webnovel

POSSESSIVE - Sedikit Trauma

Setelah beberapa saat memikirkan sesuatu hal, pada akhirnya Retta merasa begitu yakin untuk menghubungi seseorang dan sekarang tinggal menunggu panggilannya diterima.

"Hallo!" teriak Retta dengan cukup serius dan lumayan kencang.

"Gak usah teriak," larang orang yang ada di seberang telepon.

Dengan begitu santai Retta tertawa kecil mendengar larangan yang keluar dengan menggunakan nada yang begitu datar dari orang tersebut, dirinya mendadak terbayang bagaimana ekspresi orang itu saat berucap.

"Ke sini dong atau ketemuan yuk di mana gitu sekalian makan," ucap Retta dengan santai.

"Ada apa?" tanya orang itu yang merasa begitu yakin kalau ada sebuah hal yang ingin Retta sampaikan padanya.

"Ada hal yang ingin gue bicarakan sama lo, serius." Dengan santai Retta menjawab.

"Tentang?" tanya singkat orang itu.

"Ada lah, makanya temuin dulu gue." Retta tidak ingin memberi tahu terlebih dahulu apa yang ingin dibicarakan.

"Ke Rumah lo atau tempat makan?" tanya orang itu terlebih dahulu.

Sejenak Retta berpikir. "Rumah gue aja. Gue udah sarapan, entar siang lo temenin gue main." Retta membicarakan semuanya dengan cukup santai.

"Ok."

"Ya."

Setelah itu sambungan terputus. Sekarang Retta tinggal menunggu kedatangan orang tersebut. Saat dia hendak menunggu sambil rebahan, Retta baru teringat kalau pagi ini dia belum mandi.

Pada akhirnya Retta memilih untuk mandi terlebih dahulu, karena dia juga ingin pergi hari Minggu ini. Retta merasa bosan di Rumah terus, karena tidak ada yang bisa dia lakukan.

*****

"Heh, gue mau ngomong serius sama lo."

Retta menatap cowok berambut pirang yang ada di hadapannya dengan tatapan yang begitu serius, cukup mencerminkan kalau apa yang ingin dia bicarakan sekarang mengenai sebuah hal yang cukup serius.

"Apa?" tanya santai orang yang ada di hadapannya.

"Ada cowok yang nembak gue," ucap Retta dengan penuh kejujuran.

"Dan lo terima begitu saja?" Orang itu begitu tanda tanya sambil memperhatikan orang yang merupakan sepupunya tersebut.

Melihat ekspresi sepupunya yang terlihat begitu tidak suka dengan hal ini, membuat Retta bergidik ngeri. "Gue belum selesai ngomong," ujar Retta sambil menatap balik sepupunya.

"Apa?"

"Lo tahu kan bagaimana gue menganggap lo? Bagaimana gue begitu memikirkan kalimat yang keluar dari mulut lo?" tanya Retta yang cukup tidak yakin kalau sepupunya tidak tahu apa jawabannya.

"Dan yang terakhir larangan dari gue lo langgar?"

Kalimat ini berisikan sebuah sindiran untuk Retta, karena memang terakhir kali dia berucap mengenai sebuah hubungannya, dia memilih untuk melanggarnya.

Dengan seketika Retta terdiam. Ada sebuah rasa bersalah yang mendadak datang sekarang. "Hm, ayolah ... jangan bahas itu."

Retta sadar akan hal itu, tapi dia sama sekali tidak ingin kalau orang yang ada di hadapannya membahas hal ini, dia semakin merasa tidak enak karena sudah melanggar hal tersebut.

"Next?" Orang itu cukup mengerti apa yang sekarang tengah Retta rasakan.

"Gue belum menerima dia begitu saja. Jujur, gue masih bingung dan juga masih sedikit trauma dengan yang kemarin. Gue mengatakan sama dia kalau dia memang serius sama gue, temui lo."

Di ujung kalimatnya Retta menunjukkan deretan giginya yang terlihat rapi dengan sebuah pertanda kalau dia tidak ingin sepupunya marah sebab sudah melibatkan dirinya tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Orang itu memperhatikan Retta sejenak. "Dan lo mengatakan kalau jawaban gue adalah jawaban lo juga?" tebak orang itu.

Retta tersenyum menyeringai, karena memang dia sudah mengucapkan hal ini. Retta yakin kalau sepupunya juga sudah paham dengan semua hal ini.

"Lo sendiri bagaimana sama dia?" tanya sepupunya yang tidak akan mungkin mengambil sebuah keputusan tanpa sebuah pertimbangan.

"Gue?" Retta terlihat begitu berpikir dalam hal ini.

Orang itu menganggukkan kepalanya. "Ya."

"Jujur sih, gue kayaknya suka sama dia. Dia berbeda dengan cowok sebelumnya, bahkan salah satu alasan yang membuat gue bisa keluar dari toxic realitonship yang kemarin salah satunya karena dia."

Tidak bisa disembunyikan memang Retta merasa tertarik pada Rey dan kalau bukan karena Rey, dirinya mungkin masih menjalin hubungan toxic itu bersama dengan Arkan.

"Kenapa tidak langsung diterima?" tanya sepupunya yang merasa cukup penasaran, pasalnya dia melihat kalau Retta sendiri suka kepada orang tersebut.

"Gue takut kalau dia kayak permen karet," ujar Retta dengan penuh kejujuran.

Memang alasan yang masih dia bingungkan selain dia ingin mendapatkan sebuah jawaban dari sepupunya, dia juga takut kalau Rey itu seperti permen karet.

Ada yang tidak paham dengan maksud seperti permen karet?

Manis di awal pahit di akhir.

Hal itu yang sangat Retta takutkan, Retta takut salah berpikir tentang bagaimana Rey dan dia juga takut kalau Rey hanya manis di awal saja, tapi berakhir pahit seperti yang sebelumnya.

"Cowok itu berani menemui gue?" tanya orang itu yang merasa penasaran dengan hal ini.

"Katanya kayak gitu, tapi gak tahu. Terakhir gue mengatakan sama dia kalau lo adalah Leader dan terakhir dia mengatakan akan tetap menemui lo, karena mungkin dia serius sama gue."

"Ok."

"Jadi, lo mau kan menemui dia?" tanya Retta yang merasa begitu berharap kalau sepupunya mau menemui Rey untuk membahas hal ini.

Orang itu menganggukkan kepala dan kemudian berucap, "Untuk mengetahui cowok seperti apa yang akan mendekati lo, gue bersedia menemui dia."

Sebuah senyuman tercetak dengan begitu jelas di bibir Retta. Di sini Retta merasa begitu senang setelah mendengar hal ini keluar dari mulut sepupunya. Tidak ada orang lain yang bisa dia andalkan dalam hal ini.

"Thank's udah selalu mengerti gue," ucap Retta dengan penuh kejujuran.

Alasan yang membuat Retta mengatakan pada Rey untuk menemui sepupunya terlebih dahulu, karena sepupunya begitu mengerti dirinya dan berharap kalau jawabannya bukan sebuah jawaban yang salah.

"Ya," jawab sepupunya dengan menggunakan nada bicara yang begitu datar.

Next chapter