaran hitam di belakang Adam yang perlahan membesar. Daniel yang melihat itu pun menarik lengan Sin agar jangan berlari ke sana. Setelah pusaran hitam itu seukuran Adam, orang-panik. Adam dengan cepat menarik Alifa untuk menjaga jarak dengan pusaran hitam itu. Saat pusaran hitam jtu mencapai ukuran kereta rombongan, pusarannya mulai menarik sekitarnya masuk ke dalamnya. Adam yang kaget dengan tarikan pusaran tersebut mendorong Alifa menjauh agar tidak ikut dengannya. Alifa yang baru sadar dengan apa yang terjadi mencoba menggapai ayahnya namun ditarik oleh Nokk dan berusaha menjauh dari sana. Pusaran hitam itu dengan cepat bertambah besar dan daya tariknya semakin kuat. Orang-orang mulai berhamburan kesana-kemari. Daniel yang bingung langsung tersadarkan oleh Sin untuk segera lari dari tempat itu.

"Bagaimana dengan Alifa?!" Daniel yang berdiri hendak lari menghentikan gerakannya.

"Dia aman bersama Nokk! Sekarang waktunya memikirkan diri kita sendiri jika kita gak segera menjauh dari sini!"

"(Maaf, Alifa.)" Daniel dan Sin mulai berlari.

*whoos*

"A-apa?!"

"Aku ketarik! Sin pegang sesuatu untuk bertahan!"

*ctak*

"A-aah! Daniel!" Batang yang dipegang Sin patah.

"Pegang tanganku, Sin!" Daniel berusaha menggapai Sin namun apadaya, Sin sudah jauh darinya dan mendekati pusaran hitam itu.

"(Apa ini akhirku? Padahal aku belum memulai ceritaku untuk mencari kakakku.)"

*brugh* *whooos*

Pohon yang dipegang Daniel pun tercabut dan terbang menuju pusaran hitam yang makin lama makin besar itu.

avataravatar
Next chapter