webnovel

Prolog

Musim dingin 2005

Denting suara piano mengalun dari sebuah ruang musik yang berdaun pintu ganda. Tampak di dalam ruangan, seorang pemuda tengah memainkan grand piano berwarna putih. Kedua tangannya bergerak lincah diatas tuts berwarna hitam putih. Seluruh perhatiannya seolah tercurah pada musik bertempo cepat yang sedang ia mainkan.

Tanpa siapapun sadari, pemuda itu sebenarnya tak sekedar bermain musik. Pemuda itu tengah mencurahkan emosi yang terpendam di dalam hatinya. Bukan tanpa alasan jika pemuda itu memilih sebuah lagu klasik bertempo cepat seperti sekarang. Alasan yang mendasari pemuda itu adalah ia bisa meredam suara dan bayangan prihatin yang tertujunya pada hari itu. Hari dimana ia melakukan kesalahan dan harapan besar yang terletak di kedua pundaknya.

Victoire sungguh seorang malaikat karna berani mempertaruhkan nyawanya

Victoire sangat menyayangi adiknya, itu sebabnya ia bisa selamat

Victoire sangat paham posisi adiknya dalam keluarga besar mereka

Jika bocah laki - laki itu ikut tewas, maka masa depan Ardolph akan hancur

Nada piano yang ditekan semakin melengking disusul juga dengan tempo lagu yang semakin cepat. Matanya tertutup rapat seiring dengan kegelisahan dan rasa bersalah yang timbul di hati. Ya, pemuda itu memilih lagu bertempo cepat agar bisa mengalihkan kenangan buruk yang terus berputar di kepalanya.

Putra tunggal Ardolph, tentu saja ia sangat berharga

Dia pewaris Ardolph, tentu ia akan menjadi seorang yang berpengaruh di masa depan

BRAAANG~

Nafasnya tersengal setelah menyelesaikan lagu klasik yang ia pilih. Pemuda itu memejamkan mata dan menenggelamkan wajahnya pada tuts piano yang menimbulkan bunyi tak beraturan. Sungguh, pemuda itu benci dengan status yang ia miliki saat ini. Semua hanya membuat dirinya semakin tersiksa. Terlebih, setelah kematian kakaknya, Victoire.

"Waw! Kau bisa memainkan lagu sulit itu dengan sempurna!"

Pemuda itu tersentak saat mendengar seruan kagum dari arah belakang. Sontak, ia membalikkan tubuh dan menemukan seorang gadis cantik tengah berdiri di ambang pintu ruang musik. Ekspresi kesal segera menghiasi wajah pemuda itu karena tak menyukai seseorang yang mencuri dengar permainannya. Tanpa mengatakan apapun pemuda itu segera bangkit dari duduknya, berniat pergi.

"Kau marah,ya ? Maaf aku tak berniat mengganggumu. Aku berniat pergi ke ruang latihanku tapi tak sengaja mendengar permainanmu," jelas gadis itu seakan mengerti jika kehadirannya tak diinginkan oleh si pemuda.

Pemuda bersikap acuh. Tangannya bergerak cepat merapikan partitur musik yang tersebar di meja yang terdapat di ruang latihan. Pemuda itu tak mempedulikan apapun yang akan dikatakan si gadis.

"Lagu itu terlalu sulit untuk dimainkan pemuda seusiamu."

Gerakan si pemuda terhenti setelah mendengar komentar yang diberikan si gadis atas pilihan lagu yang ia mainkan. Pemuda itu mengangkat wajahnya dan menumpukan perhatian iris kebiruannya pada si gadis yang masih setia berdiri di ambang pintu.

"Terima kasih," balasnya pelan.

Balasan singkat dari si pemuda mampu menerbitkan senyum lebar di roman si gadis. Perlahan, si gadis memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan. Langkah si gadis terhenti di depan meja dimana si pemuda sedang menyusun rapi lembaran partitur ke dalam sebuah map.

