1 Awal

Waktu terus berlalu sesuai dengan kehendak Sang Semesta. Bumi juga berputar sebagaimana dengan seharusnya. Angin berhembus menggelisik tengkuk setiap insan yang ada.

Di jam yang begitu sibuk untuk mereka gunakan mengisi perut, mengistirahatkan otak yang sedari tadi mereka putar untuk memikirkan materi yang dijelaskan oleh guru pengajar.

Banyak hal yang dilakukan dengan kriteria yang berbeda, termasuk dengan seorang gadis berambut warna hitam mengkilap dengan body yang begitu indah yang dipadankan dengan paras yang cantik.

Pipi putih yang begitu berseri, bibir mungil yang begitu indah dan terlihat begitu menarik saat tersenyum, serta hidung yang terukir dengan begitu lancip sedang menatap seorang cowok bertubuh tinggi di hadapannya.

Gadis itu sering disapa dengan panggilan Retta. Gadis yang duduk di kelas XI itu mempunyai nama lengkap Retta Angelistha Putri. Gadis berperawakan ideal dengan body yang menarik.

"Kenapa gue tidak boleh hanya sekedar bersama Christian untuk sekedar mengerjakan tugas, padahal lo sendiri sering bersama dengan Lenna, bahkan sampai makan bareng?!" tanya Retta menggunakan nada yang penuh dengan keseriusan.

Bola mata indah milik Retta sekarang tengah menatap cowok berperawakan lebih tinggi darinya, dengan dada yang terlihat bidang, kulit berwarna kuning langsat dengan menggunakan tatapan yang mengandung kekesalan.

"Dia cuma temen gue, lo gak perlu membandingkan gue yang dekat dengan dia, dengan lo yang sudah jelas-jelas berduaan dengan cowok itu!" bentak balik cowok tersebut.

Cowok itu sama sekali tidak menjaga nada bicaranya saat berhadapan dengan cewek yang jelas-jelas adalah pacarnya. Mereka sudah menjalin hubungan lebih dari 7 bulan.

"Lo bisa bersembunyi di balik kata teman, kenapa gue tidak bisa seperti itu? Kenapa gue begitu dikekang untuk tidak bersama dengan cowok selain diri lo, tapi lo tidak bisa menjaga diri lo sendiri dari cewek lain?"

Retta sangat mempertanyakan hal ini, karena menurutnya semua ini kurang adil untuk dijalankan. Cowok itu bisa dengan begitu bebas mengatakan bahwa selama dia dekat, hanya sebatas teman.

Cowok bertubuh tinggi sekitar 179 cm dengan bola mata berwarna gelap, bulu mata yang tersusun lebat dan alis yang tergambar dengan begitu pekat bernama Arkandika Maheswara.

Sebuah senyuman miring tercetak dengan jelas di bibir Arkan saat dirinya mendengar kalimat yang merupakan isi hati Retta yang merasa kalau semua ini tidak adil.

"Seharusnya lo ngaca, masih mending sampai saat ini gue masih mempertahankan status kita. Apa lo gak berpikir kalau di luar sana banyak yang mengincar gue sebagai cowok mereka?"

Kalimat yang baru saja Arkan lontarkan terkesan merendahkan Retta, tapi memang kalimat itu bukan sebuah 'bullshit'. Kenyataannya memang banyak yang mengejar Arkan.

Hal itu memang benar, tapi kalau mengatakan bahwa Retta harus berkaca sebab dirinya masih mempertahankan Retta, rasanya cukup tidak tepat. Sebab apa? Sebab tak sedikit yang mengejar Retta.

Di sini Retta bukan seorang gadis lugu berperawakan biasa saja, apalagi tak enak dipandang dalam segi wajah, karena tak sedikit juga yang sampai saat ini terus berjuang untuk bisa mendapatkan Retta.

"Ngaca? Lo bilang gue harus ngaca? Ngaca dalam hal apa? Dalam hal memilih cowok yang pantas untuk gue? Gue ngerasa kalau gue gak sebegitu rendah, apalagi disandingkan dengan lo."

Kedua orang yang merupakan pasangan ini sama-sama sedang berada dalam tingkat emosi yang tinggi. Mereka sama sekali tidak suka dengan apa yang sudah terjadi.

