16 Terbenam sendiri

hari ini aku sudah janji akan mengajak Indi untuk pergi ke taman baca, mengajar seperti biasanya, selepasnya kerja aku menjemput dia di kantornya, aku ambil lagi beberapa buku bacaan yang telah ku baca dan ku masukan kedalam tas ranselku bersama laptop di sana, seperti biasa sebelum berangkat ku sempatkan makan dirumah, masakan Tante Rika selalu spesial sama seperti masakan mendiang Ibuku, menjadi sedikit terkenang sosok ibu setiap kali menyantap makanan ini.

setelah makan aku segera menjemput Indi di kantornya, dari kejauhan ku lihat Indi sudah menunggu di depan kantornya dan sesekali menengok jam tangan di tangan sebelah kirinya, sepertinya sudah tidak sabar ikut denganku. kita pun berangkat berboncengan dengan motorku ke Taman baca, di perjalanan ke taman baca kita melewati pasar, jembatan, dan lapangan sepak bola.

"bagaimana perasaanmu selama di sini?" pasti kesepian kan? apalagi di sini tak ada mal dan bioskop" tanyaku pada Indi yang sedari tadi melamun di belakangku

"nggak juga, aku nyaman kok di pulau ini, meskipun tidak ada mal atau bioskop" jawabnya

"cewek memang gampang nyaman" ucapku bercanda

"hahaha, begitu lah wanita" ujarnya menanggapi candaanku

sepanjang perjalanan kita bercerita dan sedikit bercanda, dia juga tak sengaja bercerita tentang kekasihnya yang merupakan rekan kerjanya di Media TV namun berbeda devisi dengannya, mereka sudah menjalani hubungan hampir dua tahun dan kini harus terpisah karena tugas Indi di pulau ini.

sesampai kita di taman baca, di sana sudah berkumpul anak anak, ada Martin dan teman teman volunteer lainnya, sore hari yang cerah hembusan angin dari bibir pantai yang selalu menyejukkan dan suasana ramai dengan teman teman yang membuatku selalu rindu akan tempat ini.

"halo kak Indi" sambut Tasya kepada Indi

"halo kak Indi kapan kita syuting lagi?" ujar anak anak lain saling bersautan

"halo adik adik, kakak bawa hadiah untuk kalian, setelah belajar akan kakak bagikan" kata indi didepan anak anak sambil mengambil sekantong cokelat dan permen dari dalam tasnya.

Indi lalu berinteraksi bersama anak anak Rumah baca ditemani teman teman volunteer lainnya, terlihat ia mengajari bahasa inggris, berhitung, bernyanyi dan membacakan dongeng pada anak anak itu, wanita pasti akan selalu mudah berinteraksi dengan anak anak seperti itu, karena pada dasarnya mereka mempunyai sifat lembut dan keibuan.

dari sebelah sini aku dan martin duduk sambil menikmati kopi yang dibuat oleh Martin.

"kalian kelihatannya cocok" kata martin mengejekku

"ah cocok apanya" kataku mengelak

"cocoklah dia jadi tambatan hatimu, coba lihat dia disana, sosok perempuan penyayang pada anak anak, dan tidak malu ikut mengajar di tempat seperti ini" kata Martin sambil melihat ke arah Indi

"kita hanya sebatas teman kok, lagian dia sudah punya kekasih, orang Media juga"

"yah sayang sekali yah, padahal kalian kelihatan sangat cocok sekali"

"sudahlah jangan membahas perihal cinta cinta melulu"

"bukan begitu, aku rasa sudah saatnya kau punya tambatan hati Afdhan"

"nanti pasti ada saatnya, jangan urusin saya terus, sedangkan kau juga belum punya kekasih"

"aku kan baru saja menjomblo, masih ingin merasakan kesendirian dulu, kamu tuh yang sudah sangat lama, jomblo akut" martin terus mengejekku dan kita pun larut dalam tawa

setelah kegiatan belajar selesai Indi pun membagi - bagikan cokelat dan permen kepada anak anak, anak anak pun menyambut dengan riang, setelah itu berdoa dan kami menutup pertemuan minggu ini. dan membersihkan kembali taman baca. setelah semua kegiatan selesai anak anak itu mengajak kita berenang di pantai.

"ayolah kak, pliss" kata Tasya sambil menarik tangan Indi.

kita akhirnya meng-iya-kan ajakan mereka, kita pun berjalan ke dermaga tidak jauh dari taman baca, tempat biasa mereka berenang dan bermain bersama, seketika dermaga yang sepi itu menjadi sangat ramai karena kedatangan anak anak dan kami dari Rumah baca, setelah sampai di dermaga mereka langsung melompat bergantian, melompat dengan bermacam macam gaya, disusul dengan teman teman volunteer yang juga ikut melompat dari atas dermaga, aku yang tak tahan melihat mereka semua melompat langsung membuka bajuku dan menyusul lompatan mereka

suasana sore itu jadi sangat menyenangkan, tergambar dari wajah wajah mereka yang tak bisa menyembunyikan kegembiraan itu, hitung hitung melepas penat karena belakangan ini sibuk bekerja dan kegiatan kegiatan lainnya.

