webnovel

Bagian 9

"Ccckk… Kesel deh jadinya. Dia kasih kabar ke lo tapi dia nggak kasih kabar ke gue," tukas Seina.

"Hmmm…. Memangnya kenapa? Lo kan tahu sendiri gue sama Alif sahabatan dari dulu. Kenapa lo iris ama gue?" tanya Airin penasaran.

Seina langsung tercekat. Dia langsung membalikkan kursinya kembali menghadap ke mejanya, "Kerja-kerja…. Jangan makan gaji buta," tukas Seina kemudian.

Kenapa lagi sih ini manusia satu? Aneh banget. Jangan-jangan dia suka sama Alif…. Airin mencari kesimpulannya sendiri.

"Eh… By the way, Rin. Dimana Alif sekarang?" tanya Seina tanpa memandang Airin.

"Gue nggak tahu dia kemana, tadi dia bilang hari ini dia izin. Gue nggak tahu alasannya apa," jawab Airin sudah dengan sangat jujur.

"Tuh, kan…. Lo tahu lagi," tukas Seina.

"Lo kenapa sih, Na? Lo suka ya sama Alif? Lo ada hubungan apa sama dia?" tanya Airin dengan nada yang agak meninggi.

Seina tidak menjawab pertanyaan Airin. Airin menjadi semakin bertambah kesal.

Gimana sih? diajak ngobrol malah kaya gitu. sok-sokan nggak denger. Nyebelin banget. Kalau suka sama Alif bilang aja kali, gue kasih dia buat lo. Eh, nggak ding. Alif tetap buat gue, nggak akan gue hibahin lagi laki-laki dihidup gue ke orang lain. Hmmm…. Sabar Airin. Kenapa lo malah jadi ikutan emosi? Sabar…. Mending sekarang kita nikmatin aja nih kue sama kopi yang dikirim Alif…. Airin mengelus dadanya sendiri, mencoba untuk lebih menyabarkan hati.

Airin tersenyum melihat kue dan kopi yang dikirimkan Alif padanya. Selain karena kuenya yang terlihat cantik dan aroma mereka yang begitu menggugah selera, yang paling membuat Airin bahagia adalah perhatian Alif padanya. Alif tahu bagaimana cara membahagiakannya dengan cara yang sederhana.

Look good on camera, gue foto dulu ah…. Airin dengan sangat excited menata semua objek fotonya agar terlihat lebih estetik. Dia menggeser-geser barang-barangnya, merapikan mejanya, dan tidak lupa dia juga memastikan objek gambarnya berada pada posisi dan sudut pandang yang paling tepat.

Eits…. Ada tulisannya apa lagi nih di cup kopinya?.... tanya Airin saat melihat ada goresan spidol di cup kopi.

Special coffe for special Airin. Tidak lupa, setelah nama Airin juga terdapat gambar hati yang membuat tulisan nama itu menjadi semakin manis.

Airin tersenyum, sebenarnya dia senang tetapi juga sedikit geli dengan perlakuan Alif padanya. Sudah nggak muda tapi pacarannya masih kaya bocah. Geli sih, tapi gue juga suka. Gimana dong?.... kata Airin dalam hati.

Airin segera mengambil foto estetik dari makanan yang dikirim kan oleh Alif sebelum ada lebih banyak orang yang melihatnya. Dia mengambil foto dari beberapa sudut pengambilan agar mendapatkan lebih banyak foto untuk dipilih

Dreeet…. Dreeet… dreeeet…. Ponsel di tangan Airin bergetar. Ada nama Alif tertulis di sana. Airin langsung berhenti mengambil foto dan mengangkat panggilan dari Alif dengan segera.

"Halo, Rin." Alif menyapa Airin dari balik telepon.

"Iya, halo Lif." Dengan malu-malu Airin menjawab sapaan Alif. Dia kemudian duduk di kursinya yang empuk.

"Udah kamu cobain, belum?" tanya Alif.

"Belum, masih aku lihatin aja nih" jawab Airin sambil terus memandang kue coklat dan kopinya dari Alif.

