1 Prolog

Awan hitam mulai mengiring dirinya, memenuhi langit ibu kota. Dalam hitungan menit, langit sudah berhasil dipeluk erat oleh pekatnya hitam. Detik berikutnya, hujan menguyur ibu kota tanpa ampun. Bulir demi bulirnya, mengetuk tiap atap rumah yang berhasil jatuh diatasnya.

Disebuah Mansion megah, dengan warna putih gading. Mansion yang berdiri angkuh ditengah-tengah kompleks terkenal di Jakarta Pusat, laki-laki dengan hoodie hitam memetik gitarnya. Sesekali ia, menatap jalanan yang sudah basah oleh air hujan.

Hujan pertama yang ia nikmati dikota ini, membuat ia hanya bisa menghela nafas. Bukan tidak suka, tapi memang ia sedikit menjahui hujan.

Teriakan nyaring dari rumah sebelahnya, membuat ia menatap kearah sampingnya. Gadis dengan rambut yang dikuncir kuda ditarik paksa oleh sang Ayah untuk keluar, ditengah hujan yang menguyur kota Jakarta kala itu, sebuah kata dan tamparan berhasil gadis itu dapatkan.

Netra abu-abunya tak henti melirik gadis itu, meski sejauh apapun ia pura-pura tidak tahu. Namun, malah semakin membuat dirinya terjebak pada sebuah kata yang mampu membuat hidupnya tak tenang.

◦◦◦◦

"Jika mencintaimu adalah kesalahan, mengapa Tuhan mempertemukan?" tatapan sayu gadis itu, membuat laki-laki didepannya diam tak bergeming. Sebelum akhirnya ia menatap gadis didepannya itu dengan tatapan dingin.

"Mempertemukan nggak berarti harus menyatukan, bukan?"

Sejenak, perkataan laki-laki didepannya malah kini membuat dirinya tak bergeming. Mengapa harus dia? Mengapa takdirnya seperti ini? Disaat ia sudah menemukan sosok yang ia harap bisa membantunya disaat ia lagi dan lagi tersungkur, malah ia yang membuat dirinya jatuh dan meninggalkan jauh didepan sana.

"Memang sejak awal seharunya aku sadar, Sanyadakala." Gadis itu menjeda perkataanya.

"Kamu adalah kata semu, yang tak jua menemukan titik temu."

avataravatar
Next chapter