"Memangnya cowok seperti apa yang sanggup membuat lo berkaca dan sadar diri?" tanya Arkan yang begitu memandang rendah ceweknya sendiri.

Semakin ke sini suasana dalam hati Retta semakin memanas. Dirinya semakin lama semakin tidak bisa mengontrol kalimatnya, apalagi sampai mengontrol kalimat pacarnya.

"Yang jelas dia jauh lebih baik dari pada lo!" ketus Retta.

"Terserah. Gue muak bersama dengan cewek keras kepala yang tak tahu diri seperti lo!"

Jleb

Kalimat itu begitu menusuk sanubarinya. Dengan seketika dirinya mematung dan begitu terdiam dengan pikiran yang diisi oleh kalimat tersebut. Napasnya sudah tidak teratur lagi.

"Terserah bagaimana lo, gue cape!" keluh Retta sambil menatap tajam Arkan. Tatapannya semakin lama semakin melemah, karena hatinya sudah mulai merasakan yang namanya sakit.

Matanya mulai terlihat begitu bersinar dengan bening kristal yang sampai saat ini masih dia jaga agar tidak jatuh tepat di hadapan laki-laki yang apabila marah mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.

"Lo pikir gue gak cape? Gue jauh lebih cape terus-terusan mempertahankan hubungan yang seperti ini bersama dengan cewek yang seperti lo!" Kalimat Arka keluar dengan nada yang begitu apik.

Iya apik sebab dia ucapkan menggunakan intonasi yang begitu jelas, sehingga mampu membuat kalimat itu menjadi begitu berbekas di dalam hati Retta sebab terasa begitu pedas.

Cowok itu melangkahkan kaki meninggalkan Retta begitu saja. Retta juga berbalik badan dan melangkahkan kaki ke arah yang berlawanan dengan langkah orang itu.

Langkah kaki mereka sama-sama berat, karena mereka juga tidak ingin meninggalkan pasangannya, terlebih langkah kaki Retta yang jauh lebih susah untuk melangkah.

Pada akhirnya Retta memilih untuk menghentikan langkahnya dan berbalik badan. Retta memandangi Arkan dengan tatapan yang begitu nanar, ada sebuah harapan kalau Arkan berbalik badan.

Hati Arkan juga tidak sebegitu entengnya untuk melangkah, sampai akhirnya Arkan melirik ke arah belakang dan melihat kalau Retta sedang memperhatikan dirinya.

"Gue tahu kalau lo masih butuh gue, kembali sama gue. Come on baby," panggil Arkan yang berharap kalau Retta kembali menghampiri dirinya.

Mendengar hal itu, Retta mulai melangkahkan kaki berjalan menuju ke arah di mana Arkan berdiri. Retta berniat untuk menghampiri Arkan dan kembali bersama dengannya.

Tiba-tiba seorang cowok dengan tatapan yang begitu dingin melangkah menuju ke arah Retta dan mengalungkan tangannya di leher Retta yang perlahan membuat Retta melangkah mundur.

"Cewek kayak lo gak pantas kembali bersama dengan cowok seperti dia." Kalimat itu keluar dari mulut cowok itu dengan nada bicara yang begitu dingin dan suara yang setengah serak.

Perlahan cowok itu membalikkan posisi Retta dan kemudian menarik perlahan tangan Retta agar ikut bersama dengan dirinya berjalan ke arah yang semakin lama semakin menjauh dari posisi Arkan.

Melihat cowok itu yang dengan seenaknya membawa Retta pergi yang padahal dia akan kembali padanya, membuat Arkan mengepalkan kedua tangannya dengan begitu kencang dan urat yang begitu tertantang.

Sebuah emosi menyelimuti diri Arkan, tapi di waktu sekarang dia lebih memilih untuk melangkahkan kakinya ke arah yang semula. Dia tidak ingin mengejar Retta, karena dia merasa tidak sepantasnya seperti itu.

Gue tunggu, lo akan kembali ke pelukan gue lagi!

Cowok itu begitu yakin kalau Retta nantinya akan kembali pada dirinya lagi, bahkan dia begitu membayangkan kalau Retta sampai mengemis untuk kembali padanya, karena dia tahu kalau Retta begitu mencintainya.

Siapa cowok yang baru saja menahan Retta yang akan kembali sampai pada akhirnya berjalan bersama dengan Retta?

avataravatar
Next chapter