"3 movement from petrushka Igor Stravisky. Judul lagu yang baru saja kau mainkan. Kata temanku, Irish—dari kelas intermediate, itu lagu yang sangat sulit karena temponya berubah – ubah. Tapi kau memainkannya dengan sempurna."

"....Aku memang bukan seorang pianis tapi aku sangat paham bagaimana sulitnya memainkan lagu dengan tempo yang berubah – ubah. Lagipula aku tak suka dengan jenis tempo Allegrato— seperti lagu yang kau mainkan tadi. Aku lebih menyukai tempo..."

Si pemuda mulai merasa risih dengan celotehan yang terucap dari si gadis. Sungguh, si pemuda tak suka berbasa – basi atau terlibat percakapan dengan siapapun, kecuali kedua orangtuanya dan Edric—asistennya. Kedua iris biru keabuan itu melayangkan tatapan dingin dan mencela terhadap gadis manis yang tak kunjung menyadari jika ia tak nyaman. dan seperti yang biasa dilakukannya dalam keadaan tak nyaman, pemuda itu melenggang pergi.

Gadis itu terbelalak melihat si pemuda yang ia ajak bicara pergi begitu saja. Si gadis tak menyangka akan mendapatkan sikap yang dingin dari si pemuda. Sedikit panik, si gadis mengejar langkah pemuda tersebut.

"Hei,tunggu! Aku belum selesai berbicara denganmu!"

Grab!

Si gadis menarik ransel yang digunakan si pemuda tepat sebelum keluar dari ruangan. Hal itu membuat si pemuda sedikit terhuyung dan kembali melayangkan tatapan dinginnya. Roman tampan si pemuda begitu kentara memperlihatkan rasa kesalnya atas sikap si gadis.

"Kau pasti seorang yang begitu berbakat. Aku..."

Ucapan si gadis terhenti saat matanya bertatapan dengan kedua manik si pemuda. Sepasang iris tersebut membuat lidah si gadis terasa kelu. Si gadis seolah terjebak dalam pesona yang dipancarkan si pemuda.

Butuh beberapa detik bagi si gadis untuk tersadar dari jebakan pesona si pemuda. Kepalanya menggeleng cepat setelah memutuskan kontak diantara mereka. Si gadis seakan bisa melihat luka dan kesepian yang disembunyikan si pemuda. Hingga, ajakan itu meluncur begitu saja tanpa bisa dicegah.

"Apa kau mau berlatih musik bersamaku ?"

~*~

Musim dingin 2019

Udara dingin yang berhembus membuat seorang lelaki menggosok kedua telapak tangannya dengan cepat, berharap bisa mengurangi rasa dingin yang menyergapnya. Sekalipun ia sudah memakai sarung tangan, lelaki itu masih tetap merasa kedinginan. Berulang kali, iris biru keabuannya melirik ke arah gerbang taman yang berada di pusat kota London.

Sayup – sayup, telinga lebarnya dapat menangkap suara pemusik jalanan yang mengadakan pertunjukan di tengah keramaian taman. Senyum tipis merekah di roman si lelaki kala ia menemukan sumber musik yang ia dengar. Lelaki itu merasa jika suasana serta pilihan tempat yang ia pilih sangatlah tepat. Taman kota yang begitu indah serta iringan musik lembut dari pemusik jalanan, begitu sederhana tapi membuat siapapun akan merasa nyaman. Penggambaran yang sesuai seperti...perempuan kesayangannya.

"Chann!"

Tanpa perlu menoleh, lelaki itu bisa mengenali pemilik seruan riang yang memanggil namanya. Segera, ia membalikkan tubuh dan memasang senyum manis yang ia miliki untuk perempuan yang kini tengah berlari ke arahnya.

Lelaki itu tak menghapus senyum di wajahnya ketika seseorang yang ia tunggu sudah berdiri di depannya. kedua tangan besarnya kini malah menangkup lembut kedua pipi bersemu si perempuan, menyalurkan rasa hangat melalui kedua telapak tangannya.