"Hmmm…. Aku belikan itu untuk kamu makan loh, Rin. Bukan untuk kamu jadiin pajangan, dilihatin terus."

Airin terkekeh.

Seina dengan sengaja mendengarkan obrolan Airin dan Alif. Wajahnya terlihat tidak senang melihat Airin semakin bahagia saat berbicara dengan Alif melalui sambungan telepon. Tangan Seina dengan tidak sadar sampai meremas kertas yang sedang dipegangnya.

"Na! Lo kenapa, sih? Itu kertas apa yang lo bikin renyek? Jangan-jangan kertas penting! Sadar, Na!" pekik Selin yang duduk di hadapan Seina, sehingga dia bisa dengan leluasa melihat apa yang dilakukan Seina di balik bilik transparan yang memberi sekat pada meja mereka.

Selin adalah salah satu teman terdekat Seina. Mereka baru berteman beberapa bulan lalu saat Selin dipindahkan ke divisi perencanaan jalan tol ke divisi yang sama dengan Seina dan juga Airin yaitu divisi pembangunan jalan tol. Namun, meski mereka baru berteman dalam beberapa bulan, mereka sudah saling menemukan kecocokan mereka sehingga mereka menjadi teman dekat. Selin lah yang paling sering terlihat bersama dengan Seina. Seina lebih sering mengobrol, lebih sering makan bersama ke kantin dan bahkan nongkrong ataupun hang out saja Seina lebih sering bersama dengan Selin. Bukan dengan Airin yang notabene lebih lama dia kenal dan lebih lama menjadi temannya.

"Jangan lupa dimakan, ya? Jangan hanya dilihat aja. Maaf kalau datangnya lama. Semoga kamu suka," kata Alif dengan lembut.

"Thank you, Lif. Kamu tahu aja kalau aku laper," Airin mulai membuka penutup mika kue yang ada di mejanya itu.

"Sama-sama. Nanti sore aku jemput, ya? Selamat bekerja. Bye, I love you," kata Alif.

"Hahaha… Lif, di sini banyak orang. Jangan gitu gitu, dong." Pinta Airin.

"Memangnya kenapa, Rin? Memangnya mereka bisa mendengar suaraku? Kan nggak, Rin. Kecuali kalau kamua load speaker pembicaraan kita ini," tukas Alif.

"Ya nggak mungkin aku load speaker lah, Lif. Ini aja sudah setengah berbisik aku ngomongnya," jawab Airin.

"Ya sudah, berartikan nggak masalah kalau aku bilang I love you ke kamu," kata Alif lagi.

"Aduh, iya iya." Airin merasakan geli di telinganya saat mendengar kata I love you dari Alif. Bukan karena dia tidak suka, melainkan karena dia sudah tidak biasa mendengar kalimat semacam itu lagi. Sudah sangat lama sejak dia masih bersuami, namun seperti tidak memiliki suami. Jadi sekarang dia masih merasa aneh dan belum terbiasa untuk mendengar seseorang mengatak kalimat itu lagi padanya.

"Kok aduh? Kamu jatuh? Atau kamu nggak suka aku bilang I love you ke kamu?" tanya Alif dari balik telepon.

"Nggak, bukan begitu. Ini karena aku yang saking senengnya denger kalimat itu sampai-sampai aku jadi bingung mau bilang apa ke kamu," jawab Airin.

"Jadi bukan karena nggak suka, kan?" tanya Alif untuk kembali memastikan.

"Ya tentu saja bukan dong Lif."

"Syukurlah kalau begitu. Bye, Rin. Sampai jumpa nanti sore," ujar Alif.

"Iya, bye…." jawab Airin yang langusng mengakhiri panggilan teleponnya dengan Alif.

Airin mencicipi kue coklat pemberian Alif. Dia menyendok sedikit kue coklatnya dengan sendok. Sendokan pertama mulai masuk ke dalam mulutnya, kelezatan kue coklat itu langsung menyapa lidah Airin. Rasanya membuat Airin semakin bahagia, kuenya sangat lembut dan rasa manis dari coklatnya sangat pas, tidak terlalu manis dan tidak membuat dia eneg sama sekali. Sangat cocok di lidahnya.

Next chapter