"Indi ayo, kapan lagi kita bisa berenang bersama anak anak ini" kataku mengajak indi

"aku disini saja, aku tak pandai berenang" kata Indi dari atas dermaga

Indi hanya bisa melihat kami berenang, dengan wajah yang ikut gembira, dengan sesekali dia memotret kami dengan kameranya. hari hampir malam baru lah semua memutuskan untuk berhenti berenang dan bergegas untuk pulang.

"sampai jumpa lagi ya" lambaian tanganku kepada anak anak dan teman teman lainnya yang sudah bergegas untuk pulang.

"ayo pulang, hari sudah semakin sore" kataku mengajak Indi untuk pulang

"aku belum mau pulang" katanya

"tapi sebentar lagi malam"

"aku tau, kita di sini dulu, tunggu mataharinya terbenam dulu"

"baiklah" kataku mengiyakan

kita pun duduk di dermaga itu sampai matahari betul betul meninggalkan singgasananya, terbenam mengantarkan bumi pada kegelapan seolah mempersilahkan bulan dan bintang untuk berusaha menyinari malam, namun meski tak seterang matahari, kilauan bulan dan kerlap kerlip bintang berhasil menghiasi malam ini menjadi sangat Indah. kita yang bercerita panjang hingga malam menyambut, seakan disaksikan oleh ribuan bintang, dan gemuruh tepuk tangan dari desir ombak.

di sana Indi bercerita tentang kisahnya di masa sekolah dulu yang ternyata ada aku di dalamnya, cerita yang tidak pernah ku ketahui selama ini, aku sangat kaget mendengar itu, mengetahui betapa besar pengaruhku dalam hidupnya dulu, betapa besar harap yang ia gantungkan kepadaku seorang anak SMA yang tidak pernah memikirkan perasaan orang lain, dan hanya mencari kesenangan dan kebahagiaannya sendiri. dan mengetahui betapa aku menghancurkan hatinya kala itu, mengetehui ada cerita yang sangat memilukan dari seorang Indi yang terlihat biasa biasa saja seperti tidak sedang mengalami apa apa.

meskipun aku tidak pernah tahu tentang perasaannya apalagi berniat untuk melukai siapapun kala itu, tetap saja saat ini aku akan sangat merasa bersalah atas kisah itu, aku adalah pelaku dari kepiluan kisah itu. aku akan menanggung luka yang ia rasakan.

"tapi semua sudah kumaafkan, aku sadar siapa diriku" kata Indi sambil menggenggam tanganku.

aku yang masih belum bisa berkata apa apa di hadapannya,j

"darimu aku mendapat banyak pelajaran hidup, lagipula tuhan telah mengabulkan doaku, bahwa sekarang aku dipertemukan lagi denganmu di tempat yang tak terduga sebelumnya dalam pribadi yang berbeda" lanjutnya sembari menengagakan pandangannya menatap ke langit.

"kau ingat saat kau memberikan topi itu padaku?" tanyanya padaku

"iya, ingat" jawabku

"topi itu sangat bermanfaat, sama seperti hal yang kau lakukan untuk anak anak itu, kau memberikan manfaat untuk pulau ini, untuk negeri ini." Indi melepaskan genggamannya lalu meletakkan tanganku di atas dadaku.

namun ternyata dia memaafkanku, seorang wanita yang tegar, memendam kisah pilu itu begitu lama, terus mencintai tanpa diketahui orang yang kau cintai adalah bukti Cinta paling tulus, merelakan orang yang kau sayangi harus bahagia dengan sahabatmu sendiri tanpa kau melakukan protes adalah bukti ikhlas paling nyata.

~~~~~~

Terbenam sendiri

kau berhasil

kau berhasil membangun harap begitu tinggi

kau berhasil memendam rasa begitu dalam

tapi kau gagal

kau gagal mengutarakannya

kau gagal mencapai harap yang kau bangun

akan deras arus kau terhanyut sendiri

terang cahaya kau benam sendiri

menyadarkan bahwa aku adalah pelaku

dari kisah pilu milikmu

dan aku adalah penyebab

akan runtuhnya semua harap

entah bagaimana cara menebusnya

menggantinya dengan kebahagiankah?

memutar waktu untuk memperbaiki semuanya?

atau memberikannya halaman baru dalam bukuku

untuk menulis kisah manis sesukamu

Afdhan Danadyaksa

avataravatar