"Maaf, membuatmu menunggu,"jelas si perempuan dengan nada suara sarat penyesalan lengkap dengan kedua bibir yang mengerucut.

"Aku belum lama menunggumu. Bagaimana ? Apa kau membawa kabar gembira ?"

Si perempuan menundukkan kepalanya sejenak sebelum mendongak dan menampilkan senyum secerah matahari di romannya. Secara spontan, perempuan manis itu melompat agar bisa memeluk lelaki yang ada di depannya. Tawa bahagianya terlantun seolah menjadi musik paling syahdu yang pernah di dengar si lelaki.

"Aku diterima!"

Ucapan riang itu secara perlahan memudarkan sedikit binar bahagia di wajah si lelaki. Detik itu juga, si lelaki tahu, ia harus merelakan perempuan dalam pelukkannya mengejar mimpi. Mengaburkan segala impian yang ingin dibangun si lelaki dengan perempuan kesayangannya.

Lembut, lelaki itu mengusap punggung dan mendekap lebih erat tubuh mungil dalam pelukannya. Berusaha meredam rasa sedih yang perlahan muncul di permukaan hati, lelaki itu menguatkan hatinya dan mencoba mengutarakan sesuatu yang selama ini di pendam.

"Apa itu artinya kau akan pergi meninggalkanku ?" tanyanya lirih.

Si perempuan melonggarkan sedikit pelukannya dan memberikan tatapan penuh tanda tanya atas pertanyaan yang tadi ia dengar. "Apa maksudmu,Chann ? Aku akan selalu bersamamu. Kau selalu bisa menghubungiku, bukan ? Selain itu kau juga bisa dengan mudah mengunjungiku dimana aku mengadakan konser."

Si lelaki tersenyum seraya menggeleng pelan. "Bukan itu maksudku."

"Lalu, apa yang kau maksud ?"

"Aku tahu ini akan terdengar egois. Tapi,jika boleh bertanya, apa yang akan kau pilih ? Aku atau kesempatan ini ?"

"Chann! Astaga, bagaimana bisa kau bertanya hal seperti itu padaku ? Aku..."

"Aku tahu. Kau pasti kesulitan memilih diantara kedua pilihan itu,bukan ? Aku bisa mengerti," potong si lelaki seraya merapikan anak – anak rambut yang sempat menutupi wajah perempuan kesayangannya. "Dan aku tahu apa pilihanmu."

"Kau pasti tahu betapa berartinya kesempatan ini. Kenapa kau memintaku membuat pilihan seperti ini ?"

Aku tak bermaksud membuatmu merasa terdesak seperti ini. Alasanku bertanya seperti ini adalah karena ibu mendesakku segera menikah."

Terdapat hening beberapa detik setelah si lelaki mengemukakan alasan dibalik pertanyaan yang diajukan pada si perempuan. Ekspresi terkejut tak bisa ditutupi si perempuan. Secara perlahan, rasa takut akan status yang disandang si lelaki di depannya, muncul di permukaan hati.

"Chann, maafkan aku. Kau pasti tahu, impianku sejak dulu adalah menjadi seorang violinis terbaik dari Inggris. Kini, aku tinggal selangkah lagi dari impianku. Jika aku menikah denganmu, maka aku harus melepaskan impianku. Aku..."

"Pergilah. Pergi kejar impianmu. Kau pantas mewujudkannya," potong si lelaki dengan senyum tulus.

"Chann,aku..."

"It's okay, dear. Aku tak mau menjadi alasan kau melepaskan mimpimu."

~*~

annyeonghaseyo

prolog cerita ini sudah publish. kira kira sudah dapat sedikit gambaran kah buat cerita ini ?

xoxo loey,

park__rizuki

write on 181201

publish on webnovel 190606

1363 words

park_rizukicreators' thoughts
Next chapter